Ijazah Paket C Jadi Sorotan dalam Sengketa Pilkada Lima Puluh Kota
JAKARTA, HUMAS MKRI - Persidangan lanjutan Perkara Nomor 157/PHPU.BUP-XXIII/2025 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota pada Rabu (22/1/2025) kembali mempersoalkan tentang keabsahan ijazah. Sidang digelar di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Kali ini, persidangan beragendakan Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu serta Pengesahan Alat Bukti Para Pihak. Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lima Puluh Kota. Sedangkan Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Nomor Urut Nomor Urut 3 Safni dan Ahlul Badrito Resha. Adapun permohonan perkara ini diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Nomor Urut 2 Safaruddin DT Bandaro Rajo dan Darman Sahladi.
Sebagai penyelenggara pemilihan, Termohon membantah dalil Pemohon yang menyatakan pihaknya telah meloloskan peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota yang tidak memenuhi syarat karena ijazah bermasalah. Ijazah yang dimaksud, merupakan tanda Pihak Terkait, yakni Safni menyelesaikan pendidikan Paket C.
"Dan dalam proses itu tidak ada keberatan, kemudian dari Bawaslu tidak ada rekomendasi untuk perbaikan," ujar Kuasa Termohon, Zulnaidi.
Untuk lebih meyakinkan keabsahan ijazah, Termohon mengaku telah melakukan klarifikasi kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Siak, Provinsi Riau, sebagai pihak yang menerbitkan ijazah. Hasilnya, Dinas Pendidikan Kabupaten Siak menyatakan bahwa ijazah tersebut benar dan sah. Kemudian legalisir pun dipastikan benar adanya dilakukan Dinas Pendidikan Siak.
Saat klarifikasi, Termohon pun mengaku turut diberikan dua dokumen pendukung oleh Dinas Pendidikan Siak, yakni tanda terima ijazah sudah diserahkan kepada PKBM dan hasil pengecekan data pokok pendidikan (Dapodik).
"Dan itu dijawab benar. Bahkan untuk melengkapi bukti, dinas itu memberikan kami dua dokumen tambahan," kata Zulnaidi.
Mengenai ijazah ini, Pihak Terkait pun mengamini bahwa ijazah Paket C yang diperoleh merupakan benar dan sah. Melalui kuasa hukumnya, Andes Robensyah, Pihak Terkait mengaku telah mengikuti pendidikan kesetaraan Paket C selama tiga tahun sejak 2018. Hal ini dibuktikan Pihak Terkait dengan menunjukkan rapor di persidangan.
"Faktanya, Pihak Terkait, Safni telah mengikuti pendidikan kesetaraan Paket C sesuai prosedur yang ada, yaitu tiga tahun yang kami buktikan dengan rapor 2018, 2019, dan 2020," kata Andes.
Kemudian Pihak Terkait juga dalam Keterangannya menanggapi dalil Pemohon yang menyoal blanko ijazah. Dalam Permohonan disebutkan bahwa kode blanko ijazah Pihak Terkait bukanlah terbitan Provinsi Riau, melainkan Jawa Barat.
Terhadap dalil tersebut, Pihak Terkait menjelaskan bahwa aturan penggunaan kode yang menjadi rujukan Pemohon merupakan aturan untuk penggunaan kode ijazah SMA, bukan Paket C. Aturan yang dimaksud yakni Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2020 sebagaimana diubah dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021.
"Sudah jelas yang memakai kode provinsi adalah ijazah SMA. Kami tidak ijazah SMA, tapi ijazah Paket C, diterbitkan di Kabupaten Siak," kata Andes.
Sedangkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Lima Puluh Kota memastikan tidak memperoleh laporan satu pun terkait ijazah yang disebut-sebut bermasalah. Meski demikian, dari hasil pengawasannya, Bawaslu Lima Puluh Kota membenarkan bahwa Termohon telah melakukan klarifikasi kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak pada 3 September 2024.
"Dengan hasil klarifikasi bahwa ijazah tersebut terdaftar dalam aplikasi data pokok pendidikan dan dinyatakan keaslian oleh Dinas Pendidikan," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Lima Puluh Kota, Yoriza Asra.
Honor Operasional Relawan
Selain ijazah, hal lain yang turut ditanggapi para pihak dalam perkara ini ialah dugaan money politics secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Mengenai pelanggaran TSM, Termohon menilai bahwa Permohonan yang didalilkan hanyalah asumsi atau opini Pemohon. Hal itu lantaran Pemohon tidak menyebutkan lokasi spesifik peristiwa pelanggaran, selain Nagari Guguak.
Mengenai peristiwa di nagari tersebut, Termohon menjelaskan bahwa bukti transfer yang diungkap Pemohon bukanlah bentuk money politics, melainkan pemberian honor operasional relawan Pihak Terkait.
"Pembentukan relawan itu tidak menyalahi aturan sebetulnya. Tidak ada kesalahan juga bagi Paslon untuk memberikan honor operasional bagi relawan. Itu biasa saja, Yang Mulia," kata Kuasa Termohon, Zulnaidi.
Pihak Terkait pun turut membenarkan Jawaban Termohon mengenai money politics. Menurut Pihak Terkait, bukti transfer yang dimaksud merupakan pengganti uang transportasi para relawan yang telah melakukan kampanye door to door.
"Bukan untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat umum, melainkan kepada relawan yang telah di SK-kan, telah di Bimtek sebelumnya," ujar Arie Alfikri, Kuasa Hukum Pihak Terkait.
Sementara itu, Bawaslu Kabupaten Lima Puluh Kota menyebut bahwa pihaknya memang menerima pelaporan terkait dugaan pelanggaran pemilihan mengenai pembagian uang di hari pemungutan suara dengan terlapor PIhak Terkait.
Atas laporan tersebut, Bawaslu Lima Puluh Kota melakukan kajian pada 14 Desember 2024 dan memutuskan bahwa peristiwa yang dimaksud termasuk kategori pelanggaran tindak pidana pemilihan.
Laporan pun diteruskan kepada Kepolisian Resor (Polres) Lima Puluh Kota, di mana Bawaslu merekomendasikan untuk ditindaklanjuti dalam kurun waktu 14 hari. Penyidikan pun dilakukan, namun pada 7 Januari 2025, perkara dihentikan.
"Dilakukan pembahasan ketiga Sentra Gakkumdu pada 7 Januari 2025, yang pada pokoknya Polres, Kejaksaan, serta Bawaslu Kabupaten Lima Puluh Kota menyepakati perkara dihentikan demi hukum karena kadaluarsa penyidikan," kata Ketua Bawaslu Lima Puluh Kota, Yoriza Asra.
Baca juga:
PHPU Bupati Lima Puluh Kota Soroti Dugaan Ijazah Bermasalah dan Money Politic
Sebelumnya di dalam persidangan Jumat (10/1/2025), Pemohon telah mendalilkan terkait kelalaian Termohon dalam menetapkan Pihak Terkait sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota. Hal itu lantaran Pihak Terkait, yakni Safni dianggap tidak memenuhi persyaratan administratif lantaran ijazah yang diduga bermasalah. Di antara hal-hal yang bermasalah terkait ijazah, yakni kode penerbitan ijazah paket C yang tertulis DN/PC 0272127, merupakan kode penerbitan Provinsi Jawa Barat dan bukanlah kode penerbitan Provinsi Riau. Padahal menurut Pemohon, Pihak Terkait mendaftarkan diri ke KPU dengan ijazah Provinsi Riau.
Selain ijazah palsu, Pemohon juga mendalilkan soal praktik money politic atau politik uang untuk mempengaruhi pemilih pada masa tenang di 13 kecamatan dan 79 nagari. Dengan dalil-dalil permohonan yang disampaikan, Pemohon melayangkan petitum agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 1017 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2024. Kemudian dalam petitumnya, Pemohon meminta untuk diadakan pemungutan suara ulang.
Baca selengkapnya:
Perkara Nomor 157/PHPU.BUP-XXIII/2025
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi