Terganjal Ambang Batas, Hendrik-Andarias Tak Punya Kedudukan Ajukan PHPU Teluk Wondama

JAKARTA, HUMAS MKRI - Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) yang diajukan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Teluk Wondama Nomor Urut 2, Hendrik S Mambor dan Andarias Kayukatui diputuskan tak diterima Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang pengucapan Putusan Nomor 127/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dilaksanakan pada Rabu (5/2/2025) di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK. Persidangan dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.

“Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Tak diterimanya permohonan perkara ini disebabkan kedudukan hukum Pemohon yang terganjal ambang batas selisih perolehan suara dengan Pihak Terkait, yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Teluk Wondama Nomor Urut 1, Elysa Auri dan Anthonius A Marani. Berdasarkan Pasal 158 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, syarat selisih perolehan suara untuk mengajukan permohonan PHPU Kada Bupati dan Wakil Bupati Teluk Wondama maksimal 2 persen. Namun nyatanya, Pemohon memperoleh 8.457 suara, sedangkan Pihak Terkait 11.569 suara. Selisih suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait mencapai 3.112 suara atau 16 persen.

Dengan demikian, Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Majelis pun sepakat dengan eksepsi yang diajukan Termohon (KPU Teluk Wondama) dan Pihak Terkait. “Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” kata Hakim Konstitusi, M Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan.

MK pun tak dapat mengesampingkan keberlakuan Pasal 158 dalam perkara ini karena Pemohon tidak dapat meyakinkan Majelis terkait dalil-dalil permohonan yang telah disampaikan. Dalam pertimbangan putusannya, Majelis menyatakan bahwa dalil-dalil permohonan tidak beralasan menurut hukum.

“Mahkamah berpendapat terhadap permohonan a quo tidak terdapat alasan untuk menunda keberlakuan ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” ujar Guntur.


Baca juga:

Dukung Mendukung Kepala Kampung dalam Pilkada Teluk Wondama

Saling Tuding Pelanggaran TSM dalam Sengketa Pilkada Teluk Wondama


Sebelumnya, Pemohon dalam Permohonan yang dibacakan di Sidang Pemeriksaan Pendahuluan, telah mendalilkan adanya keterlibatan kepala kampung, di mana secara terbuka mengkampanyekan Pihak Terkait. Kemudian di beberapa distrik, Pemohon menyebut adanya kepala kampung melakukan money politics atau politik uang untuk memenangkan Pihak Terkait. Pemohon juga mendalilkan mengenai keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dan perangkat desa aktif yang dijadikan saksi oleh Pihak Terkait. Sedangkan terkait prosedur, Pemohon mendalilkan pelanggaran yang dilakukan Termohon di beberapa tempat pemungutan suara (TPS), seperti perbedaan penggunaan hak pilih dengan jumlah suara sah dan tidak sah di TPS 1 Wasior.

Karena itulah di dalam petitumnya, Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi nantinya membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Teluk Wondama tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Teluk Wondama Tahun 2024. Dalam petitumnya, Pemohon juga meminta agar Majelis memerintahkan Termohon melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa TPS, yakni: TPS 1 Wasior Satu, TPS 2 Wasior Satu, TPS 3 Wasior Satu, TPS 4 Wasior Satu, TPS 5 Wasior Satu, TPS 6 Wasior Satu, TPS 7 Wasior Satu, TPS 1 Kampung Simiei, TPS 1 Kampung Ambumi, TPS 1 Kampung Yerenusi, dan TPS 1 Kampung Tandia.


Penulis: Ashri Fadilla.

Editor: N. Rosi.

 


 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi