Selisih Suara PHPU Sarmi 30 Persen, Permohonan Yanni-Jemmi Tak Diterima

JAKARTA, HUMAS MKRI - Permohonan Perkara Nomor 155/PHPU.BUP-XXIII/2025 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Kabupaten Sarmi 2024 tidak diterima Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu tertuang dalam putusan yang dibacakan pada Sidang Pengucapan Putusan/ Ketetapan yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Rabu (5/2/2025). Persidangan ini dipimpin Ketua MK Suhartoyo dan delapan Hakim Konstitusi lainnya.

“Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menjelaskan bahwa putusan demikian karena mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon, yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sarmi Nomor Urut 2, Yanni dan Jemmi Esau Maban. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, selisih perolehan suara antara Pemohon dengan peraih suara terbanyak (Pihak Terkait) maksimal 2 persen untuk dapat mengajukan permohonan PHPU ke MK.

Akan tetapi kenyataannya Pemohon memperoleh 6.802 suara. Sementara Pihak Terkait, yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sarmi Nomor Urut 1, Dominggus Catue dan Jumriati memperoleh 13.521 suara. Selisih perolehan suara di antara keduanya sebanyak 6.719 suara atau setara 30 persen, sehingga melebihi ambang batas semestinya.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 158 tersebut, Pemohon dianggap tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan PHPU.

“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” kata Hakim Guntur.

Ketentuan Pasal 158 itu pun tidak dapat dikesampingkan MK karena Pemohon dianggap tidak dapat meyakinkan Mahkamah akan dalil-dalil permohonannya. Termasuk di antaranya, mengenai praktik diskriminasi dan SARA yang didalilkan Pemohon. Majelis juga tidak menemukan adanya kejadian khusus dari seluruh dalil-dalil permohonan yang diajukan Pemohon.

“Oleh karena itu, terhadap permohonan a quo tidak terdapat alasan untuk menunda keberlakuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon,” ujar Guntur.


Baca juga:

PHPU Bupati Sarmi Ungkap Keterlibatan ASN Hingga Intimidasi

KPU Sarmi: Tak Ada Rekomendasi Bawaslu Soal Money Politics


Sebelumnya pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan, Pemohon telah mendalilkan dugaan keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) berkenaan dengan jabatan Pihak Terkait dan praktik money politics kepada masyarakat dengan nominal yang variatif, mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu. Dalam dalil permohonannya, Pemohon juga menyebut adanya isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dihembuskan kepada Pemohon. Adanya Surat Pemberitahuan untuk Memilih yang tidak sampai ke tangan pemilih dan luputnya pencocokan identitas pemilih di berbagai TPS juga turut menjadi dalil permohonan perkara ini.

Dari dalil-dalil yang disampaikan, Pemohon dalam perkara ini melayangkan petitum yang berisi permintaan kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk membatalkan Keputusan KPU Sarmi tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sarmi Tahun 2024. Pemohon juga meminta Majelis untuk memerintahkan KPU Sarmi melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS se-Kabupaten Sarmi.


Penulis: Ashri Fadilla.

Editor: N. Rosi.


 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi