Dalil Mutasi Pejabat Tak Terbukti, PHPU Kab. Minahasa Utara Tidak Dapat Diterima
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstutusi menyatakan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2024 dari Pasangan Calon Nomor Urut 01 Melky Jakhin Pangemanan dan Christian Kamagi (Pemohon) tidak dapat diterima. Amar Putusan Nomor 107/PHPU.BUP-XXIII/2025 tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang Pengucapan Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024 pada Selasa (4/2/2025).
Disebutkan oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam pertimbangan hukum Mahkamah, terkait dengan dalil mutasi pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kab. Minahasa Utara, Pemohon tidak menguraikan adanya bukti yang relevan. Hal itu dipertimbangkan setelah mencermati alat bukti, terutama terkait dengan mutasi pegawai oleh Pihak Terkait (Paslon Nomor Urut 02 Joune James Esau Ganda–Kevin William Lotulong), yang dilaksanakan tanpa melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri.
“Sehingga tidak cukup meyakinkan Mahkamah telah terjadinya pelanggaran administrasi berupa pemindahan/mutasi ASN yang dilaksanakan pada masa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Minahasa Utara yang dapat memengaruhi perolehan suara Paslon tertentu,” sebut Hakim Konstitusi Guntur dari Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK.
Menyoal Fasilitas Negara
Selanjutnya berkenaan dengan dalil Pemohon terkait adanya dugaan penggunaan fasilitas negara untuk mendukung program kampanye Pihak Terkait serta adanya politisasi yang memengaruhi perolehan suara dalam Pemilihan, Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran terhadap dalil-dalil pokok permohonan Pemohon. Oleh karena itu, terhadap permohonan a quo tidak terdapat alasan untuk menunda keberlakuan ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon. Terlebih terhadap permohonan a quo Mahkamah tidak menemukan adanya "kondisi/kejadian khusus". Dengan demikian, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon.
Adapun perolehan suara Pemohon adalah 51.070 suara, sambung Hakim Konstitusi Guntur, sedangkan perolehan suara Pihak Terkait (pasangan calon peraih suara terbanyak) adalah 70.620 suara. Sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait adalah 70.620 suara - 51.070 suara = 19.550 suara (16.07%) atau lebih dari 2.434 suara.
“Dalam Eksepsi, mengabulkan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan kedudukan hukum Pemohon; menolak eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait untuk selain dan selebihnya. Dalam Pokok Permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan dengan didampingi seluruh hakim konstitusi lainnya.
Sebelumnya pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada Senin (13/1/2025), Pemohon mengajukan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa Utara Nomor 1287 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2024. Pemohon menyebutkan perolehan suara setiap pasangan calon menurut Termohon, yakni Paslon Nomor Urut 01 (Pemohon) mendapatkan 51.070 suara, sedangkan Paslon Nomor Urut 02 Joune James Esau Ganda–Kevin William Lotulong mendapatkan 70.620 suara. Sementara berdasarkan Pemohon, Pihak Terkait seharusnya mendapatkan 0 suara. Sebab, perolehan suara yang ditetapkan Termohon tersebut diperoleh Paslon Nomor Urut 02 didahului dengan pelanggaran-pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
Salah satunya, melalukan mutasi atau pergantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Utara dan kemudian mencabut pelaksanaannya setelah mempertimbangkan Surat Mendagri tentang Pencabutan Surat Keputusan Bupati minahasa Utara Dalam Pelaksanaan Pelantikan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara bertanggal 17 April 2024. Konsekuensi hukum dari hal ini berupa pengembalian pejabat yang telah dimutasi ke jabatan tertentu.
Merujuk pada definisi pergantian pejabat, maka Keputusan Calon Bupati Petahana patut dikuallifikasikan sebagai pergantian pejabat tanpa persetujuan Mendagri RI. Bentuk pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat (2) UU 10/2016 ini, sejatinya petahana layak dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU, namun tindakan tersebut tidak dilakukan oleh Termohon. Sederhananya, tindakan pergantian pejabat pada 22 Maret 2024 dan 17 April 2024 oleh Petahana tersebut sudah seharusnya diklasifikasikan sebagai tindakan pergantian pejabat tanpa persetujuan menteri, yang bermakna melanggar ketentuan peraturan yang ada.
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Fitri Yuliana
Source: Laman Mahkamah Konstitusi