Ambang Batas Mengganjal, Perkara PHPU Payakumbuh Tak Berlanjut
JAKARTA, HUMAS MKRI - Permohonan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Payakumbuh Nomor Urut 1 Supardi dan Tri Venindra mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024 diputuskan tak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan, Selasa (4/2/2025) di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK. Ketua MK Suhartoyo didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya memimpin jalannya persidangan ini.
“Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Putusan demikian karena permohonan yang diajukan ini terganjal ambang batas selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait, yakni Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Payakumbuh Nomor Urut 3, Zulmaeta dan Elzadaswarman.
Berdasarkan Pasal 158 ayat 2 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, mestinya selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait maksimal 2 persen atau 1.229 suara untuk dapat mengajukan permohonan PHPU. Namun ternyata, Pemohon memperoleh 15.459 suara, sedangkan Pihak Terkait 21.207 suara. Dengan demikian, selisih perolehan suara antara keduanya lebih dari 2 persen.
“Adapun perbedaan perolehan suara antara Pihak Terkait dan Pemohon adalah 21.207 suara atau ekuivalen dengan 9,39 persen,” kata Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan.
Karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 tersebut, maka Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum. Majelis Hakim Konstitusi pun sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ini.
“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” kata Hakim Guntur.
Baca juga:
PHPU Walikota Payakumbuh Persoalkan Surat Mandat
KPU Payakumbuh: Tak Ada Rekomendasi Bawaslu Soal Money Politics
Sebelumnya dalam persidangan Jumat (10/1/2025) dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan, Pemohon menyampaikan terjadinya pelanggaran bersifat TSM yang terjadi di lima kecamatan dengan cara mengumpulkan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) para pemilih. Setelah itu, mereka diberikan masing-masing selembar "Surat Mandat." Pemohon mengatakan bahwa pemberian Surat Mandat itu dimaksudkan agar seolah-olah mereka yang telah didata akan dijadikan saksi mandat pada tempat pemungutan suara (TPS).
Dengan dalil permohonan yang disampaikan, Pemohon dalam petitumnya meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Kota Payakumbuh Nomor 636 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Payakumbuh Tahun 2024. Kemudian Pemohon juga meminta agar Majelis mendiskualifikasi Pihak Terkait dan memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Payakumbuh.
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi