PHPU Maybrat Kandas Tersandung Ambang Batas
JAKARTA, HUMAS MKRI - Permohonan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Kabupaten Maybrat 2024 diputuskan tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan Nomor 259/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dibacakan dalam sidang pada Rabu (05/02/2025) di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK. Persidangan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.
“Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Perkara yang dimohonkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Maybrat Nomor Urut 2, Agustinus Tenau dan Marthen Howay ini tak diterima karena dianggap tak memiliki kedudukan hukum. Hal tersebut karena selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait, yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Maybrat Nomor Urut 3, Karel Murafer dan Ferdinando Solossa tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Mestinya, selisih perolehan suara di antara keduanya tak lebih dari 2 persen atau setara 756 suara. Akan tetapi, Pemohon memperoleh 8.233 suara, sedangkan Pihak Terkait 18.680 suara. Selisih di antara keduanya, 10.477 suara atau mencapai 27,63 persen.
“Menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” kata Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.
Keberlakuan Pasal 158 UU 10/2016 itu menurut Majelis tidak dapat dikesampingkan karena Pemohon dinilai tidak dapat meyakinkan Mahkamah akan dalil-dalil permohonan yang disampaikan. Di antara dalil permohonan yang dimaksud, misalnya soal pengangkatan penetapan Panitia Pemilihan Distrik (PPD), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang dianggap Pemohon sebagai pesanan.
Selain itu, dalil permohonan mengenai keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) juga dinilai Mahkamah tidak terbukti, sebab tidak dijelaskan secara rinci mengenai keterlibatan yang dimaksud. “Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran terhadap dalil-dalil pokok permohonan Pemohon. Oleh karena itu, terhadap permohonan a quo tidak terdapat alasan untuk menunda keberlakuan ketentuan Pasal 158 Undang-Undang 10 Tahun 2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon,” jelas Hakim Guntur.
Baca juga:
Intimidasi dan Kekerasan dalam Pilkada Maybrat
KPU Maybrat Tegaskan Tak Ada Intimidasi dan PPD Pesanan
Adapun pada persidangan sebelumnya, Pemohon telah mendalilkan sejumlah pelanggaran yang bersifat TSM, seperti penetapan Panitia Pemilihan Distrik (PPD), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang dianggap sebagai pesanan Pihak Terkait. Dalam Permohonannya pula, Pemohon mendalilkan beberapa dari ASN di lingkungan Pemkab Maybrat turut terlibat dalam pemenangan Pihak Terkait.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan adanya intimidasi, ancaman, dan kekerasan yang terjadi sampai menghilangkan nyawa masyarakat. Dalam dokumen permohonannya, Pemohon menyebut bahwa peristiwa hilang nyawa itu terjadi lantaran adanya perselisihan dan keributan karena masalah surat undangan pencoblosan. Karena itulah Pemohon di dalam petitumnya meminta Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Maybrat tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Maybrat Tahun 2024 dan memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS.
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi