KPU Payakumbuh: Tak Ada Rekomendasi Bawaslu Soal Money Politics

JAKARTA, HUMAS MKRI - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Payakumbuh melontarkan Jawaban atas dalil-dalil Permohonan dalam Perkara Nomor 60/PHPU.WAKO-XXIII/2025 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Payakumbuh 2024. Jawaban dibacakan dalam Sidang Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu, serta Pengesahan Alat Bukti Para Pihak yang digelar di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (21/1/2025).

Perkara ini disidangkan di Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi dua anggota yaitu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Duduk sebagai Pemohon dalam perkara ini ialah Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Payakumbuh Nomor Urut 1 Supardi dan Tri Venindra. Sedangkan untuk Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Payakumbuh Nomor Urut 3, Zulmaeta dan Elzadaswarman.

Satu di antara dalil yang ditanggapi Termohon, berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) seperti money politics atau politik uang yang terjadi di kantor partai politik. Terhadap dalil tersebut, KPU Payakumbuh sebagai Termohon mengaku tak pernah memperoleh laporan ataupun rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Payakumbuh. Begitu pun terkait keterlibatan aparatur sipil negara (ASN).

"Kalau soal pelanggaran-pelanggaran yang lain di wilayah partai yang terjadinya politik uang di kantor Partai Demokrat, kemudian soal keterlibatan ASN dan didalilkan semuanya itu adalah TSM, menurut Termohon bahwa itu tidak ada laporannya yang disampaikan kepada Bawaslu. Kemudian Bawaslu juga tidak memberikan rekomendasi apapun kepada Termohon," ujar Kuasa Termohon, Samaratul Fuad.

Kemudian dalil lain yang dibantah Termohon, mengenai politik uang di lima kecamatan, yang tersebar di 76 tempat pemungutan suara (TPS). Dalam hal ini, Termohon mengaku tidak pernah memperoleh laporan maupun informasi dari KPPS dan Pengawas TPS. Pun dari saksi-saksi di TPS, menurut Termohon, tidak pernah ada keberatan yang disampaikan.

"Di 76 TPS itu tidak ada sama sekali keberatan-keberatan dari saksi-saksi daripada peserta atau Pemohon," ujar Fuad.

Berkaitan dengan tudingan money politics di kantor partai, Pihak Terkait turut membantahnya di persidangan ini. Menurut Pihak Terkait, orang-orang yang dikumpulkan di Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat merupakan saksi-saksi yang dipersiapkan untuk mengawasi pemungutan suara.

Pihak Terkait juga membantah memberikan uang untuk mengarahkan mereka dalam menentukan pilihan di Pilwako Payakumbuh.

"Saksi-saksi tersebut datang untuk diberikan penggantian biaya operasional secara resmi," ujar Kuasa Hukum Pihak Terkait, Jimmy Himawan.

Dengan bantahan-bantahan tersebut, baik Termohon maupun Pihak Terkait melayangkan petitum yang sama, yakni meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menyatakan bahwa Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Payakumbuh Nomor 638 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Payakumbuh 2024 benar adanya.

Sementara itu, Bawaslu Payakumbuh sebagai Pemberi Keterangan, menjelaskan di persidangan ini bahwa pihaknya sempat memberikan rekomendasi terkait peristiwa di kantor DPC Partai Demokrat pada 27 November, sebagaimana yang didalilkan Pemohon. Rekomendasi Bawaslu Payakumbuh saat itu berbuah penyidikan di Kepolisian melalui Sentra Gakkumdu. Namun pada akhirnya, perkara tersebut dihentikan (SP3).

"Yang tentang Jhon Ricardo ada, Yang Mulia. Kepada Kepolisian untuk dilanjutkan ke tingkat penyidikan dari Gakkumdu, namun di SP3-kan, Yang Mulia," ujar Ketua Bawaslu Payakumbu, Aan Muharman.

Selain itu, Bawaslu Payakumbuh juga menjelaskan telah menerbitkan rekomendasi terkait KPPS yang hanya memberikan satu jenis surat suara di TPS. Padahal semestinya, KPPS memberikan dua jenis surat suara kepada pemilih. Dari temuan itu, Bawaslu Payakumbuh menerbitkan rekomendasi yang berujung tindak lanjut KPU Payakumbuh.

"Terus sudah ditindaklanjuti?" tanya Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

"Peringatan tertulis kepada anggota KPPS kelurahan yang bersangkutan," kata Aan Muharman.


Baca juga:

PHPU Walikota Payakumbuh Persoalkan Surat Mandat


Sebelumnya dalam persidangan Jumat (10/1/2025) dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan, Pemohon menyampaikan terjadinya pelanggaran bersifat TSM yang terjadi di lima kecamatan, yakni Kecamatan Lamposi Tigo Nagori, Kecamatan Payakumbuh Barat, Kecamatan Payakumbuh Selatan, Payakumbuh Timur dan Payakumbuh Utara. Adapun bentuk pelanggaran TSM yang dimaksud, dilakukan dengan cara mengumpulkan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) para pemilih. Setelah itu, mereka diberikan masing-masing selembar "Surat Mandat." Pemohon mengatakan bahwa pemberian Surat Mandat itu dimaksudkan agar seolah-olah mereka yang telah didata akan dijadikan saksi mandat pada tempat pemungutan suara (TPS).

"Sejatinya Surat Mandat dan Kartu Tanda Anggota partai ini hanyalah semacam upaya untuk mengelabui Bawaslu, seolah-olah uang yang diberikan bukanlah money politic, melainkan uang saksi mandat dan anggota partai," ujar Kuasa Hukum Pemohon, Rivaldi saat membacakan dalil permohonan di persidangan yang lalu.

Adapun dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Kota Payakumbuh Nomor 636 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Payakumbuh Tahun 2024. Kemudian Pemohon juga dalam petitumnya meminta agar Majelis mendiskualifikasi Pihak Terkait dan memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Payakumbuh.


Baca juga:

Perkara Nomor 60/PHPU.WAKO-XXIII/2025

Jawaban Termohon

Keterangan Pihak Terkait

Keterangan Bawaslu


 

Penulis: Ashri Fadilla.

Editor: N. Rosi.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi