Beda Versi Masa Jabatan Dipersoalkan dalam PHPU Bupati Empat Lawang
JAKARTA, HUMAS MKRI - Masa jabatan menjadi dalil yang dipersoalkan dalam Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang. Hal itu disampaikan Pemohon, yakni Pasangan Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Al Jufri dan Henny Verawati yang diwakili kuasa hukumnya, Fahmi Nugroho dan Nazarudin dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan di Gedung I Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (9/1/2025). Sidang Perkara Nomor 24/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini digelar Majelis Hakim Panel 1 yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Berlaku sebagai Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Empat Lawang. Sedangkan Pihak Terkait ialah Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang 2024 Joncik Muhammad dan Arifai.
Dalam permohonannya, Budi-Henny mempersoalkan pencalonan pihaknya untuk berkontestasi dalam Pilbup Empat Lawang 2024 terkait penghitungan masa jabatan Budi sebagai Bupati Kabupaten Empat Lawang. Terkait ini, Pemohon menyampaikan adanya perbedaan penghitungan versi Pemohon dengan Termohon.
Versi Termohon, masa jabatan pada periode kedua dihitung sejak pelantikan pada 26 Agustus 2013 sampai adanya putusan pidana inkrah atau berkekuatan hukum tetap terhadap Pemohon, yakni 3 Mei 2016. "Jadi hitungan Termohon adalah 2 tahun 8 bulan 7 hari," kata Fahmi di persidangan.
Sementara versi Pemohon, masa jabatan dihitung sejak pelantikan sampai Wakil Bupati Empat Lawang saat itu menjabat sebagai penjabat sementara, yakni 22 Oktober 2015 saat terbitnya surat keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Dengan demikian, hitungan versi Pemohon adalah 2 tahun 1 bulan 27 hari.
Di persidangan terungkap bahwa berakhirnya masa jabatan Pemohon karena tersandung permasalahan hukum dan ditahan pada Juli 2015, tiga bulan sebelum terbitnya SK Mendagri. Adapun perkara yang dimaksud merupakan tindak pidana korupsi (Tipikor), berkekuatan hukum tetap pada 3 Mei 2016 berdasarkan putusan pengadilan tinggi.
Majelis kemudian mendalami terkait ancaman pidana terhadap Pemohon, sebab berkaitan dengan persyaratan formil pencalonan. Namun Pemohon belum dapat memberikan penjelasan, sehingga Majelis meminta agar hal tersebut disampaikan di persidangan berikutnya.
"Ancaman pidananya di atas 5 tahun?" tanya Hakim Konstitusi Suhartoyo.
"Tidak, kurang dari 5 tahun Yang Mulia," jawab Fahmi.
"Bukan masa pidana yang dijatuhkan, tapi ancaman pidana yang terbukti. Coba nanti dipelajari di sidang yang akan datang kalau nanti diajukan jadi bukti ya," ujar Suhartoyo.
Selain itu, untuk persidangan berikutnya, Termohon juga diminta Majelis untuk menjelaskan perbedaan versi penghitungan masa jabatan Pemohon untuk membuat persoalan terang-benderang.
Baca juga tautan: Perkara Nomor 24/PHPU.BUP-XXIII/2025
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi
Source: Laman Mahkamah Konstitusi