Mahasiswa UIN Tulungagung Perjelas Dalil Batas Usia Pemberhentian Kepala Desa Diatur Lebih Jelas
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1723683012_ddaef84b6dab636500eb.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Moch. Imam Djauhari yang merupakan Mahasiswa Prodi Hukum Tata Negara UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung kembali hadir secara daring dalam sidang lanjutan uji materil Pasal 53 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang kedua Perkara Nomor 78/PUU-XXII/2024 yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Arsul Sani ini digelar pada Rabu (14/8/2024).
Pada sidang ini, Pemohon menyebutkan beberapa perbaikan yang telah dilakukan, di antaranya melengkapi data diri Pemohon; memperjelas kewenangan Mahkamah dalam menyelesaikan perkara a quo; mengganti dasar pengujian menjadi Pasal 1, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D UUD NRI Tahun 1945; kedudukan hukum serta kerugian konstitusional Pemohon yang awalnya sebegai mahasiswa menjadi perseorangan Warga Negara Indonesia.
“Kemudian pada posita Pemohon menginginkan adanya pengaturan ulang mengenai masa pemberhentian dan masa jabatan perangkat desa. Kemarin saya menginginkan dibatasi masa jabatannya dalam waktu tertentu, sekarang saya memohon untuk pengaturan ulang,” sampai Imam.
Pada Sidang Pendahuluan Senin (29/7/2024) lalu, Pemohon menyebutkan Pasal 53 ayat (2) huruf a UU Desa dinilai bertentangan dengan UUD NRI 1945, utamanya Pasal 1 ayat (3); Pasal 28C ayat (2); Pasal 28D ayat (1), ayat (2), ayat (3); Pasal 28H ayat (2); dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945. Dalam pandangan Pemohon, ia dirugikan dengan pasal a quo karena sulit untuk menjadi perangkat desa, bahkan untuk ikut andil dalam membangun masyarakat di desanya akibat masa jabatan perangkat desa yang tidak diatur dengan jelas. Menurut Pemohon, penyelenggaraan pemerintahan desa dapat dikatakan sebagai miniatur negara Indonesia, sehingga desa dapat saja menjadi arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan. Oleh karenanya, sistem pemerintahan dapat dibuat mirip dengan sistem pemerintahan pusat.
Dengan tidak diaturnya masa jabatan perangkat desa secara spesifik tersebut, memungkinkan perangkat desa dapat menjabat seumur hidup. Selain itu akan muncul masalah lain berupa ketidakseimbangan kekuasaan karena tidak dibatasi sehingga dapat menimbulkan ketidakseimbangan kekuasaan antara perangkat desa dan kepala desa itu sendiri. Hal ini kemudian dapat menghambat dan bahkan mengganggu kinerja kepala desa serta menimbulkan senioritas karena perangkat desa yang lebih tua dan menjabat lebih lama daripada kepala desa berikutnya (baru).(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan
Source: Laman Mahkamah Konstitusi