Tidak Terdapat Perbedaan Perolehan Suara, MK Tidak Dapat Terima Permohonan Golkar
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1723623799_3196689c509decabd23a.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota Legislatif yang diajukan oleh Partai Golongan Karya (Golkar). Putusan Perkara Nomor 287-01-04-04/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 terkait hasil pemilihan Anggota DPRD Dapil Rokan Hulu 3 Provinsi Riau dibacakan pada Rabu (14/8/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, setelah Mahkamah mencermati perolehan suara menurut Pemohon dan menurut Termohon ditinjau dengan metode sainte lague tersebut, didapati bahwa tidak ada perbedaan jumlah perolehan kursi versi Pemohon maupun Termohon. Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai NasDem, Partai PKS, dan Partai PDIP akan memperoleh satu kursi Dapil Riau 3.
“Mahkamah mendapati bahwa kursi keenam/kursi terakhir baik mengikuti versi Pemohon maupun versi Termohon akan tetap diduduki Partai PDI Perjuangan, dimana suara Partai Golkar yang menurut Pemohon sebesar 75.708 suara setelah dibagi bilangan pembagi tiga hanya menghasilkan 25.236 suara dan tidak dapat mengungguli partai PDI Perjuangan yang memperoleh suara sebesar 25.255 suara. Oleh karena itu, jikalau sekiranya Mahkamah mengabulkan permohonan perolehan suara sesuai keinginan Pemohon, hal tersebut tetap tidak memberikan dampak pada perolehan kursi masing-masing partai politik pada daerah pemilihan Riau 3 yang telah ditetapkan Termohon,” ujar Guntur.
Dengan demikian, sambung Guntur, meskipun permohonan Pemohon telah memuat kesalahan hasil penghitungan suara oleh Termohon dan meminta penetapan suara yang benar menurut Pemohon, namun tidak memengaruhi perolehan kursi Pemohon. Oleh karena itu, tidak memenuhi prinsip signifikansi yang juga menjadi tolok ukur terpenuhinya syarat formil permohonan perselisihan hasil pemilihan umum.
Selanjutnya, Guntur menerangkan, Mahkamah mencermati dalil Pemohon lainnya yang menjelaskan bahwa Termohon tidak melakukan pemutakhiran data DPT dengan benar dan valid.
“Apabila dikaitkan dengan petitum, Mahkamah mendapati bahwa petitum permohonan hanya meminta "pemungutan suara ulang kembali" tanpa mencantumkan perlu atau tidaknya pemutakhiran data DPT tersebut I sehingga menyebabkan kekaburan terhadap hal yang sesungguhnya diinginkan Pemohon dalam permohonan a quo,” tegasnya.
Selain itu, menurut Guntur, Mahkamah mendapati bahwa sekalipun terdapat permasalahan yang berkaitan dengan pemutakhiran data DPT, namun Pemohon justru mencantumkan tabel perolehan suara yang memuat adanya kesamaan perolehan suara versi Pemohon dan Termohon terhadap 17 (tujuh belas) partai politik peserta pemilihan umum. Pemohon hanya mempersoalkan adanya selisih sebesar 2.315 suara yang diperoleh Pemohon dengan hasil penetapan Termohon. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat bahwa dalam permohonan Pemohon terdapat berbagai kerancuan atau ketidakjelasan baik mengenai daerah pemilihan yang sebenarnya dipersoalkan Pemohon, adanya pertentangan antar posita satu dengan posita yang lainnya dan pertentangan antara posita dengan petitum, serta jikalau Mahkamah mengikuti perolehan suara versi Pemohon tetap tidak memengaruhi secara signifikan perolehan kursi masing-masing partai politik pada daerah pemilihan Riau 3 berdasarkan metode sainte lague.
Lebih lanjut, Guntur mengatakan ketentuan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023 menentukan permohonan memuat uraian yang jelas mengenai kesalahan hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil perolehan suara yang benar menurut Pemohon serta memuat permintaan untuk membatalkan penetapan hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan menetapkan hasil perolehan suara yang benar menurut Pemohon. Berkenaan dengan hal tersebut, menurut Mahkamah permohonan Pemohon telah ternyata tidak memuat hal-hal sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan dimaksud.
Sehingga, berdasarkan fakta hukum dan ketentuan sebagaimana dimaksud, permohonan Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 UU MK dan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023. Hal tersebut disebabkan dalam permohonan a quo terdapat pertentangan (contradictio in terminis) antara posita satu dan posita lainnya maupun antara posita dengan petitum. Oleh karena itu, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan Permohonan Pemohon adalah kabur (obscuur). Dengan demikian, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan permohonan Pemohon kabur adalah beralasan menurut hukum.
“Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat Permohonan Pemohon kabur Ban karenanya Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, Keterangan Bawaslu, dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut,” papar Guntur.
Sebelumnya, Pemohon menyebut Termohon (KPU) tidak melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 31 TPS di Desa Tambusai Utara, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu. Pemohon mendalilkan KPU tidak menjalankan Putusan MK Nomor 247-01-04-04/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tersebut. Termohon dinilai tidak melakukan verifikasi Daftar Pemilihan Tetap (DPT) sebelum dilakukannya Pemutakhiran Data yang berada di Desa Tambusai Utara, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu untuk perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau Daerah Pemilihan Riau 3.
Pemohon menilai KPU tidak melibatkan Pemohon dalam melakukan pemutakhiran data serta tidak meminta tanggapan dari Pemohon ataupun melakukan verifikasi DPT. Seharusnya selama penyusunan Daftar Pemilih Baru, Pengawas Pemilihan, Calon Legislatif maupun Tim Kampanye berhak memberikan masukan dan tanggapan terhadap Daftar Pemilih Terbaru setelah Pemutakhiran Data dilakukan.
Selain itu, Termohon sebagai Pihak Penyelenggara (PPS, PPK, dan KPU Kabupaten Rohul) seharusnya bisa berkoordinasi dengan baik dengan pihak Kepolisian dalam menjaga keamanan dalam pelaksanaan Pemilihan Suara Ulang serta dapat mengikuti dan melaksanakan amar putusan Mahkamah dan Petunjuk dari KPU RI.
Oleh karenanya, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memerintahkan Pemilihan Suara Ulang kembali, dengan alasan Termohon tidak menjalankan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 247-01-04-04/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tertanggal 6 Juni 2024 yang telah diperintahkan oleh Mahkamah yang tentunya hal sangat merugikan Pemohon dalam perolehan suara.
Baca juga:
Partai Golkar Pertanyakan KPU Tak Laksanakan PSU di Dapil Rokan Hulu 3
KPU Bantah Tuduhan Tidak Laksanakan PSU di Rokan Hulu
Pada kesempatan yang sama, Ketua MK Suhartoyo menyebut dua perkara, yakni 286-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 Pileg 2024 DPR Dapil Banten II dan 291-01-04-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 Pileg Provinsi Jawa Barat Dapil Kota Bogor 3 dilanjutkan pada Kamis 15 Agustus 2024 dengan agenda pembuktian.
“Untuk perkara 286 pukul 08.30 WIB dan 291 diperkirakan pukul 10.15 WIB,” tandas Suhartoyo.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan
Source: Laman Mahkamah Konstitusi