Seorang Guru Kembali Persoalkan Konstitusionalitas Penggunaan APBN untuk IKN

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) terhadap UUD 1945. Sidang ini dilaksanakan pada Senin (29/7/2024), dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan. Permohonan perkara yang teregistrasi dengan Nomor 79/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Herifuddin Daulay yang berprofesi sebagai Guru.

Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, Herifuddin Daulay (Pemohon) yang hadir secara daring mengatakan bahwa Pemohon sebelumnya pernah mengajukan keberatan berkenaan pemindahan Ibu Kota Negara dan telah diputus MK. Dalam Putusan Nomor 40/PUU-XX/2022, MK menyatakan “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima”.

Oleh karena diputuskan tidak dapat diterima, maka posita Pemohon tidak diperiksa lebih lanjut. Makna lain yang serupa dengan frasa putusan “tidak diperiksa lebih lanjut” menurut pemikiran yang wajar tentunya adalah alasan permohonan Pemohon tidak diperiksa. Artinya, belum terjadi pengujian terhadap UU 3/2022 terhadap pasal-pasal yang didalilkan Pemohon.

Menurutnya, walau bertema sama tentang pemindahan Ibu Kota Negara, permohonan kali ini harus dipandang baru dan belum pernah diajukan mengingat risalah UU yang diajukan untuk diuji bukanlah UU 3/2022 melainkan UU 21/2023 terlebih pada pasal-pasal di uji merupakan materi baru.

“Pokok materi pengujian UU 3 /2022 nomor perkara juga oleh pemohon a quo adalah bahwa Penggunaan APBN akan berdampak signifikan terhadap proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan negara,” jelas Herifuddin.

Pemohon dalam Pemohonnya menguraikan bahwa ia merasa penggunaan APBN memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika terbukti bahwa penggunaan APBN ini merugikan kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana diatur dalam UU KPK, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Ia menilai, MK sebaiknya menunda pelaksanaan Pasal UU yang diuji hingga putusan akhir terhadap perkara ini. Selain itu, demi keselamatan bangsa dan negara, MK harus memerintahkan lembaga terkait untuk menyelidiki Presiden RI Joko Widodo mengenai kemungkinan adanya penyalahgunaan kebijakan dan APBN untuk kepentingan pribadi atau penyimpangan lainnya.

 

Nasihat Hakim

Menanggapi permohonan Pemohon tersebut, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyarankan Pemohon untuk melihat permohonan yang telah diputus MK, atau melihat permohonan yang pernah diajukan ke MK untuk memperbaiki dan melengkapi permohonan Pemohon khususnya pada bagian kewenangan MK. “Sebagai catatan yang saya sampaikan bahwa pada kewenangan MK ini pada dasarnya merupakan uraian menyatakan MK berwenang memeriksa ini dengan mencantumkan dasar hukum yang memberikan kewenangan kepada MK lalu diakhiri dengan penyimpul biasanya yang lazimnya itu agak berbeda dengan yang saudara ajukan,” jelas Ridwan.

Sebelum persidangan ditutup, Majelis Hakim memberikan waktu kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan selama 14 hari sejak sidang pendahuluan ini.

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Humas: Fauzan F.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi