Permohonan Uji Syarat Dukungan Bagi Calon Kepala Daerah Perseorangan Ditarik Kembali

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan atas pengujian Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) pada Selasa (16/7/2024).

Namun A. Fahrur Rozi sebagai salah satu dari tiga Pemohon yang mengajukan permohonan, menyatakan menarik kembali permohonan yang diajukan. Sebab setelah melakukan pengkajian mendalam, sambung Fahrur, Pemohon yang terdiri atas peneliti/pengamat, mahasiswa, dan advokat menyadari kedudukan hukum dalam pengajuan permohonan ini sehingga berkeputusan bersama-sama untuk mencabut permohonan perkara ini.

“Selain itu kami menemukan bahwa ketentuan pasal yang diujikan tersebut sudah sejalan dengan putusan MK. Sehingga kami putuskan untuk mencabut permohonan ini,” sebut Fahrur dalam Sidang Panel yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh  bersama dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur sebagai hakim anggota.

Terhadap pencabutan permohonan ini, Hakim Konstitusi Daniel menyebutkan akan melaporkan hal ini kepada Rapat Permusyawaratan Hakim. Untuk lanjutan dari keputusan nantinya akan disampaikan oleh Kepaniteraan MK kepada para Pemohon.

Baca juga: Menguji Ketentuan Syarat Dukungan Bagi Calon Kepala Daerah Perseorangan dalam Kontestasi Pilkada

Sebelumnya, Pemohon Perkara Nomor 43/PUU-XXII/2024 tersebut menyatakan bahwa keberadaan para Pemohon sangat mungkin menjadi alternatif untuk mengajukan calon perseorangan dalam kontestasi Pilkada. Sehingga sangat ingin diberikan kesempatan untuk dapat mengajukan calon perseorangan di luar pada jalur partai politik sebagaimana dijaminan hak konstitusionalnya dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Namun keberlakuan norma ini membuat sulit Pemohon untuk mendapatkan calon alternatif karena seluruh calon yang maju pada kontestasi pilkada ini didominasi oleh calon yang diusulkan oleh partai politik. Hal ini jelas bertentangan dengan UUD 1945 karena jelas melanggar moralitas dan hak konstitusional untuk mendapat kedudukan yang sama, kepastian hukum, dan kemudahan dalam mengakses hak yang diatur dalam undang-undang. Di samping itu, berlakunya angka persentase besaran syarat dukungan awal pencalonan calon perseorangan sangat tidak rasional dalam memberikan rasa keadilan dan persamaan di depan hukum.

Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e UU Pilkada bertentangan dengan UUD NRI1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercatat dan terverifikasi oleh Gubernur/Bupati/Walikota setempat minimal 5 yang masing-masing tersebar di 5 kabupaten/kota”.(*)

Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina

Source: Laman Mahkamah Konstitusi