Bawaslu: KPU Terbukti Melanggar Prosedur Rekapitulasi Hasil untuk Provinsi Kalsel
JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPRD Kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Selatan kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (14/5/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang untuk Perkara 191-01-03-22/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini dilaksanakan oleh Majelis Panel I yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Bawaslu yang diwakili oleh Akhmad Mukhlis dalam persidangan menjelaskan laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang teregister dengan pelapor Harli Muin yang pada pokoknya terdapat dugaan pelanggaran administratif Pemilu saat Rekapitulasi Nasional di KPU RI.
“Putusannya ialah menyatakan terlapor yaitu KPU RI terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan yang melanggar tata cara prosedur dan mekanisme pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat nasional,” ungkap Akhmad.
Sehingga merugikan PDIP (Pelapor) dan mengakibatkan PDIP kehilangan satu kursi untuk Daerah Pemilihan Kalsel II untuk Pemilihan jenis Pemilihan DPR.
“Ada keberatan tingkat nasional pada saat itu KPU RI tidak mengindahkan dikarenakan seharusnya telah diselesaikan di semua jenjang di TPS, KPPS, PPK, Kabupaten, Provinsi itu harusnya sudah diselesaikan ternyata keluar di tingkat nasional dimasukkan kedalam dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan masuk ke Bawaslu RI,” terang Akhmad.
Selanjutnya, anggota Bawaslu lainnya Lolly Suhenty menerangkan persoalan ini muncul disaat rekapitulasi nasional, maka kemudian ada dua mekanisme yang ditempuh di Bawaslu, yakni melakukan administrasi cepat atau administrasi biasa.
“Dikarenakan yang disoalkan banyak, maka untuk melakukan administrasi cepat tidak dimungkinkan. Karena itu lalu prosesnya Bawaslu mencoba melihat seluruh data-data yang ada di Bawaslu berdasarkan data yang dipunya selain C-Hasil juga yang ada di C-Bawaslu. Dari proses itu kemudian berdasarkan hasil persandingan 670 TPS yang ada di Kota Baru, Tanah Bumbu dan Kota Banjarmasin, Bawaslu melihat ada penambahan suara karena itu kemudian Bawaslu menyadari tidak bisa lagi memiliki kewenangan untuk masuk pada perselisihan hasil. Karena itulah bunyi dari penanganan pelanggaran administrasi kami sebatas pada menyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan yang melanggar tata cara dan prosedur mekanisme. Karena itu kemudian kewenangannya telah selesai di Bawaslu mengingat telah selesai rekapitulasi nasional,” terang Lolly.
Baca juga: PDIP Perebutkan Kursi Kelima di Dapil Kalimantan Selatan I
Ditindaklanjuti Bawaslu
Sementara Nurkhayat Santosa mewakili KPU sebagai Termohon, menyampaikan saat pleno rekapitulasi perolehan suara Nasional dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, diketahui Pemohon juga membuat laporan pelanggaran administrasi ke Bawaslu RI dengan KPU RI sebagai terlapor dan laporan tersebut telah ditindaklanjuti dengan Putusan Bawaslu.
“Putusan a quo sama sekali tidak menyatakan adanya kesalahan perhitungan suara dan tidak pula memerintahkan untuk melakukan perbaikan, atau penyandingan terkait perolehan suara baik suara Pemohon maupun partai lain,” tegas Nurkhayat.
Selanjutnya, Nurkhayat juga menjelaskan, persandingan antara Model C.Hasil-DPR dan D.Hasil. Kecamatan-DPR yang di dalilkan Pemohon dari masing-masing TPS di Kota Banjarmasin adalah tidak benar dan data-data yang didalilkan Pemohon merupakan angka-angka yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
“Terbukti dari 1940 TPS di Kota Banjarmasin, Pemohon hanya mampu menyandingkan perolehan suara di 386 TPS saja dan itupun bersumber dari data yang belum tentu dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga dalil permohonan Pemohon yang menyatakan telah terjadi penggelembungan suara PAN sejumlah 37.741 di Kota Banjarmasin adalah tidak berdasarkan hukum dan sepatutnya untuk dinyatakan ditolak,” ungkapnya.
Dalam permohonannya, sambung Nurkhayat, Pemohon juga mempersoalkan 4 TPS di Kabupaten Tanah Laut yaitu TPS 5 Desa Sumber Mulia, TPS 9 Desa Sumber Jaya, TPS 4 Desa Bluru dan TPS 2 Desa Pantai Harapan namun Pemohon tidak menampilkan data persandingan serta tidak menjelaskan berapa selisih suara yang menurut Pemohon pada TPS-TPS tersebut. Sehingga dalil Pemohon terkait tidak berdasar hukum sehingga haruslah ditolak
Menurutnya, permohonan Pemohon yang mendalilkan terkait pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu berlangsung tidak secara jujur dan tidak adil atau dugaan telah melanggar asas dan prinsip Pemilu, merupakan asumsi Pemohon dan bersumber dari penggiringan opini yang dilakukan Pemohon sendiri untuk mengelabui Mahkamah. Sejatinya proses rekapitulasi perolehan hasil suara disemua tingkatan dalam Pemilu 2024 khususnya untuk pengisian keanggotaan DPR RI Dapil Kalimantan Selatan II, telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tidak Beralasan Hukum
Sementara Partai Amanat Nasional (PAN) selaku Pihak Terkait yang diwakili oleh Muhammad Ridho Fuadi menolak seluruh dalil-dalil yang disampaikan dalam pokok permohonan Pemohon. Terhadap dalil Pemohon yang berkaitan dengan penambahan suara Partai Amanat Nasional sebanyak 278.005 suara tersebut adalah tidak benar dan tidak berdasar hukum karena perolehan suara PAN sebanyak 278.005 suara tersebut telah didasarkan, D.Hasil Provinsi, D.Hasil Kota Banjarmasin, D.HASIL Kabupaten Tanah Bumbu, D Hasil Kabupaten Kotabaru.
Perolehan suara Pihak Terkait sebesar 278.005 tersebut merupakan perolehan suara yang telah melewati proses rekapitulasi secara berjenjang, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional, perolehan suara Pihak Terkait konsisten dan tidak ada perbedaan hasil penghitungan perolehan suara pada setiap tingkatan rekapitulasi. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi