Perludem Tarik Permohonan Uji Pelaksanaan Pilkada

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang atas permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Kamis (7/3/2024). Sidang kedua dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) ini digelar di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK.

Wakil Ketua MK Saldi Isra sebagai Ketua Sidang Panel bersama dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Arsul Sani menyebutkan, Mahkamah menerima surat elektronik yang dikirim Pemohon melalui kuasa hukumnya pada 05.57 WIB. Isi surat pada intinya Pemohon mencabut permohonan pengujian materiil UU Pilkada. Sebagai bentuk sikap kehati-hatian, Mahkamah membutuhkan konfirmasi atas isi surat tersebut dan alasan penarikan permohonan Perkara Nomor 29/PUU-XXII/2024 ini.

Fadli Ramadhanil selaku kuasa hukum Pemohon membenarkan pihaknya melakukan penarikan permohonan dan telah mengirimkan surat elektronik kepada Mahkamah. “Memang benar surat tersebut dikirimkan oleh prinsipal melalui kuasa hukum tentang penarikan permohonan. Alasannya berdasarkan nasihat (panel hakim) dan memperhatikan hasil persidangan pertama, kami mempertimbangkan akan ajukan kembali sekaligus dengan pemetaan pemilu nasional nantinya,” jelas Fadli yang menghadiri persidangan secara daring.


Baca juga:

Perludem Minta Pilkada Dilaksanakan Maret 2025


Sebagai tambahan informasi, Perludem dalam berkas permohonan Nomor 29/PUU-XXII/2024 menguji Pasal 201 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) UU Pilkada. Pada inti permohonannya, Perludem meminta MK memberikan pemaknaan baru dalam norma tersebut agar pemungutan suara serentak nasional pilkada dilaksanakan pada Maret 2025 dan pelantikannya paling lambat Juli 2025.

“Pentingnya mengatur kembali jadwal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak, pelantikan serentak, dan hubungannya dengan penguatan sistem presidensiil dan sistem pembangunan nasional dan pembangunan daerah,” ujar kuasa hukum Perludem, Fadli Ramadhanil dalam sidang perdana pada Jumat (23/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Ketentuan dalam UU Pilkada memerintahkan jadwal penyelenggaraan pilkada pada November 2024. KPU pun sudah memutuskan akan menyelenggarakan pemungutan suara pilkada pada 27 November 2024. Bahkan, menurut Perludem, pada akhir-akhir ini mulai ada petunjuk yang mengindikasikan pemungutan suara serentak pilkada di seluruh wilayah Indonesia akan dimajukan menjadi September 2024.

Perludem menilai, ketentuan dalam UU Pilkada tersebut akan berimplikasi kepada banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024 untuk memilih Presiden serta memilih anggota legislatif DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota (pilpres serta pileg). Persinggungan tahapan ini jelas akan mengakibatkan beban kerja yang kompleks, rumit, dan tidak rasional kepada penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Perludem berpendapat, bukan hanya masalah teknis penyelenggaraan pemilihan saja, penentuan jadwal tahapan pilkada juga berdampak langsung terhadap manajemen penyelenggaraan pemilu dan kualitas kedaulatan rakyat untuk menentukan sendiri gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya, serta wali kota dan wakil wali kotanya.

Dengan demikian, Perludem menyatakan, penentuan jadwal pelaksanaan Pilkada pada 27 November 2024 akan memunculkan masalah konstitusional, yakni tidak akan dapat diselenggarakannya pilkada secara jujur, adil, dan demokratis. Mahkamah dinilai penting memberikan perlindungan konstitusional dengan memberikan tafsir baru terhadap ketentuan UU a quo dan memutuskan jadwal penyelenggaraan pilkada dilaksanakan pada Maret 2025 dan pelantikan wajib dilaksanakan pada Juli 2025.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Humas: Tiara Agustina.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi