Pemohon Cabut Uji Putusan MK Perihal Syarat Usia Capres-Cawapres
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, pada Senin (26/2/2024). Permohonan perkara Nomor 9/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Adoni Y. Tanesab. Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
Semestinya, agenda sidang kali ini adalah penerimaan perbaikan permohonan. Akan tetapi, Kepaniteraan MK melaporkan bahwa Pemohon melalui kuasanya telah mengirimkan surat yang pada intinya melakukan penarikan atau pencabutan permohonan.
“Apakah betul? Saya minta konfirmasi,” tanya Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam persidangan.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Marthen Boiliu selaku kuasa Pemohon menyampaikan Pemohon prinsipal telah mempertimbangkan untuk menarik atau mencabut permohonan. “Kami mempertimbangkan saran-saran Majelis Hakim dalam persidangan yang lalu serta kami juga berkonsultasi dengan Pemohon prinsipal. Pada intinya Pemohon memutuskan mencabut, menarik permohonan ini, Yang Mulia,” terang Marthen.
Baca juga:
Menguji Putusan MK Perihal Syarat Usia Capres-Cawapres
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK, Rabu (7/2/2024), Pemohon melalui kuasanya berpandangan bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak konsisten dengan Putusan Nomor 29/PUU-XXI/2023, Putusan Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Putusan Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang menguji konstitusionalitas pasal yang sama dimana para Pemohonnya dipandang MK memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Hal tersebut dianggap Pemohon telah merugikan dirinya karena tidak memberikan kepastian dan keadilan hukum.
“Haknya dirugikan untuk memilih pasangan yang diinginkan justru yang seharusnya memperoleh legitimasi aturan yang memiliki kekuatan hukum dan memiliki keadilan hukum di dalamnya itu tidak diperoleh. Sehingga ia mengajukan permohonan pengujian putusan 90 (Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023) ini supaya dibatalkan maka pemohon menganggap calon pilihan dia memperoleh dasar hukum yang memiliki keadilan di dalamnya,” terang kuasa hukum Pemohon, Marthen Boiliu.
Sehingga pada petitumnya, Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi, "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Sebagai informasi, MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi