Advokat Kurangi Objek Permohonan Uji UU Arbitrase
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1707127684_c9e1ce82a77685cf41a3.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS), Senin (5/2/2024). Diding Jalaludin selaku Pemohon hadir di Ruang Sidang Panel MK menjabarkan hal-hal yang telah disempurnakan. Di antaranya, objek permohonan semula berupa empat pasal yaitu Pasal 65, Pasal 66 huruf d, Pasal 67 ayat (2), serta Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) UU Arbitrase menjadi dua pasal, yakni Pasal 65 dan Pasal 67 ayat (2) UU Arbitrase.
“Berikutnya Pemohon juga memperbaiki kerugian hak konstitusional yang dialami, yaitu dengan tidak diaturnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memberitahukan pengumuman arbitrase internasional telah merugikan hak Pemohon sebagai kuasa hukum para pihak yang berkepentingan. Sehingga hal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” jelas Diding di hadapan Panel Hakim yang terdiri dari Hakim Konstitusi Anwar Usman, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dari Ruang Sidang Pleno, Gedung 1, MK.
Baca juga : Advokat Uji UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ke MK
Untuk diketahui, pada Sidang Pendahuluan pada Selasa (23/1/2024), Pemohon yang hadir tanpa didampingi kuasa hukum mengatakan, dirinya sedang terlibat dalam proses penjajakan kesepakatan dengan salah satu perusahaan asing yang menjadi pihak dalam perkara arbitrase internasional. Pemohon menyampaikan perkaranya telah diputus oleh majelis arbitrase sebuah lembaga arbitrase asing. Dalam komunikasi yang dilakukan dengan pihak perusahaan tersebut, mereka mendapatkan informasi bahwa putusan arbitrase internasional memutuskan mereka sebagai pihak yang dimenangkan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sehingga diharapkan putusan tersebut dapat segera dilaksanakan/dieksekusi di Indonesia. Pemohon dalam perkara a quo merasa gembira karena pihak perusahaan telah mendapatkan informasi, putusan arbitrase internasional yang memenangkan pihaknya sudah terdaftar di Indonesia. Namun, di sisi lain, Pemohon merasa heran dan bertanya-tanya, bagaimana perusahaan asing tersebut dapat mengetahui putusan arbitrase internasional itu telah terdaftar? Sementara dalam UU Arbitrase dan APS tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berkewajiban memberitahukan perihal pendaftaran putusan arbitrase internasional kepada para pihak yang berkepentingan.
Menurut Pemohon, setiap tindakan atau hasil dari tindakan yang dilakukan salah satu pihak yang terikat dalam suatu perkara harus diberitahukan secara patut kepada pihak-pihak yang terikat dengan perkara dimaksud. Sehingga para pihak dapat mengetahui dan melakukan hak atau kewajiban hukum dari tindakan atau hasil dari tindakan perkara tersebut. Kewajiban memberitahukan tindakan sebagaimana diberikan kepada Pemohon yang akan melakukan suatu permohonan arbitrase. Pemohon wajib memberitahukan termohon perihal maksudnya tersebut. Hal tersebut diatur dalam Pasal 8 ayat UU Arbitrase dan APS.
Pemohon mengatakan, tiadanya aturan yang mewajibkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memberitahukan mengenai pendaftaran putusan arbitrase internasional yang seharusnya dimuat dalam Pasal 65 UU Arbitrase dan APS telah merugikan hak konstitusional Pemohon sebagai kuasa hukum para pihak yang berkepentingan. Padahal Pemohon sebagai kuasa hukum para pihak memiliki hak atas kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta hak untuk memperoleh informasi sebagaimana diatur Pasal 28F UUD 1945.
Dalam salah satu petitumnya, Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 66 huruf d UU Arbitrase dan APS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta meminta MK menyatakan Pasal 67 ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “(2) Terhadap Permohonan pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional Ketua Pengadilan Negeri dapat menerima dengan memberikan perintah pelaksanaan/eksekusi putusan atau menolak permohonan tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang ini.” (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina
Source: Laman Mahkamah Konstitusi