Advokat Perbaiki Uji Unsur Motif dalam KUHP

JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang lanjutan Pengujian Materiil Pasal 340 Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) kembali digelar Mahkamah Konstitusi, pada Selasa (30/1/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Agenda sidang yaitu pemeriksaan perbaikan permohonan perkara Nomor 1/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh seorang Advokat, Abdul Hakim.

Sidang tersebut digelar secara luring dan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Pemohon yang diwakili Deddy Rizaldi Arwin Gommo menyebut bahwa pihaknya belum memasukkan aspek filosofis maupun jurnal hukum dari negara lain, sebagaimana saran panel hakim pada persidangan sebelumnya.

“Karena setelah penelusuran kami lakukan belum mendapatkan hasil yang cukup maksimal. Terus terkait dengan penulisan pasal UU mengambil referensi dari putusan MK juga sudah disesuaikan dalam perbaikan ini,” ujarnya.

Selanjutnya, sambung Deddy, terkait dengan petitum, pihaknya juga telah menambahkan tambahan lembar negara. “Perbaikan kode pos sudah kami akomodir juga dalam perbaikan permohonan ini,” terangnya.


Baca juga:

Advokat Minta Unsur Motif Menjadi Pertimbangan Hukuman


Sebagai tambahan informasi, seorang Advokat bernama Abdul Hakim, menguji Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Abdul Hakim (Pemohon) mengujikan unsur ”Motif” dalam Pasal 340 KUHP yang menyatakan, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 1/PUU-XXII/2024 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (17/1/2024) Pemohon yang diwakili kuasanya, Nathan Christy Noah menjelaskan bahwa sebagai seorang advokat Pemohon sering kali memberi bantuan hukum dalam perkara tindak pidana pembunuhan maupun pembunuhan berencana. “Dalam proses bantuan hukum tersebut, Pemohon merasa tidak adanya pemaknaan yang jelas, lengkap, dan komprehensif terhadap penentuan ‘motif’ dalam tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana tercantum dalam Pasal 340 KUHP,” ujar Nathan.

Padahal menurut Pemohon, motif merupakan aspek penting dalam mempertimbangkan putusan di pengadilan. Artinya, semakin berat motifnya, semakin tinggi tingkat kesalahannya sehingga hukuman yang dijatuhkan semakin berat. Berlaku juga sebaliknya, semakin ringan motifnya semakin rendah kesalahannya, maka semakin ringan hukuman yang akan dijatuhkan. Pemohon menambahkan bahwa menjadi suatu ketidakadilan apabila pembunuhan berencana yang dilakukan dengan motif pembelaan diri dan pembunuhan berencana dengan motif balas dendam dijatuhi dengan hukuman sama karena memenuhi unsur delik yang sama tanpa dipertimbangkan lebih dahulu motif delik sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan.

Pemohon dalam petitumnya meminta MK agar menyatakan Pasal 340 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan memiliki maksud, dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Humas: Fitri Yuliana.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi