Ketentuan Pencalonan Caleg DPR Lewat Jalur Parpol Diuji ke MK

JAKARTA, HUMAS MKRI – Seorang advokat bernama M Robby Candra mencari celah untuk bisa menjadi calon legislatif (caleg) anggota DPR ataupun DPRD dari jalur perseorangan dengan mengajukan permohonan pengujian materiil Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon membacakan perbaikan permohonannya dalam sidang yang digelar pada Senin (22/1/2024) di Ruang Sidang Pleno.

“Saya mempunyai keinginan untuk menjadi anggota DPR atau DPRD untuk pemilu yang akan datang,” ujar Robby di hadapan Ketua Majelis Panel Saldi Isra yang didampingi Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Kendati demikian, sampai Perkara Nomor 167/PUU-XXI/2023 ini diajukan ke MK, Pemohon belum mencoba mengajukan diri menjadi caleg dari partai politik. Pemohon menginginkan untuk menjadi caleg lewat jalur perseorangan. Atas adanya norma ini, Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena tidak bisa menjadi calon anggota DPR maupun DPRD sebab tidak memenuhi persyaratan sebagai anggota partai politik peserta pemilu.

Pasal 1 angka 27 UU Pemilu tersebut berbunyi, “Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan untuk Pemilu anggota DPD, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan untuk pemilu anggota DPD, dan pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk Pemilu Prisiden dan Wakil Presiden.” Kemudian, Pasal 240 ayat (1) berbunyi, “Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: huruf n. menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu.”

Pemohon menjadikan Pasal 28D ayat (3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar pengujian. Menurut Pemohon, persyaratan menjadi anggota partai politik peserta pemilu untuk pencalonan anggota DPR maupun DPRD merupakan bentuk diskriminasi terhadap individu atau perorangan warga negara Indonesia. Karena itu, Pemohon mengatakan, norma tersebut bertentangan dengan hak konstitusional yang diatur UUD bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Baca juga: Mencari Celah Jadi Anggota DPR Lewat Jalur Perseorangan

Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 1 angka 27 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Peserta Pemilu adalah partai politik dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan untuk Pemilu anggota DPD, dan pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.” Pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 240 ayat (1) huruf n UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “(1) Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: huruf n. anggota partai politik peserta pemilu atau perseorangan.

Saldi Isra mengatakan permohonan ini akan dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang setidak-tidaknya dihadiri tujuh hakim konstitusi. Dalam RPH tersebut, nasib permohonan ini akan diputuskan apakah akan lanjut ke tahap berikutnya ke sidang pleno/pembuktian lebih lanjut atau langsung diputus tanpa adanya sidang pleno. (*)

Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim

Source: Laman Mahkamah Konstitusi