Advokat Minta Unsur Motif Menjadi Pertimbangan Hukuman

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar persidangan Pemeriksaan Pendahuluan Pengujian Materiil Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Rabu (17/1/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara dengan nomor 1/PUU-XXII/2024 ini dimohonkan oleh seorang Advokat, Abdul Hakim.

Pemohon mengujikan unsur ”Motif” dalam Pasal 340 KUHP yang menyatakan, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Di hadapan sidang panel yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, Pemohon yang diwakili kuasanya, Nathan Christy Noah menjelaskan bahwa sebagai seorang advokat Pemohon seringkali memberi bantuan hukum dalam perkara tindak pidana pembunuhan maupun pembunuhan berencana. “Dalam proses bantuan hukum tersebut, Pemohon merasa tidak adanya pemaknaan yang jelas, lengkap, dan komprehensif terhadap penentuan ‘motif’ dalam tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana tercantum dalam Pasal 340 KUHP,” ujar Nathan.

Padahal menurut Pemohon, motif merupakan aspek penting dalam mempertimbangkan putusan di pengadilan. Artinya, semakin berat motifnya, semakin tinggi tingkat kesalahannya sehingga hukuman yang dijatuhkan semakin berat. Berlaku juga sebaliknya, semakin ringan motifnya semakin rendah kesalahannya, maka semakin ringan hukuman yang akan dijatuhkan. Pemohon menambahkan bahwa menjadi suatu ketidakadilan apabila pembunuhan berencana yang dilakukan dengan motif pembelaan diri dan pembunuhan berencana dengan motif balas dendam dijatuhi dengan hukuman sama karena memenuhi unsur delik yang sama tanpa dipertimbangkan lebih dahulu motif delik sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan.

Selanjutnya, tidak diwajibkannya pembuktian motif dalam suatu perkara pidana pembunuhan berencana, memungkinkan terdakwa dengan motif yang berbeda dijatuhi hukuman yang sama. Hal ini menurut Pemohon, melanggar hak terdakwa untuk membela diri dan diperlakukan secara adil, sehingga membatasi Pemohon dalam melakukan pembelaan secara maksimal terhadap hak klien.

Pemohon juga menegaskan alasan-alasan pentingnya keberadaan motif, yaitu dapat dijadikan penunjang alat petunjuk, menjadi dasar hakim untuk memahami dan menghubungkan fakta dengan pertanggungjawaban pelaku, penunjang rasionalitas dalam suatu peristiwa, dan benang merah aspek psikologi atau mental element dalam menggambarkan tingkat kesalahan pelaku.

Berdasarkan dalil-dalil tersebut, Pemohon meminta MK agar menyatakan Pasal 340 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan memiliki maksud, dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

 

Saran Perbaikan

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan Pemohon agar memperkuat referensi-referensi asing dari jurnal ilmiah untuk mengajukan permohonan ini supaya dapat menyakinkan hakim. “Ini ada juga jurnal hukum, kalau bisa diperbanyak lagi terkait alasan ini,” kata Daniel menasihati.  

Sementara Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan permohonan telah sesuai dengan Peraturan MK (PMK 2/2021). Namun demikian Guntur memberikan catatan minor soal kesalahan penulisan pada bagian kewenangan MK.

Di ujung sidang, Panel Hakim Konstitusi memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan. Adapun berkas perbaikan permohonan paling lambat diterima Kepaniteraan MK pada Rabu 31 Januari 2024.

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Humas: Fitri Yuliana.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi