Tukang Bangunan Perbaiki Permohonan Uji Aturan Gugurnya Praperadilan
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1705493180_06ddc48d783a209e734f.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Seorang tukang batu/bangunan dari Malang, Jawa Timur, bernama Imam Subekti (Pemohon) memperbaiki permohonan pengujian Pasal 82 ayat (1) huruf d dan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pemohon menyampaikannya dalam sidang panel perbaikan permohonan Perkara Nomor 163/PUU-XXI/2023 pada Rabu (17/1/2024) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat.
Pemohon yang beperkara di MK tanpa didampingi kuasa hukum itu menganggap hak dan kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP. Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP menyatakan, “Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur”.
Kemudian, dalam perbaikan permohonan, Pemohon menambahkan Pasal 83 ayat (1) KUHAP untuk diuji karena dianggap berkaitan dengan pokok permohonan. Pasal 83 ayat (1) KUHAP menyatakan, “Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding”.
Permohonan ini diajukan Pemohon sebagai buntut dari perkara pidana yang bergulir di Pengadilan Negeri Fakfak, Papua Barat. Permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon di Pengadilan Negeri Fakfak dengan nomor 1/Pid.Pra/2021/PN Ffk diputus gugur. Alasan permohonan praperadilan tersebut gugur karena pemeriksaan pokok perkara telah mulai disidangkan.
Padahal, menurut Pemohon, pemeriksaan pokok perkara dimulai meskipun kelengkapan berkas perkara belum terpenuhi, terdapat permintaan praperadilan terkait penetapan tersangka disertai alasan-alasan penetapan tersangka di awal penyidikan, berita acara pemeriksaan tidak berdasarkan hukum, serta berita acara pemeriksaan saksi tidak atau belum selesai sampai dimulainya sidang praperadilan maupun sidang perkara pokoknya. Pemohon menganggap hal ini sebagai upaya untuk menghindari dan menggugurkan permohonan praperadilan.
Pemohon berpendapat, Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 demi menjamin kepastian hukum serta kemandirian lembaga peradilan, sebagai konsekuensinya Pasal 83 ayat (1) KUHAP putusan praperadilan setidak-tidaknya dapat dimintakan peninjauan kembali. Pasal 83 ayat (1) KUHAP pada frasa “tidak dapat dimintakan banding” bertentangan dengan UUD 1945. Terlebih lagi, terdapat Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang menyatakan, terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
“Ketua pengadilan setidak-tidaknya telah mengetahui alasan pemohon mengajukan praperadilan dan yang selanjutnya ketua pengadilan setelah menerima surat pelimpahan berkas perkara dari penuntut umum setidak-tidaknya tidak melanjutkan perkara pokoknya karena berkas perkaranya belum lengkap,” ujar Imam Subekti di hadapan majelis sidang panel yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah serta didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Anwar Usman.
Sebelum menutup persidangan, Guntur mengatakan, permohonan ini akan dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang dihadiri seluruh hakim (sembilan hakim konstitusi). Nasib kelanjutan permohonan perkara ini diputus dalam RPH tersebut.
Baca juga:
Tukang Bangunan Uji Aturan Gugurnya Praperadilan dalam KUHAP
Sebagai tambahan informasi, Imam Subekti mengungkapkan kasus konkret pokok perkara Nomor 73/Pid.B/2021/PN Ffk terkait dugaan penganiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 351 ayat (1) KUHAP dengan tersangka atas nama Aldi Yudhistira, mulai disidangkan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Menurut Imam, perkara pokok tersebut mulai disidangkan dengan maksud dan tujuan untuk menggugurkan permohonan praperadilan.
Ditelusuri melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Fakfak, Pemohon mendaftarkan permohonan praperadilan pada 9 November 2021. Pemohon meminta Pengadilan Negeri Fakfak menyatakan tindakan termohon dalam hal ini Polri Resort Fakfak Satuan Reserse Kriminal menetapkan tersangka adalah tidak sah dan berdasar atas hukum.
Sementara, kata Pemohon, Perkara Pokok Nomor 73/Pid.B/2021/PN Ffk mulai disidangkan pada 23 November 2021, sebelum adanya putusan permohonan praperadilan. Kemudian pada 26 November 2023, Pengadilan Negeri Fakfak menyatakan permohonan praperadilan gugur.
Pemohon menilai, permohonan praperadilan yang diajukannya gugur akibat adanya Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP. Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi