Tukang Bangunan Uji Aturan Gugurnya Praperadilan dalam KUHAP
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1703066098_3a346e33d7a386318d95.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Imam Subekti, seorang tukang batu/bangunan dari Malang, Jawa Timur mengajukan permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Imam dalam permohonan Perkara Nomor 163/PUU-XXI/2023 menganggap hak dan kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP.
“Sebagaimana Putusan Praperadilan Nomor 1/Pid.Pra/2021/PN.Ffk yang menyatakan permohonan praperadilan Pemohon gugur,” ujar Imam dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK yang dihadirinya melalui video conference, pada Rabu (20/12/2023).
Pemohon mendalilkan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP tidak memberikan batasan yang jelas mengenai gugurnya permohonan praperadilan. Hal ini bisa menimbulkan kewenangan penyidik dan jaksa dan /atau yang lainnya untuk mengupayakan gugurnya permohonan praperadilan.
Pemohon mengatakan, Perkara Pokok Nomor 73/Pid.B/2021/PN Ffk terkait dugaan penganiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 351 ayat (1) KUHAP dengan tersangka atas nama Aldi Yudhistira, mulai disidangkan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Menurut Pemohon, perkara pokok tersebut mulai disidangkan dengan maksud dan tujuan untuk menggugurkan permohonan praperadilan.
Ditelusuri melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Fakfak, Pemohon mendaftarkan permohonan praperadilan pada 9 November 2021. Pemohon meminta Pengadilan Negeri Fakfak menyatakan tindakan termohon dalam hal ini Polri Resort Fakfak Satuan Reserse Kriminal menetapkan tersangka adalah tidak sah dan berdasar atas hukum.
Sementara, kata Pemohon, Perkara Pokok Nomor 73/Pid.B/2021/PN Ffk mulai disidangkan pada 23 November 2021, sebelum adanya putusan permohonan praperadilan. Kemudian pada 26 November 2023, Pengadilan Negeri Fakfak menyatakan permohonan praperadilan gugur.
Pemohon menilai, permohonan praperadilan yang diajukannya gugur akibat adanya Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP. Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengingatkan bahwa MK bukan lembaga yang menyelesaikan kasus konkret atau upaya hukum berikutnya ketika permohonan praperadilan dinyatakan gugur. MK berfungsi untuk menyelesaikan pengujian undang-undang terkait konstitusionalitas norma, sehingga Pemohon seharusnya menguraikan argumentasi pertentangan norma dalam UUD 1945 termasuk kerugian konstitusional yang dialami Pemohon atas adanya norma dalam undang-undang tersebut.
“Bukan kasus konkret dari Pak Imam Subekti. Kalau ini yang Bapak uraikan kasus konkret semua, belum menjelaskan apakah pasal tersebut yang dimohonkan itu bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang Dasar,” tutur Enny dalam nasihatnya.
Berikutnya, Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam nasihatnya juga mengingatkan bahwa pengujian Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP ini bukan pertama kalinya. Berdasaskan asas hukum ne bis in idem, pasal-pasal yang pernah diuji di MK tidak dapat diuji Kembali kecuali apabila terdapat dasar atau alasan yang berbeda.
“Silakan Pak Imam lihat putusan-putusan MK sebelumnya, sehingga dalil yang disampaikan Pak Imam ini apakah ada kesamaan dengan perkara yang pernah diputus MK sebelumnya,” kata Anwar.
Sementara Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah yang menjadi ketua panel sidang ini menasihati Pemohon seharusnya mempelajari Putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015 yang diperkuat dengan Putusan MK Nomor 66/PUU-XVI/2018, 27/PUU-XXI/2023, dan 123/PUU-XXI/2023 terkait pengujian norma yang sama. Menurut Guntur, dalil-dalil permohonan yang diajukan Pemohon bisa saja sama dan sudah terjawab dalam putusan-putusan tersebut.
“Jadi sudah ada beberapa putusan yang sudah menjawab tetapi ini perlu dipelajari Pemohon,” tutur Guntur.
Namun demikian, apabila Pemohon tidak setuju dengan pertimbangan hukum Mahkamah dalam putusan-putusan tersebut, Pemohon dapat memperbaiki permohonan dengan mengajukan dalil-dalil atau alasan permohonan yang berbeda dan meyakinkan hakim konstitusi. Pemohon dapat menyampaikan perbaikan permohonan paling lambat 2 Januari 2024 pukul 09.00 WIB.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi