Ahli Waris Pertegas Penyebab Terhalangi Haknya atas Tenggang Waktu Gugatan di PTUN

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Pasal 55 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Senin (18/12/2023). Sidang Panel atas permohonan Perkara Nomor 149/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Cecilia Soetanto ini dilaksanakan di Ruang Sidang Panel MK oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah bersama dengan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Anwar Usman.

Yoshua Adhinugraha Mandiraatmadja selaku kuasa hukum menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan dari pengujian Pasal 55 UU PTUN. Beberapa di antaranya penyempurnaan sistematika permohonan dan penambahan uraian kerugian konstitusional. Dikatakan Yoshua bahwa sebenarnya permohonan terkait pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang Pasal 55 UU PTUN yang tidak membahas pihak ketiga yang tidak dituju oleh nota usaha negara sehingga Mahkamah Agung mengeluarkan dua buah SEMA.

“Meski di bawah undang-undang, SEMA tersebut seolah berlaku sebagai penjelasan dari Pasal 55 UU PTUN.  Sementara untuk UU Adminduk telah ditelusuri tentang masalah KTP dan Hak Kematian, maka tidak ditemukan adanya mekanisme perbaikan data kependudukan yang telah meninggal oleh ahli waris. Sebab, perbaikan hanya dapat dilakukan oleh pengadilan. Oleh karenanya pula ada perbaikan pada perumusan petitumnya agar tidak terjadi kontradiktif dengan norma lainnya,” jelas Yoshua.

Baca juga: Hak Waris Terhalangi Akibat Tenggang Waktu Gugatan di PTUN

Pada sidang pemeriksaan pendahuluan pada Senin (4/12/2023) lalu, Pemohon menjelaskan kasus konkret bahwa permasalahan KTP ganda telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Namun pada kenyataannya, pelanggaran atas kepemilikan identitas ganda ini masih sering ditemui, termasuk yang dialami Pemohon saat harus menghadapi kebuntuan dengan dikeluarkannya Putusan PTUN Nomor 150/G/2023/PTUN.JKT. Bahwa ayah dari Pemohon memiliki dua identitas dengan nama yang sangat mirip, sehingga sangat memungkinkan diterbitkannya dua akta kematian, dua surat keterangan waris, dan dua kasus gugat-menggugat karena ketidakjelasan administrasi atas satu orang yang sama dengan nama berbeda. Akibat dari kesalahan dalam data kependudukan dari orang tua Pemohon, dirinya tidak dapat menyelesaikan permasalah utama dalam memperoleh hak waris yang dipermasalahkan (Pengugat) di PTUN. Sebab, Disdukcapil tidak dapat menghilangkan begitu saja data kependudukan ganda yang menjadi dasar dalam penyelesaian gugatan di pengadilan akibat adanya putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap. (*)

Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi