UU LLAJ Wajibkan Beri Pertolongan pada Korban Kecelakaan
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1701251004_669275fce78184856c47.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya terhadap uji materiil Pasal 531 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 312 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLLAJ). Sidang Pengucapan Putusan Nomor 114/PUU-XXI/2023 digelar di Ruang Sidang Pleno MK pada Rabu (29/11/2023).
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah Putusan dari permohonan yang diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan ini, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyebutkan bahwa Mahkamah berpendapat frasa “sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak ada menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya” tidak sama dengan yang ada pada norma sesungguhnya. Seharusnya “tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain”.
Atas fakta hukum ini, lanjut Guntur, Mahkamah menilai Pemohon tidak teliti mengutip norma Pasal 531 KUHP yang dimohonkan dalam pengujian. Sehingga, menimbulkan ketidakpastian frasa masanakah yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Namun Mahkamah dapat memahami maksud Pemohon, sehingga apabila frasa tersebut dihapuskan justru akan mengalami perubahan makna. Hal ini berarti siapapun yang menyaksikan ada orang yang sedang menghadapi maut, maka diancam pidana bahkan jika orang yang menghadapi maut tersebut meninggal, maka siapapun yang menyaksikan meninggalnya orang tersebut dikenakan pidana denda atau kurungan.
Dalam pandangan Mahkamah, norma Pasal 531 KUHP tersebut telah memberikan makna yang esensial dan mendasar menurut kemanusiaan yang beradab, sehingga urgensi memberikan pertolongan dalam norma tersebut merupakan suatu conditio sine qua non. Apabila dikaitkan dengan “Good Samaritan Law”, menurut Mahkamah esensi pertolongan dalam norma tersebut memiliki pemaknaan yang sama, yaitu menempatkan seseorang yang dalam/sedang mengalami bahaya maut, yang menurut penalaran yang wajar, membutuhkan pertolongan. Sementara konstruksi hukum dari Pasal 531 KUHP lebih impresif dari dengan “Good Samaritan Law” dalam memaknai pertolongan bagi seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan karena menghadapi bahaya maut atau ancaman fisik yang mematikan.
“Ancaman sanksi pidana dan sifat impresif dari pertolongan yang diberikan sebagaimana termaktub pada Pasal 531 KUHP tersebut merupakan wujud dari prinsip 'beneficience' dan 'non-maleficence', yakni mendahulukan untuk mengatasi bahaya dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain,” jelas Guntur.
Wajib Memberikan Pertolongan
Sementara berkaitan dengan frasa “tanpa alasan” pada Pasal 312 UU LLAJ yang didalilkan Pemohon, Mahkamah berpendapat jika frasa demikian dinegasikan justru mewajibkan setiap orang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas wajib memberikan pertolongan pada korban kecelakaan. Jika frasa “tanpa alasan” dihilangkan dapat bermakna setiap orang yang tidak menghentikan kendaraannya, tidak memerikan pertolongan, atau tidak melaporkan adanya kecelakaan lalu lintas kepada kepolisian terdekat namun terlibat kecelakaan, patut dipidana tanpa perlu mengetahui alasan mengapa orang tersebut tidak memberikan pertolongan atau tidak melaporkan kecelakaan yang dimaksud.
Atas hal ini Mahkamah menilai frasa “tanpa alasan” dalam norma tersebut memiliki konteks implikasi yuridis yang serius. Dengan mengetahui alasan atau motif tersebut, tidak lain dalam rangka penegakan hukum lalu lintas dan hukum pidana. Oleh karena itu, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma terhadap frasa “tanpa alasan”. Sebaliknya, sambung Guntur, frasa tersebut merupakan unsur penting dalam memahami keutuhan bangunan norma Pasal 321 UU LLAJ. Dengan demikian, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Baca juga:
Penolong Korban Kecelakaan Dapat Dipidana?
Pemohon Perkuat Dalil Terkait Menolong Korban Kecelakaan Merupakan Tindakan Sukarela
Pemohon mengatakan Pasal 531 KUHP menegaskan seseorang yang melakukan pertolongan korban kecelakaan apabila dapat membahayakan korban dan bagi orang lain, maka yang melakukan pertolongan dapat dipidanakan. Sehingga norma demikian tidak memberikan apresiasi dari tindakan nurani seseorang yang menolong korban kecelakaan atau mengecualikan pertanggungjawaban spontanitas yang timbul dari naluri kepedulian membantu sesama yang membutuhkan pertolongan.
Sementara terkait dengan Pasal 312 UU LLAJ, Pemohon memaknai bahwa seseorang tidak diberikan kesempatan memberikan penjelasan tidak melapor segera ke Kepolisian apabila seseorang tersebut berada di lokasi kecelakaan dan melihat suatu kecelakaan. Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan frasa “sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak ada menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya” Pasal 531 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat. Kemudian menyatakan frasa “tanpa alasan” Pasal 312 UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim
Source: Laman Mahkamah Konstitusi