Ketua MK Buka Konferensi APHTN-HAN

BATAM, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membuka Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata  Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) ke-2 Tahun 2023, pada Jumat (29/9/2023), yang berlangsung di Batam, Kepulauan Riau.

Dalam kegiatan yang bertema “Dinamika Permilihan Umum dan Penyelenggaraan Negara sebagai Implementasi UUD 1945”, Anwar mengatakan Pemilu Serentak pada 2019 lalu, terasa begitu menguras perhatian, sumber daya, dan energi yang besar, harus dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ada pihak yang menyalahkan perubahan sistem pemilu, dari yang semula terpisah, antara Pileg dan Pilpres, namun ada pula yang menyatakan keserentakan pemilu merupakan bagian konsekuensi dari sistem presidensiil yang dianut oleh Konstitusi. Meskipun ada perbedaan pandangan, namun MK telah berikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk menuntaskan amanah konstitusi, dalam memeriksa dan memutus perkara PHPU, dengan sebaik-baiknya. Terlepas dari apapun isi putusan, yang jelas MK tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak. Untuk itu, pada Pemilu Serentak Tahun 2019, setidaknya ada dua catatan, agar bisa menjadi perhatian bersama.

Berikutnya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam ceramah kuncinya mengatakan, MK harus berhati-hati dalam memeriksa, memutus dan mengadili perselisihan hasil pemilu, terutama pemilu 2024 mendatang karena merupakan siklus 25 tahunan pergantian era. “Kalau saya amati secara jelas, secara mendalam, proses pergantian suatu era ke era yang lain antara 25 sampai 30 tahun,” ujar Arief.

Menurut Arief, Indonesia saat ini untuk menuju pasca reformasi bisa saja menjadi tidak baik, mengingat saat ini muncul oligarki karena di era Bung Karno dan bahkan di era Suharto yang otoriter hal ini tidak pernah terjadi. Ada kecenderungan kekuasan yang berperan tidak hanya trias politika, ada seseorang menjadi pemilik partai politik, juga memiliki wakil di legislatif, sekaligus eksekutif, lalu menguasai media massa, dan juga usaha serta perdagangan yang menentukan segala sesuatu di negara ini.

Arief menilai, amendemen UUD 1945 dilakukan dalam kurun waktu 1999 hingga 2002 menjadi bukti Indonesia berhasil melalui era transisi dengan selamat, mengingat di beberapa negara yang juga mengalami perubahan terjadi perpecahan. Meski demikian, perubahan konstitusi itu juga membawa perubahan yang mendasar dengan melahirkan oligarki. “Namun demikian, apakah lantas kita harus kembali kepada UUD 1945 sebelum amendemen,” imbuhnya.

Menurut Arief, yang bisa dilakukan saat ini melakukan penafsiran konstitusi melalui kewenangan yang dimiliki MK agar tidak terjadi liberalisasi individualistik. Arief menambahkan, hukum yang ada di Indonesia dibangun berdasar sistem hukum yang berkarakter Pancasila, namun, sebagian dari masyarakat sering lupa dengan nilai-nilai Pancasila dalam segala bidang.

Sebelumnya, Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah selaku Ketua Umum APHTN-HAN mengatakan pada 2024 mendatang, Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan umum baik untuk Pilpres maupun Pileg serta Pilkada. Menurutnya, isu-isu yang berhubungan dengan pemilu serentak 2024 masih sangat menarik untuk dibahas dan didiskusikan dalam forum ini, misalnya, pembahasan jaminan kepastian, independensi, dan efektivitas penyelesaian pelanggaran Pemilu serta sengketa Proses Pemilu 2024 baik oleh Bawaslu, PTUN maupun sengketa hasil oleh MK. Pembahasan lain yang menarik adalah relasi stakeholder penyelenggara Pemilu antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.

Guntur mengungkapkan, terdapat pemikiran mengenai penataan pengawasan terhadap KPU, khususnya batasan-batasan kewenangan DKPP yang seyogianya jangan sampai terlalu masuk pada wilayah kebijakan (diskresi) penyelengaraan Pemilu 2024. Selain itu, pelaksanaan kewenangan Bawaslu yang perlu diperkuat dalam rangka penegakan hukum Pemilu. (*)

Penulis: Ilham M. W.
Editor: Lulu Anjarsari P.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi