Kader Muda Partai Golkar Tak Punya Kedudukan Hukum Persoalkan Masa Jabatan Ketua Umum

JAKARTA, HUMAS MKRI - Pasal 2 ayat (1b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) tidak menyebutkan tentang pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik, melainkan mengatur soal larangan rangkap jabatan bagi pendiri dan pengurus partai politik sebagai anggota partai lain.

Demikian pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah terhadap permohonan pengujian materiil UU Parpol yang diajukan oleh Risky Kurniawan. Pemohon mendalilkan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Pada Sidang Pengucapan Putusan Nomor 77/PUU-XXI/2023 yang dilaksanakan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (30/8/2023) ini, Guntur juga menyebutkan, petitum Pemohon menghendaki agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pimpinan Partai Politik, terutama Ketua Umum Partai Politik  atau sebutan lainnya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.

Atas hal ini, Mahkamah mencermati petitum demikian tidak sesuai karena penambahan frasa yang dimohonkan tersebut akan menghilangkan makna sesungguhnya dari pasal yang diujikan. Sebab antara hal yang dimohonkan dengan hal yang termuat pada norma adalah suatu yang berbeda satu sama lain. Oleh karenanya, Mahkamah menilai hal tersebut tidak dapat serta-merta digabungkan untuk dijadikan sebagai satu pemaknaan dari Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol.

“Adanya ketidaktepatan substansi yang dimohonkan Pemohon, seharusnya Pemohon menguji bagian norma yang terdapat pada Bab IX tentang Kepengurusan, namun yang dimohonkan adalah bagian dari Bab II tentang Pembentukan Partai Politik. Dengan demikian, pasal yang dimohonkan pengujian menjadi tidak tepat dan berakibat petitum menjadi tidak jelas,” sebut Guntur.

 

Kedudukan Hukum

Terhadap kedudukan hukum Pemohon yang menyatakan diri sebagai anggota dari Partai Golkar, Mahkamah berdasarkan pedoman dari AD/ART partai menyebutkan pihak yang dapat memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan yakni pengurus partai politik yang mempunyai hak memilih dan dipilih sebagai ketua umum. Demikian pula dengan kedudukan Pemohon sebagai perseorangan warga negara tidak serta-merta dapat dinyatakan mewakili aspirasi partainya. Sebab, sambung Guntur, Pemohon bukan pengurus partai dan baru beberapa bulan tergabung menjadi anggota Partai Golkar serta belum mengikuti Munas Partai Golkar sebagaimana diatur dalam AD/ART Partai Golkar Pasal 39 ayat (2) huruf b angka IV.

Mahkamah menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Walhasil, dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar Putusan Nomor 77/PUU-XXI/2023.


Baca juga:

Kader Muda Partai Golkar Persoalkan Masa Jabatan Ketua Umum

Kader Muda Partai Golkar Perjelas Permohonan Uji Masa Jabatan Ketua Umum Partai Politik


 

Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 77/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Risky Kurniawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam. Risky mengujikan Pasal 2 ayat (1b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang menyatakan, “Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain“. Menurutnya, ketentuan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (27/7/2023) kuasa hukum Risky, Otniel Raja Maruli Situmorang menyatakan, Pemohon merupakan Anggota Partai Golongan Karya (Partai Golkar) sejak 30 Juni 2023. Ke depan, Pemohon menargetkan kursi Ketua Umum Partai Golkar. Namun hal ini terhambat karena tidak adanya aturan yang mengikat mengenai pembatasan masa jabatan dalam UU Partai Politik. Akibatnya, Ketua Umum Partai Golkar dapat menjabat selama-lamanya kendati ada ketentuannya dalam AD/ART.

Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “pengurus partai politik terutama ketua umum atau sebutan lainnya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali dua kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain.”

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Humas: Muhammad Halim.

 

 

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi