Kader Muda Partai Golkar Perjelas Permohonan Uji Masa Jabatan Ketua Umum Partai Politik
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) pada Senin (14/8/2023). Permohonan Nomor 77/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Risky Kurniawan yang mengujikan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol yang dinilainya bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Kuasa hukum Risky, Otniel Raja Maruli Situmorang dalam persidangan menyebutkan beberapa hal yang telah disempurnakan pada permohonan. Di antaranya, perbaikan pada poin kedudukan hukum Pemohon, legal standing, permohonan tidak ne bis in idem, alasan permohonan, dan analisis perbedaan masa jabatan dari berbagai negara.
“Permohonan ini tidak ne bis in idem karena sebagaimana diketahui pada Putusan MK Nomor 53/PUU-XXI/2023 dengan dasar pengujiannya berupa Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Sementara pada Putusan MK Nomor 77/PUU-XXI/2023 menggunakan dasar pengujian berupa Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, serta Putusan MK Nomor 48/PUU-XXI/2023,” sampai Otniel secara daring di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, Daniel Yusmic P. Foekh, Manahan. M.P. Sitompul dari Ruang Sidang Panel, Lantai 4, Gedung 2 MK, Jakarta.
Berikutnya Albert Ola Masan Setiawan Muda sebagai kuasa Pemohon lainnya meneruskan bahwa pada permohonan perbaikan ini juga telah dituliskan mengenai kerugian konstitusional yang dialami Pemohon. Khususnya mengenai ulasan akan rasa terancam dan takut yang dialami Pemohon dari intervensi yang dapat saja dialami jika memberikan pendapat pada musyawarah penentuan ketua umum partai politik. Selanjutnya Pemohon juga sudah menjabarkan mengenai perbandingan masa jabatan dari ketua umum partai politik yang digunakan negara lain, seperti di Filipina dan Sudan Selatan serta partai politik nasional yang dijadikan perbandingan rasional atas masa jabatan ketua umum tersebut.
Baca juga:
Kader Muda Partai Golkar Persoalkan Masa Jabatan Ketua Umum
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 77/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Risky Kurniawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam. Risky mengujikan Pasal 2 ayat (1b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang menyatakan, “Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain“. Menurutnya, ketentuan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (27/7/2023) kuasa hukum Risky, Otniel Raja Maruli Situmorang menyatakan, Pemohon merupakan Anggota Partai Golongan Karya (Partai Golkar) sejak 30 Juni 2023. Ke depan, Pemohon menargetkan kursi Ketua Umum Partai Golkar. Namun hal ini terhambat karena tidak adanya aturan yang mengikat mengenai pembatasan masa jabatan dalam UU Partai Politik. Akibatnya, Ketua Umum Partai Golkar dapat menjabat selama-lamanya kendati ada ketentuannya dalam AD/ART.
Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “pengurus partai politik terutama ketua umum atau sebutan lainnya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali dua kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain.”
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi