Kursus Singkat AACC Bahas Sistem Peradilan di Era Digital

JAKARTA, HUMAS MKRI – Sesi ketiga kursus singkat Internasional (Short Course) Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) dibuka dengan membahas materi mengenai sistem peradilan di era digital. Dalam sesi yang berlangsung pada Kamis (10/8/2023), hadir Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyampaikan pada dasarnya peradilan yang modern dalam demokrasi merupakan satu hal yang inheren sangat diperlukan bagi semua warga negara. Bahkan ini merupakan pengisian bagi keberlangsungan hukum dan keadilan antara warga negara dan institusi peradilan. Dalam konteks ini, peradilan modern menjadi pilar untuk memastikan bahwa rakyat tidak boleh diperlakukan secara sewenang-wenang dari penguasa atau siapa saja dari yang memegang kekuasaan. Peradilan modern merupakan peran untuk mengupayakan dan memastikan akses yang sama terhadap lembaga peradilan dan keadilan melalui penggunaan instrumen hukum dan teknologi maju serta ditunjang sumber daya yang maju juga.

Bahkan saat ini, sambung Guntur, seluruh lembaga peradilan dari waktu-waktu terus berikhtiar dan mengalami perkembangan seiring dinamika masyarakat dan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ICT sangat signifikan dalam mendorong laju percepatan proses penanganan perkara di lembaga peradilan menuju era modernisasi di lembaga peradilan.

Pemanfaatan ICT ini tidak dapat dilepaskan dari tiga permasalahan yang selalu dihadapi oleh lembaga peradilan yaitu waktu penanganan perkara yang terlalu lama, pengadilan yang sulit diakses dan hakim atau pegawai yang korup. Tiga hal tersebut merupakan keluhan yang sering dihadapi para pencari keadilan di seluruh dunia. Oleh sebab itu peran ICT dapat mendukung kinerja peradilan guna mengatasi persoalan di lembaga peradilan seraya mendorong dan menjamin tata kelola peradilan diselenggarakan dengan penuh integritas bersih dan dapat dipercaya oleh publik khususnya para pencari keadilan.

Transformasi Digital di Mahkamah Konstitusi Korea

Sementara Jongmun Park yang merupakan Sekretaris Jenderal MK Korea Selatan menyebut pengadilan di negaranya juga telah membangun layanan pencarian kasus yang cerdas. “Untuk memberikan kemudahan akses dan pencarian hukum perkara Mahkamah kami bagi masyarakat umum yang bukan ahli hukum, kami telah membangun layanan yang memanfaatkan teknologi cerdas untuk memungkinkan pengguna mencari informasi perkara tidak hanya dalam istilah hukum tetapi juga dalam bahasa sehari-hari dan struktur kalimat. Selain itu, dalam menanggapi pandemi, kami telah membangun ruang konferensi video dan sistem konferensi video, memfasilitasi konferensi video dan uji coba video non-tatap muka,” terangnya.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan juga telah membentuk glosarium hakim konstitusi Korea-Inggris, yang memungkinkan pengguna untuk memberikan saran dan berkontribusi pada pengembangan terjemahan istilah teknis di bidang peradilan konstitusi. Menurutnya, transformasi digital  yang diringkas sebagai “inovasi dari analog ke digital” sangat mempengaruhi kehidupan orang-orang. Ia mengungkapkan hal ini terjadi pula di Korea Selatan.

Pada kesempatan yang sama, Panitera MK Muhidin menutup kegiatan kursus singkat AACC yang dilaksanakan hari ini sejak pagi tadi. Muhidin menyebut program short course ini merupakan bagian dari momentum HUT ke-20 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Semua memiliki tujuan yang sama; yaitu membangun sinergi ilmu yang diharapkan dapat diimplementasikan di negara dan organisasi masing-masing. Sejalan dengan itu, kami berharap dapat terjalin kerja sama yang positif dalam upaya membangun kerja sama melalui pertukaran informasi.

Melalui short course ini, Muhidin melanjutkan, MK juga belajar dari narasumber dan seluruh peserta bahwa Democracy, Digital Transformation, and Judicial Independence, sebagai tema utama dalam mata kuliah ini pada hakekatnya dibutuhkan dalam praktik peradilan.

“Sehubungan dengan kerja Mahkamah Konstitusi, prinsip demokrasi kita memberikan suara dan hak kepada setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Namun, MK tidak bisa bekerja sendiri, harus ada kolaborasi antara pemanfaatan teknologi dan peradilan untuk meningkatkan nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, dan keadilan bagi semua,” ujarnya.

Selain itu, sambung Muhidin, di era kemajuan teknologi yang pesat ini, kita tidak dapat meremehkan pentingnya transformasi digital. Mahkamah Konstitusi harus tetap berada di garis depan transformasi ini, memanfaatkan kekuatan teknologi untuk meningkatkan aksesibilitas, transparansi, dan efisiensi dalam penyelenggaraan peradilan. “Merangkul inovasi digital akan memastikan bahwa keadilan menjangkau setiap sudut negara kita, menjembatani kesenjangan, dan mendorong inklusivitas,” tandasnya. (*)

Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi