Tiga Warga Papua Persoalkan Masa Jabatan Pengurus Partai Politik
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1690458039_ddaec42902fcbfd55632.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol), Kamis (27/7/2023). Permohonan dengan registrasi Nomor 75/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh tiga warga Papua bernama Muhammad Helmi Fahrozi (dosen), E. Ramos Patege (karyawan swasta), dan Leonardus O. Magai (mahasiswa).
Ketiga Pemohon mempersoalkan norma Pasal 2 ayat (1b) UU Pemilu yang menyatakan, “Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.
Dalam persidangan, para Pemohon melalui kuasa hukum Rustina Haryati menguraikan kerugian konstitusional sehubungan dengan berlakunya UU yang diujikan konstitusionalnya dalam perkara a quo. “Para pemohon telah mengalami kerugian konstitusional baik yang bersifat spesifik, aktual maupun potensial. Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun maka ke depannya para Pemohon dapat bergabung dan menjadi anggota Partai Politik,” ujarnya di hadapan Ketua Panel Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Menurut para Pemohon, ketentuan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol harusnya diberikan suatu pemaknaan yang jelas, lengkap, dan komprehensif yang pada pokoknya menyatakan bahwa selain tidak boleh merangkap sebagai anggota partai politik lain, pemimpin partai politik juga harus dibatasi masa jabatannya untuk suatu periodisasi waktu tertentu untuk menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan bagi anggota partai politik untuk memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi kemajuan partai politik tempatnya bernaung.
Ketiadaan Pembatasan Masa Jabatan Pimpinan Partai Politik dalam Pasal 2 ayat (1b) UU Partai Politik Menciptakan Ketiadaan Kesempatan yang Sama Bagi Anggota partai Politik untuk Menjadi Pimpinan/Pengurus Partai Politik yang dijamin dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Kerugian para pemohon yang dialami berupa hilangnya hak atas partisipasi politik dan kesetaraan kesempatan yang adil dalam partai politik sebagaimana dijelaskan pada poin delapan disebabkan karena Pasal 2 ayat (1) UU 2/2011 membiarkan proses pemilihan regenerasi dan penggantian ketua umum, pimpinan dan pengurus partai politik hanya digantungkan kepada ketentuan AD/ART,” tegasnya.
Untuk itu, dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1b) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang masa jabatan pendiri dan pengurus partai politik ditetapkan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali satu kali dalam masa jabatan yang sama, baik secaa berturut-turut atau tidak berturut-turut.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan para Pemohon, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan permohonan sama dengan permohonan ini pernah diajukan ke MK. Tetapi di sini pemohon menyatakan bukan ne bis in idem.
“Saya lihat permohonan sama dengan perkara 53,” terang Guntur.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta para Pemohon memperjelas dan memnguraikan legal standing-nya. “Dari kacamata saya, yang mempelajari hukum, apakah betul Pemohon ini mempunyai legal standing,” jelasnya.
Sebelum menutup persidangan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic menegaskan para pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun perbaikan permohonan diterima oleh Kepaniteraan MK paling lambat pada Rabu 9 Agustus 2023 pukul 10.00 WIB.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayudhita.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi