Menguji Kewenangan Polri dalam Registrasi dan Identifikasi Ranmor

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), pada Rabu (26/7/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 73/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Leon Maulana Mirza Pasha yang merupakan advokat magang. Adapun norma yang diujikan yaitu Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf e, Pasal 7 ayat (2) huruf b dan huruf e, Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 71 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 87 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 88, Pasal 280, dan Pasal 288 ayat (1) UU LLAJ.

Pasal 5 ayat (3) huruf b menyatakan, ”urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”.

Pasal 5 ayat (3) huruf e menyatakan, “urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Dalam sidang yang digelar secara luring dan dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul, kuasa hukum Pemohon, yang Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengatakan Pemohon merupakan perseorangan, advokat magang yang membayar pajak negara dan memiliki kendaraan bermotor (Ranmor) untuk kegiatan sehari-hari. Penyebab utama kemacetan yang terjadi khususnya di DKI Jakarta telah berlangsung lama disebabkan oleh buruknya regident atau registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi. Tidak adanya keterpaduan dalam perumusan kebijakan hingga pengelolaan regident disebabkan oleh karena kewenangan kepada Kepolisian RI untuk mengurus regident ini.

Menurut Pemohon, seharusnya Kepolisian tidak berwenang begitu luasnya untuk pengelolaan regident dalam kendaraan bermotor dan juga identifikasi pengemudi. Berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 kewenangan Kepolisian RI hanya sebatas penegakkan hukum terkait dengan LLAJ dan bukan pada ranah administratif pengelolaan regident kendaraan bermotor.

“Pada intinya Pemohon mempermasalahkan kewenangan Kepolisian, dan kami mengutip putusan MK terdahulu dan kemudian juga membandingkan dengan negara lain yang sudah dikutip dari Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Thailand, India, Jepang, Filipina, Kanada, Swedia dan Belanda. Sehingga menurut kami, di dalam pandangan kami adalah lebih konstitusional untuk memberikan perlindungan hukum yang adil dengan kewenangan ini bukan kewenangan Kepolisian RI,” kata Zico.

Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK untuk mengabulkan permohonan Pemohon. Kemudian menyatakan sejumlah pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Nasihat Hakim

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dalam nasihatnya meminta Pemohon untuk mencermati batu uji serta alasan permohonan. “Terkait dengan permohonan ini, sudah ada beberapa putusan MK walaupun sudah di dalam permohonan ini ada juga yang disebut, Putusan 89 (Putusan Nomor 89/PUU-XIII/2015) ada juga putusan 43/PUU-VIII/2020 itu coba nanti diperhatikan karena ini kalau kesamaan norma yang diajukan, harus berbeda dengan batu ujinya. Begitu juga dengan alasan permohonan, jadi nanti tolong dicermati kembali kalau norma yang sudah sama nanti harus ada perbedaan batu uji atau alasan yang berbeda dari permohonan sebelumnya,” terang Daniel.

Sementara Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyarankan Pemohon untuk melengkapi argumentasi permohonan. Harus dipastikan apakah hak konstitusional Pemohon betul-betul dirugikan akibat berlakunya norma yang diujikan tersebut.

“Pernah ada kejadian atau tidak? Pernah ditolak misalnya. Jangan sampai permohonan ini kehilangan legal standing karena secara faktual kita belum melihat pernah atau tidak dirugikan dengan berlakunya norma ini,” ujar Guntur.

Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul mengatakan pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun perbaikan permohonan diterima Kepaniteraan MK paling lambat Selasa, 8 Agustus 2023 pukul 10.00 WIB.

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Humas: Andhini SF.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi