Polri: Masa Berlaku SIM Masih Sangat Relevan Diterapkan
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1690331310_002834228d9395d286d4.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (25/7/2023). Permohonan diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat.
Sidang kelima untuk perkara Nomor 42/PUU-XXI/2023 ini beragenda mendengarkan Keterangan Pihak Terkait Kepolisian RI.
Dalam persidangan yang digelar secara luring dan dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, Irjen Chryshnanda Dwilaksana mengatakan tidak ada perdebatan mengenai masa berlaku SIM. “Dapat dipahami mengingat norma mengenai masa berlaku SIM selama lima tahun dan dapat diperpanjang sejatinya sudah ada diatur dalam RUU LLAJ dibahas pada 2008 yang diatur dalam Pasal 214 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (PP 44/1993) yang merupakan peraturan pelaksanaan dari rezim UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang LLAJ,” terang Chryshnanda.
Menurutnya, hal ini sejalan dengan maksud dan tujuan dalam naskah akademik RUU LLAJ yang dimaksudkan untuk mengkaji kewenangan dan substansi yang masih relevan di bidang LLAJ yang dikaitkan dengan perkembangan otonomi daerah dan tuntutan kebutuhan yang akan datang. Sehingga ketentuan di bidang LLAJ sudah ada dan dinilai masih relevan tidak lagi diperdebatkan terkait masa berlaku SIM.
Chryshnanda menegaskan, pengaturan SIM selama lima tahun dalam UU LLAJ saat ini sejatinya mengembalikan politik hukum penormaan mengenai masa berlaku SIM yang sejak Wegverkeers ordonnantie (WVO) diatur dalam peraturan di level undang-undang. Hal ini tentu sejalan dengan ruang lingkup naskah akademik RUU LLAJ yang berfokus untuk melakukan penambahan materi baru yang belum dimuat pada undang-undang Nomor 14/1992. Dalam hal termasuk muatan masa berlaku SIM yang sebelumnya tertuang dalam Pasal 214 PP 44/1993 untuk kemudian dituangkan pada Pasal 85 ayat 2 UU LLAJ.
Dengan mencermati legal historis tersebut, jelas Chryshnanda, dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi salah satu kajian perbandingan hukum. Berdasarkan waktu atau historical poin of view yang terkait dengan pokok permohonan di mana berdasarkan penalaran yang wajar menjadi hal yang tidak logis menurut hukum untuk menghapus masa berlaku SIM di era sekarang ini.
“Mengingat bila pada 1933 saja sudah ada mekanisme berlaku SIM, padahal tingkat risiko berlalu lintas pada 1933 itu masih terlalu rendah karena jumlah motor belum sebanyak saat ini. Apakah rasional atau beralasan menurut hukum menghapus masa berlaku SIM di era sekarang ini ketika tingkat risiko berlalu lintas sangat tinggi,” lanjut Chryshnanda.
Pembatasan masa berlaku SIM berorientasi pada upaya untuk mengevaluasi Kesehatan dan kompetensi mengemudi pemegang SIM. Bila pada 1933 sudah memiliki politik hukum yang berorientasi pada Kesehatan berlalu lintas dengan pembatasan masa berlaku SIM, apakah hari ini akan terjadi kemunduran politik hukum keselamatan berlalu lintas dengan menghapus masa berlaku sim?
“Berdasarkan uraian di atas, masa berlaku SIM masih sangat relevan diterapkan,” jelas Chryshnanda.
Sedangkan untuk menyiapkan pengemudi dengan kualifikasi kompetensi yang baik dalam mengemudi, UU LLAJ mengatur persyaratan yang harus dipenuhi, di samping persyaratan administratif juga persyaratan usia, kesehatan dan uji kompetensi. Kemudian untuk menjamin keberlanjutan kualifikasi pengemudi yang mampu mewujudkan lalu lintas berkeselamatan, UU LLAJ mengharuskan dua hal yaitu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap kesehatan dan kemampuan mengemudi pemegang SIM melalui perpanjangan. Serta adanya pengawasan terhadap perilaku patuh dan tertib berlalu lintas dari setiap pemegang SIM melalui pemberlakuan sistem penandaan SIM.
“Evaluasi kompetensi melalui perpanjangan SIM diperlukan untuk menurunkan tingkat fatalitas kecelakaan dengan memastikan pemegang SIM memang masih memiliki kompetensi dan memiliki kesehatan untuk mengemudikan kendaraan bermotor dalam rangka mencegah dan mengurangi tingkat fatal korban kecelakaan,” tegas Chryshnanda.
Baca juga:
Masa Berlaku SIM dalam UU LLAJ Diuji ke MK
Pemohon Minta SIM Berlaku Seumur Hidup
DPR dan Presiden Belum Siap Beri Keterangan Ihwal Masa Berlaku SIM
Pemerintah: Kesehatan dan Kompetensi Keterampilan Mengemudi Harus Dievaluasi
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 42/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian UU LLAJ diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat. Arifin mengujikan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan, “Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.”
Dalam persidangan yang digelar di MK pada Rabu (10/5/2023) Arifin mengatakan setiap lima tahun sekali ia harus memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM). Arifin merasa dirugikan apabila harus memperpanjang SIM setelah masa berlakunya habis/mati yakni 5 tahun.
“Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak,” kata Arifin dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Dalam permohonannya, Arifin menyebut masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolak ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana. Kerugian lainnya, yakni Pemohon harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis/mati.
Sesuai dengan UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM. Bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki/mendapatkan SIM tentu bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktik. Di mana, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.
Selain itu, tolak ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut. Hal ini menurut Pemohon jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang” tidak dimaknai “berlaku seumur hidup”.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi