Pengaruh Media Sosial Terhadap Ideologi Bangsa
BALI, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan kuliah umum di Universitas Udayana, Denpasar, Bali, pada Jumat (14/7/2023). Kuliah umum kali ini mengambil tema “Pancasila sebagai Sumber dalam Mewujudkan Putusan MK yang Adil dan Konstitusional”.
Arief Hidayat dalam pemaparan materi menyampaikan situasi dan kondisi generasi muda Indonesia saat ini. Sekitar 63% generasi muda di Indonesia adalah generasi Z. Menurutnya, generasi ini harus mempunyai pemahaman-pemahaman baru bagaimana mengimplementasikan dan mengaktualisasikan Pancasila.
Selanjutnya Arief menjelaskan tentang kondisi global saat ini yang masuk ke dalam society 5.0 dan industry 4.0. Pada situasi demikian itu pengaruh media sosial di manapun sungguh sangat luar biasa sehingga memunculkan paradigma baru yang disebut dengan post-truth dan false-truth.
“Jadi, sesuatu yang salah, sesuatu yang tidak benar kalau diulang-ulang dalam media sosial menjadi suatu kebenaran. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati mencerna dan memposting atau menalurikan kemana-mana berita-berita yang berkecamuk di media sosial, seperti di wa grup atau media sosial yang lain, instagram dan lain sebagainya. Jadi sesuatu yang salah, sesuatu yang tidak benar sesuatu yang disebut hoaks, kalau itu diomongkan berkali-kali dan kemudian dicerna masyarakat yang tidak cerdas maka akan terjadi kebenaran yang salah. Apalagi Indonesia saat ini mendekati 2024 muncul isu yang tidak karu-karuan,” ujar Arief yang hadir secara luring.
Oleh karena itu, Arief berpesan agar pada situasi yang seperti ini perlunya menarasikan ideologi Pancasila melalui media sosial. Namun tantangan yang dihadapi saat ini yakni postingan hal yang tidak benar di media sosial lebih menarik dibandingkan dengan menarasikan hal yang benar.
“Kalau (zaman) dulu orang berburu binatang, kalau sekarang berburu followers, era berburu followers. Era sekarang ini, makin tercemar makin terkenal. Kita sebagai orang yang benar menurut penalaran yang wajar, menarasikan narasi ideologi Pancasila, mengenai ideologi persatuan Indonesia, mengenai kebhinnekaan yang bersifat tunggal ika itu,” tegasnya.
Menurut Arief, era sekarang merupakan era yang krusial sehubungan dengan media sosial. Namun demikian, media sosial pun juga mempunyai dampak positif dan dampak negatif. “Kita perbesar dampak positifnya media sosial, kita kurangi dampak negatifnya. Mari kita jaga NKRI ini melalui media sosial,” ajak Arief.
Internalisasi Ideologi
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam paparannya menyebut kecenderungan generasi milenial selalu mencari pembanding di luar negeri. Di satu sisi hal ini bagus apabila untuk kepentingan bangsa, kepentingan ketahanan kita. Namun kalau itu kemudian mempengaruhi cara kerja, berpikir, dan bertindak, bahkan secara tidak langsung itu mempengaruhi mindset, maka itu setidaknya akan mempengaruhi cara memahami ideologi bangsa kita.
“Kalau kita sudah dipengaruhi oleh segala macam budaya lain yang sekarang ini tentu bisa mempengaruhi mindset kita. Oleh karena itu, kita harus bisa berusaha terus untuk ke jati diri kita. Sehingga kita harus paham terlebih dahulu mengenai ideologi,” terangnya.
Menurutnya, ideologi akan menuntun cara kita hidup, bekerja dan mencapai tujuan-tujuan bernegara. Bahkan cara kita berinteraksi dengan negara lain.
Ia menegaskan, internalisasi ideologi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan mengenali nilai-nilai inti dari ideologi tersebut. Selain itu, mencari peluang untuk bertindak sesuai degan keyakinan dan nilai ideologi-ideologi tersebut, membagikan pemikiran dan ide dengan orang lain. Kemudian membaca buku dan artikel tentang ideologi tersebut serta menghadiri acara atau lokakarya yang berfokus pada ideologi tersebut.
Sementara Dekan fakultas hukum Universitas Udayana Putu Gede Arya Sumertha Yasa dalam sambutannya mengatakan tema acara ini dipilih karena proses perkembangan bernegara tentu selalu ada ancaman. “Jadi kita bicara soal Pancasila itu bicara ideologi yang nanti kita lihat hierarki perundang-undangan yang tentu bisa kita lihat bagaimana Pancasila adalah sumber dari segala sumber yang kemudian dikonkretkan tiap bentuk perundang-undangan dibuat tentang perjalanan atau Pancasila dijadikan dasar dalam putusan MK,” ujarnya.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi