Pemerintah: Kesehatan dan Kompetensi Keterampilan Mengemudi Harus Dievaluasi

JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (10/7/2023). Sidang perkara Nomor 42/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat.

Sidang keempat ini beragenda mendengarkan Keterangan DPR dan Keterangan Pemerintah. Namun DPR berhalangan hadir sehingga hanya menyerahkan keterangan tertulis. Sementara Pemerintah dihadiri oleh Dirjen Perhubungan Darat Hendro Sugiatno.

Dalam persidangan yang digelar secara luring dan dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman Hendro menyampaikan adanya gagal paham dalam pemahaman secara komprehensif dan konsektual oleh permohonan uji materi terhadap ketentuan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang mengatur jangka waktu berlakunya Surat Izin Mengemudi (SIM) selama 5 tahun dan kemudian dapat diperpanjang karena Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ dipahami secara parsial yaitu dari tekstual dari pasal a quo sendiri dan terlepas dari pasal-pasal lain yang mengatur soal SIM dalam UU LLAJ.

Lebih lanjut Hendro menjelaskan ketentuan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ menentukan batas waktu 5 tahun sebagai jangka waktu yang reasonable untuk dilakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan terutama Kesehatan jasmani dan rohani. Hal ini tentunya akan berdampak pada kompetensi keterampilan mengemudi kendaraan bermotor.

Menurut Hendro, penentuan jangka waktu sebagai upaya melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kondisi jasmani dan rohani serta implikasinya tingkat kompetensi keterampilan dan mengemudi harus mempertimbangkan kondisi masyarakat ketika masyarakat sudah mempunyai tingkat kepatuhan dan ketertiban yang tinggi dalam berlalu lintas maka penentuan jangka waktu relatif kurang mempunyai peranan penting sehingga SIM dapat saja diberlakukan sampai usia tertentu sebagaimana yang berlaku di negara-negara yang sudah maju. Sebaliknya ketika masyarakat tingkat kepatuhan dan ketertiban dalam berlalu lintas masih relatif rendah maka penentuan jangka waktu tertentu misalnya 5 tahun sangat diperlukan untuk mengevaluasi kesehatan dan tingkat kompetensi keterampilan mengemudi.

Ketentuan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ harus ditempatkan sebagai bagian dari rangkaian ketentuan pasal-pasal sebelum dan sesudahnya terkait SIM. Pasal a quo harus ditempatkan sebagai rangkaian Pasal 81, Pasal 83, Pasal 87 dan Pasal 88 UU LLAJ.

Adapun Pasal 81 dan Pasal 83 UU LLAJ berkaitan dengan syarat untuk mendapatkan SIM dan mengemudikan kendaraan bermotor yaitu syarat usia, administratif, kesehatan jasmani dan rohani serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan mengemudi. Sedangkan Pasal 87 dan 88 UU LLAJ berkaitan dengan prosedur penerbitan SIM. Pemenuhan syarat untuk mengemudikan kendaraan bermotor terutama kesehatan jasmani dan rohani serta kompetensi keterampilan mengemudi harus dilakukan evaluasi kontrol secara periodik karena kesehatan jasmani dan rohani manusia pasti mengalami perubahan menurun atau meningkat kualitasnya yang akan berdampak pada tingkat kompetensi keterampilan mengemudinya.

Menanggapi keterangan pemerintah, Hakim Konstitusi Saldi Isra menanyakan terkait dengan faktor apa saja yang menentukan SIM itu diperpanjang. “Misalnya soal usia kah atau tingkat kecelakaan kah segala macam. Jadi di antara faktor itu, seberapa dominan sih sebenarnya soal usia,” kata Saldi.

Selain itu, Saldi juga menanyakan apakah relevan apabila mempertahankan jangka waktu 5 tahun untuk memperpanjang SIM. “Untuk menilai apakah relevan mempertahankan 5 tahun itu atau mengubahnya. Jadi, Kakorlantas harus menjelaskan kepada kami karena ini sangat teknis apa pertimbangan orang itu diperpanjang atau tidak dan apa saja yang dilakukan kalau orang yang datang untuk memperpanjang SIM itu sehingga nanti bisa keluar ceklis ini bisa diperpanjang atau tidak diperpanjang,” tegasnya.

 


Baca juga:

Masa Berlaku SIM dalam UU LLAJ Diuji ke MK

Pemohon Minta SIM Berlaku Seumur Hidup

DPR dan Presiden Belum Siap Beri Keterangan Ihwal Masa Berlaku SIM


 

 

Sebagai tambahan informasi, permohonan 42/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian UU LLAJ diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat. Arifin mengujikan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan, “Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.”

Dalam persidangan yang digelar di MK pada Rabu (10/5/2023) Arifin mengatakan setiap lima tahun sekali ia harus memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM). Arifin merasa dirugikan apabila harus memperpanjang SIM setelah masa berlakunya habis/mati yakni 5 tahun.

“Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak,” kata Arifin dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Dalam permohonannya, Arifin menyebut masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolak ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana. Kerugian lainnya, yakni Pemohon harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis/mati.

Sesuai dengan UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM. Bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki/mendapatkan SIM tentu bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktik. Di mana, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.

Selain itu, tolak ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut. Hal ini menurut Pemohon jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang” tidak dimaknai “berlaku seumur hidup”.

 

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Humas: Andhini SF.

 

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi