Keterbukaan Menjadi Pilar Utama Bagi Tata Kelola Peradilan Modern

MAKASSAR, HUMAS MKRI – Semua aktivitas di Mahkamah Konstitusi (MK) dilakukan secara terbuka. Bahkan atas keterbukaan tersebut dapat saja melahirkan pandangan pro dan kontra, terutama terhadap putusan-putusan yang dihasilkan MK dari suatu perkara. Ada yang sependapat dan ada pula yang tidak sependapat, tetapi karena semuanya dilakukan secara terbuka sehingga semua pihak dapat memberikan penilaian. Bagi MK, hal demikian tidak menjadi masalah. Dipersilakan bagi masyarakat untuk mengambil sisi manapun, baik penolakan atau persetujuan karena itu merupakan bagian penting keterbukaan di lembaga peradilan.

Demikian disebutkan oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam Seminar Nasional bertajuk “Mahkamah Konstitusi dan Peran Strategisya dalam Meningkatkan Kualitas Negara” pada Sabtu (18/3/2023). Kegiatan yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan UIN Alauddin Makassar ini, digelar di Lecture Theater Prof. Muin Salim, UIN Alauddin, Makassar. Kegiatan ini turut dihadiri oleh  turut dihadiri pula oleh Darussalam selaku Warek III Bidang Kemahasiswaan, M.Saleh Ridwan selaku Wadek III UIN Alauddin Makassar, Supriansa selaku Anggota DPR RI (narasumber) serta Rahman Syamsudin selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum (moderator). 

Dalam paparan berjudul “Mahkamah Konstitusi, Teknologi, dan Peningkatan Kualitas Bernegara” ini, Guntur mengutip pendapat Jeremy Bentham yang mengatakan, “Selama tidak ada keterbukaan, tidak  akan ada keadilan. Keterbukaan  adalah roh keadilan. Keterbukaan  adalah alat untuk melawan serta  penjaga utama dari ketidakjujuran.  Keterbukaan membuat “Hakim” diadili saat ia sedang mengadili”. Artinya, keterbukaan menjadi hal yang paling utama bagi lembaga peradilan. Untuk mencapainya, sambung Guntur, diperlukan tata kelola pemerintah yang baik dengan menjadikan hukum sebagai pilar utamanya. 

Diakui oleh Guntur bahwa MK yang telah berdiri sejak 2003, termasuk pada lembaga peradilan yang telah melampaui batas-batas tata kelola lembaga negara yang baik. Sebab, melalui agenda pemberian dan pemanfaatan smartboard mini courtroom yang dilakukannya pada perguruan tinggi di Indonesia, MK telah dan tengah berupaya menerapkan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Hal ini, lanjutnya, juga seiring sejalan dengan program pemerintah untuk melakukan transformasi digital. MK pun kemudian mewujudkannya dengan memudahkan jalan bagi pencari keadilan dengan menghadirkan smartboard mini courtroom, yang disebar pada banyak perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

“Jika ada mahasiswa yang merasa norma dalam undang-undang tidak sejalan dengan konstitusi dan ngin mengajukannya melalui sebuah permohonan ke MK, alat ini dapat dijadikan sarana yang memudahkan untuk tersambung dengan MK. Lagi-lagi, ikhtiar ini dilakukan untuk mendekatkan MK dengan perguruan tinggi. Selain itu, jika ada dari pihak-pihak di daerah ini yang menjadi Ahli atau Saksi dalam perkara yang dimohonkan ke MK, maka dapat pula memberikan keterangan dan keahliannya. Jadi, sarana ini bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin,” ucap Guntur dalam kegiatan yang dihadirinya dengan didampingi oleh Kepala Bagian Kerja Sama Dalam Negeri dan Humas MK Fajar Laksono dan Asisten Ahli Hakim Konstitusi  Helmi Kasim dan Irfan Nur Rachman. (*)

Penulis : Sri Pujianti 

Editor: Lulu Anjarsari P.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi