Kepala Desa Cabut Uji Kewenangan Pemberhentian Perangkat Desa

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pertama atas uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa (Permendagri Perangkat Desa) pada Kamis (9/3/2023). Sidang perkara Nomor 23/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh  Belly Respati, Kepala Desa/Pekon Bumi Waras, Kecamatan Way Krui, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Sidang Panel dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dengan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul sebagai anggota panel.

Belly Respati (Pemohon) mengujikan Pasal 5 ayat (6) Permendagri Perangkat Desa bertentangan dengan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU Desa. Pasal 5 ayat (6) Permendagri Perangkat Desa menyatakan, “Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat (5) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat desa.” Pasal 26 ayat (1) UU Desa UU Desa menyatakan, “Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.” Pasal 26 ayat (2) UU Desa UU Desa, “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang: a. memimpin penyelenggaraan Pemerintah Desa; b. mengangkat dan memberhentikan perangkat desa.”

Menurut Pemohon berdasarkan Permendagri Perangkat Desa tersebut, yang menjadi pemegang kekuasaan dalam pemberhentian perangkat desa adalah seorang camat karena jika kepala desa ingin memberhentikan perangkat desa dibutuhkan izin tertulis dari pihak kecamatan. Menurut Pemohon, hal tersebut tidak dibutuhkan, karena sejatinya kewenangan tersebut milik kepala desa sebagaimana amanat Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU Desa. Sebab, perangkat desa yang diangkat memiliki tugas utama membantu kepala desa.

“Jelas di Undang-Undang Desa yang  mengangkat perangkat desa itu adalah hak kepala desa. Tetapi pada kenyataannya Permendagri keluar dan menyatakan camat dapat memberikan rekomendasi tertulis atas pengangkatan/pemberhentian perangkat desa. Bagi saya, ini tidak sejalan dengan UU Desa. Artinya jika camat memberikan rekomendasi tertulis, hak itu menjadi hak camat. Keadaan di desa lebih dipahami kepala desa dan bukan seorang camat,” jelas Belly yang hadir dalam sidang secara daring melalui video conference Universitas Lampung (Unila).

 

Bukan Kewenangan MK

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam nasihatnya mengatakan bahwa MK berdasarkan konstitusi berwenang untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Sementara Pemohon menguji Permendagri dengan undang-undang (UU Desa). Terkait dengan persoalan yang diajukan Pemohon, hal itu merupakan kewenangan Mahkamah Agung (MA). Selanjutnya terkait pengujian undang-undang, Arief mengatakan terdapat aturan yang berjenjang hingga adanya aturan hukum acara MK sebagaimana termuat dalam PMK 2 Tahun 2021. Arief pun menasihati Pemohon agar berkonsultasi pada ahli hukum tata negara dan membaca permohonan serta beberapa aturan terkait dengan pengujian undang-undang yang dimaksudkan Pemohon.

“Dalam hukum beracara di MK itu ada sistematikanya, kedudukan hukum, dan Pemohon dapat menguraikan masalah pengujian hak konstitusional Pemohon hingga dibuatkan pada petitum. Jika mengajukan Permendagri ke MK, maka MK tidak berwenang melakukan pengujian ini,” terang Arief.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dalam nasihatnya menekankan perlu bagi Pemohon untuk memperhatikan norma yang diujikan merupakan kewenangan MA. Untuk itu, Pemohon dapat membaca dengan saksama Pasal 7 dan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Terkait dengan  Permendagri dan aturannya, terdapat di bawah undang-undang, sehingga  pengujiannya dapat diajukan ke MA.

“Pemohon bisa membaca hukum acara MA pada UU 14/1985 atau UU 3/2009 bagaimana cara mengajukan uji materil ke MA atau pengujiannya disebut dengan pengujian hak uji materil di MA,” jelas Manahan.

Berikutnya Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam nasihatnya Kembali menegaskan perbedaan kewenangan MK dan MA. Terkait dengan pengujian yang dimohonkan oleh Pemoohon ini memiliki wadah di MA. Dengan demikian, jelas Guntur, MK tidak akan memproses sesuatu yang berada di bawah undang-undang karena ini bukan bagian dari kewenangan MK.

“Maka ada waktu berpikir bagi Pemohon untuk menarik permohonan dan kemudian akan memproses ke MA. Kita tunjukkan jalur yang tepat dan Pemohon kemudian dapat sampaikan ke Kepaniteraan MK atas sikapnya nanti,” sebut Guntur.

 

Cabut Permohonan

Setelah menyampaikan permohonan dan mendapatkan nasihat dari panel hakim, Pemohon pun menyatakan sikap secara langsung sebelum Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengakhiri persidangan. “Setelah mendengar keterangan Majelis Hakim dan konsultasi serta memahami bahwa permohonan ini salah kewenangan yang seharusnya diuji ke MA, maka dengan ini saya menyatakan mencabut permohonan saya ke MK,” tegas Billy.

 


Baca juga

Kepala Desa Tak Hadir, Sidang Uji Pemberhentian Perangkat Desa Ditunda


 

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Humas: Tiara Agustina.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi