Advokat Pertegas Permohonan Provisi Uji UU MK

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Sidang Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dengan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Suhartoyo selaku hakim anggota ini dilaksanakan pada Rabu (1/3/2023). Perkara Nomor 17/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh  Zico Leonard Djagardo yang berprofesi sebagai advokat.

Pada sidang kedua dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan ini, Zico menyebutkan berbagai hal yang disempurnakan dari permohonan sebelumnya. Di antaranya permohonan provisi mengenai adanya hakim yang dikecualikan untuk menyelesaikan perkara yang dimohonkan. Sebab, perkara yang dimohonkan bertalian dengan pergantian mantan hakim konstitusi Aswanto dengan Hakim konstitusi M. Guntur Hamzah. Sehingga menurut Pemohon, hakim yang bersangkutan tidak dapat mengadili perkara yang diajukannya. Berikutnya Pemohon juga telah menyertakan bukti tambahan berupa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 114/P/2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi.

“Pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto sangat erat kaitannya dengan keberadaan Keppres ini. Pemberhentian ini murni politik tanpa dasar hukum yang jelas. Oleh karena itu, baik pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto atau evaluasi hakim adalah bentuk pembangkangan konstitusi sehingga perbuatan ini tidak dapat dibenarkan sama sekali. Dengan hal ini terlihat bahwa konstitusi tidak lagi jadi panglima,” sebut Zico yang hadir secara langsung ke Gedung MK, Jakarta.


Baca juga:

Pemberhentian Hakim Konstitusi dan Perubahan Putusan MK  Dipersoalkan


Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 17/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh  Zico Leonard Djagardo yang berprofesi sebagai advokat. Pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (16/2/2023) mengungkapkan, sebagai pihak yang beperkara di MK ia sangat membutuhkan independensi hakim konstitusi dalam memutus perkara. Oleh karena itu, ketika DPR mengintervensi MK dengan mengganti hakim yang menjadi “wakil” mereka, hal ini melanggar hak-hak konstitusional Zico untuk mendapatkan keadilan melalui kekuasaan kehakiman yang merdeka. Independensi MK digerus oleh DPR melalui upaya mengganti hakim konstitusi agar sejalan dengan mereka.

Pemohon juga mengungkapkan keterkejutannya ketika menonton ulang rekaman sidang pengucapan Putusan Nomor 103/PUU-XX/2022, dan membaca file putusan beserta risalah sidangnya. Dia mendapati adanya perbedaan saat pengucapan putusan dengan file putusan dan risalah sidang yang diunggah di laman MK. Terjadinya hal tersebut membuat Pemohon sebagai pihak yang dirugikan, muncul pemikiran negatif. Pemohon merasa yakin hal ini adalah sebuah kesengajaan yang ditujukan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Pemohon pun berupaya mencari jawabannya untuk menemukan siapakah pelakunya. Selain itu, Pemohon membawa kasus ini kepada aparat yang berwenang melalui upaya hukum.

Dalam petitum provisinya, Pemohon antara lain meminta MK agar mengecualikan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam mengadili dan memutus perkara a qua.  Kemudian mengecualikan Panitera Muhidin dalam mengadministrasi perkara a quo. Sedangkan dalam petitum pokok perkara, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 23 ayat (1) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang dimaknai “termasuk juga ditarik (di-recall) oleh lembaga pengusungnya dengan alasan tidak disukai oleh lembaga pengusungnya karena mematikan produk yang dibuat oleh lembaga pengusungnya”. Kemudian, menyatakan Pasal 23 ayat (2) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “termasuk juga mengubah substansi dalam putusan yang telah dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum”.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Humas: Tiara Agustina.

 

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi