Majelis Kehormatan MK Mulai Periksa Hakim Konstitusi
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1677653911_d751b1d9b231d700560e.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Pemeriksaan terkait dugaan pengubahan putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 telah memasuki pemeriksaan pendahuluan dengan agenda mendengarkan keterangan sembilan hakim konstitusi. Dimulai pada Senin (27/2/2023), Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memeriksa Hakim Konstitusi Suhartoyo. Kemudian disusul dengan memeriksa Ketua MK Anwar Usman dan Wakil Ketua MK periode 2018 – 2020 Aswanto pada Selasa (28/2/2023). Maka pada hari ini, tiga hakim konstitusi akan dimintai keterangan oleh MKMK, yakni Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Manahan M.P. Sitompul, dan Arief Hidayat. Hal ini diungkapkan oleh Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna ketika ditemui pada Rabu (1/3/2023) di Ruang Rapat Gedung 1 MK, Jakarta.
“Hari senin yang sudah kita dengar adalah Pak Suhartoyo. Kemudian kemarin kita sudah dengar keterangan dari Ketua MK Anwar Usman. Kemudian, Profesor Aswanto dan itu yang sudah kita dengar keterangannya,” ujar Palguna.
Palguna menjelaskan para hakim konstitusi tersebut dimintai keterangan mengenai sejumlah materi. Materi pemeriksaan yang dimaksud, di antaranya ketika permohonan masuk, penunjukkan hakim panel, perdebatan dalam Rapat Permusyaratan Hakim (RPH).
“Pemeriksaannya sama, panel hakimnya siapa, bagaimana pendapat panel. Di Rapat Permusyawaratan Hakim, bagaimana pendapat para hakim ketika RPH. Kesimpulan terakhirnya mengenai bagaimana pertimbangan hukum, amar putusannya bagaimana, apakah ada perbedaan pendapat di situ dan apa yang terjadi di situ. Termasuk kita juga tanyakan apakah ada ke arah atau kecenderungan ada perubahan posisi hakim. Itu yang kita Tanya. Pertanyaan standar adalah itu dengan pendalaman dari dokumen-dokumen yang dijadikan sebagai alat bukti,” ungkap hakim konstitusi yang menjabat selama dua periode tersebut.
Pemanggilan Aswanto
Sementara terkait pemanggilan Aswanto, Palguna menjelaskan pemanggilan tersebut, terkait kapasitas Aswanto sebagai hakim konstitusi yang memutus perkara tersebut. Meskipun Aswanto tidak ikut serta dalam pembacaan putusan dikarenakan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah telah dilantik. Menurutnya, pemeriksaan Aswanto sama dengan pemeriksaan yang dilakukan kepada hakim konstitusi lainnya.
“Penting kita tanya karena ikut memutus dan ikut mayoritas hakim, bukan yang dissenting (opinion) dalam putusan tersebut. Tentu ada sisi lain yang kemudian kita dapatkan dari keterangan beliau dan tidak bisa saya ungkapkan di sini karena masih membutuhkan konfirmasi,” papar Palguna.
Menurut Palguna, dari dua hakim konstitusi serta satu orang mantan hakim konstitusi yang telah didengar keterangannya tersebut, belum ada keterangan yang saling bertentangan. “Ada variasi-variasi tertentu memang ada karena ingatan-ingatan setiap orang berbeda. Tapi sejauh ini secara garis besar peristiwanya belum ada yang bertentangan,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Palguna, tetap membutuhkan pemeriksaan terhadap tujuh hakim konstitusi lainnya untuk lebih mendalami terkait adanya perubahan. Menurutnya, penting bagi MKMK harus mendengar keterangan dari sembilan hakim. “Perubahan yang dimaksud ketika RPH, nanti kita akan bandingkan teks seperti yang sudah diberitakan. Itu yang kita dalami. Itu yang menjadi titik tolak kita. Latar belakang itu yang penting kita tahu sebagai petunjuk,” imbuh Palguna.
Baca juga:
MK Bentuk MKMK Guna Usut Dugaan Pengubahan Putusan
Dukung Kinerja MKMK, MK Lantik Tim Sekretariat
Jaga Integritas Usut Dugaan Pengubahan Putusan, Majelis Kehormatan MK Mengucap Sumpah
Batas Waktu Kerja
Mengenai batas waktu kerja, Palguna menyebut MKMK diberi waktu 30 hari kerja untuk memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran yang dilaporkan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (PMK 1/2023). Apabila belum selesai, maka diberikan penambahan waktu selama 15 hari kerja. Ia menegaskan bahwa masa kerja MKMK terhitung sejak laporan diregistrasi dalam Buku Laporan atau Temuan Pelanggaran Elektronik (e-BLTP) dan laporan terkait dugaan pengubahan Putusan MK Nomor 103/PUU-XXI/2023 baru teregistrasi e-BLTP pada 14 Februari 2023.
“Tampaknya kami akan meminta perpanjangan. Tapi kami berusaha mengefektifkan waktu. Sangat tidak mungkin selesai hanya 30 hari kerja karena baru diperiksa tiga hakim konstitusi. Ada beberapa alasan yang perlu kita dengar, maka perlu ada sidang lagi,” paparnya.
Lebih lanjut, Palguna menyebut jika ada hakim terduga, maka dibutuhkan waktu pemeriksaan lagi. Hal ini yang menyebabkan MKMK membutuhkan tambahan waktu. Selain itu, Palguna memahami opini publik mengenai lamanya pemeriksaan yang dilakukan MKMK. Menjawab hal itu, ia menyampaikan tidak memungkinkan jika seluruh persidangan di MK dihentikan agar hakim konstitusi diperiksa oleh MKMK. Belum lagi, jika hakim harus mengisi sebagai narasumber untuk bimtek penanganan perselisihan PHPU Tahun 2024. Ia juga menegaskan efektivitas waktu kerja MKMK tanpa mengurangi prinsip kepatutan.
“(MKMK) menyesuaikan dengan jadwal persidangan hakim. Kami mengerti dan berterima kasih terhadap kontrol publik yang menganggap kelamaan (kinerja MKMK). Kelamaan itu jika dihitung dari harinya saja. Tapi jika dilihat dari intensitas kami bekerja, kami kekurangan waktu sebenarnya,” jelas Palguna.
Kemudian, Palguna menjelaskan MKMK belum menentukan hakim terduga karena kasus yang sedang ditangani bukan bermuara dari laporan, namun temuan. Untuk itu, MKMK harus menempuh proses mendengarkan keterangan beberapa pihak sebelum menemukan hakim terduga.
Sebelumnya, MKMK telah memanggil sejumlah pihak untuk didengarkan keterangannya, di antaranya Panitera MK Muhidin, Plt. Sekjen Heru Setiawan, panitera pengganti, petugas persidangan, dan lainnya. Pada Kamis (2/3/2023) besok, MKMK dijadwalkan akan memeriksa Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. (*)
Penulis: Lulu Anjarsari P.
Editor: Lulu Anjarsari P.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi