Menguji Syarat Minimal Umur Konsiliator Hubungan Industrial

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana perkara pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) pada Kamis (23/2/2023). Sidang untuk perkara Nomor 19/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Nandang Rakhmat Gumilar (Pemohon I), Bayu Alhafizh Nurhuda (Pemohon II), Achmad Rizki Zulfikar (Pemohon III), Muhammad Alfian (Pemohon IV) dan Sofyan Hadimawan (Pemohon V). Para Pemohon merupakan Konsiliator Hubungan Industrial. Norma yang diuji adalah Pasal 19 ayat (1) huruf c UU PPHI yang berbunyi: “berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;”

Para Pemohon yang diwakili oleh Muhammad Iqbal Sumarlan Putra mengatakan awal mulanya pada 6 Desember 2021 terdapat Surat undangan dari Plt. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indsutrial Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor: Und.103/HI.04.02/XII/21. Perihal undangan dengan agenda Pembahasan Pra-Rekrutmen Calon Konsiliator Hubungan Industrial untuk mengidentifikasi kebutuhan dan potensi minat pada jabatan Konsiliator Hubungan Industrial berikut skema pembiayaannya yang berasal dari unsur pegawai Non PNS/Honorer di daerah padat industri tertanggal 6 Desember 2021.

 

Syarat Umur Minimal

Para pemohon telah memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Konsiliator dan tinggal menunggu legitimasi. Namun, hal tersebut tidak kunjung diberikan oleh Menteri Ketenagakerjaan. Setelah Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi mengirimkan surat perihal Konsultasi Pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Calon Konsiliator Kabupaten Bekasi, barulah para Pemohon mengetahui alasan mereka tidak kunjung mendapatkan legitimasi Konsiliator dikarenakan terhalang syarat umur minimum untuk dilakukan pengangkatan calon konsiliator yang mensyaratkan berumur minimum 45 tahun sebagaimana tercantum pada UU PPHI.

“Ketentuan batas syarat umur minimal Konsiliator lebih tinggi dibandingkan dengan ketentuan batas syarat umur minimal untuk dapat diangkat menjadi Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Agung Ad-Hoc pada Mahkamah Agung yang lebih rendah yaitu "berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun" berdasarkan Pasal 64 huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004,” terang Iqbal di hadapan Ketua panel Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Penetapan syarat umur minimal 45 tahun bagi Konsiliator, menurut Para Pemohon tidak berdasar, karena syarat umur bukan merupakan sebuah syarat yang menentukan kompetensi seseorang, karena bagi seorang Konsiliator yang lebih penting adalah terpenuhinya seluruh syarat-syarat sebagaimana termuat dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i UU PPHI dan Pasal 2, Pasal 3 Permenaker Nomor 10 Tahun 2005 itu sudah cukup untuk membuktikan seorang calon konsiliator dapat melakukan konsiliasi untuk menyelesaikan suatu Perselisihan Hubungan Industrial.

 “Penetapan syarat umur tersebut tentu menutup hak bagi setiap Calon Konsiliator yang memiliki umur di bawah 45 tahun yang telah memenuhi seluruh syarat-syarat sebagaimana termuat UU a quo. Selain itu pula terdapat urgensi lain untuk segera dilakukan pegangkatan sebagai Konsiliator karena faktanya sejak tahun 2021 jumlah Konsiliator di Indonesia hanya berjumlah 17 orang. Hal demikian tentu membuat tidak tercapainya tujuan dibentuknya lembaga konsiliasi yakni penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah,” tegas Iqbal.

 

Disparitas Syarat Umur Minimal

Iqbal menegaskan, salah satu syarat yang memberatkan bagi Para Pemohon adalah penetapan batas umur minimal untuk menjadi konsiliator yakni berumur sekurang-kurangnya 45 tahun sebagaimana tertuang dalam Pasal 19 ayat (1) Huruf c UU PPHI menimbulkan kerugian bagi Para Pemohon terutama apabila dibandingkan dengan persyaratan untuk menjadi Mediator.

Hal tersebut menunjukkan adanya disparitas syarat ketentuan batas syarat umur minimal antara Konsiliator dengan Mediator. Syarat umur minimal untuk diangkat sebagai konsiliator lebih tinggi dibandingkan dengan syarat umur minimal untuk dapat diangkat menjadi Mediator Hubungan Industrial dengan rentang umur 18 tahun hingga 35 tahun. Bahkan ketentuan batas syarat umur minimal konsiliator ini juga masih lebih tinggi dibandingkan ketentuan batas syarat umur minimal untuk dapat diangkat menjadi Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial yakni berumur paling rendah 30 tahun.

Selain batas syarat umur minimal yang cukup memberatkan bagi seorang Calon Konsiliator, seorang Calon Konsiliator harus juga membuktikan pengalaman 5 (lima) tahun di bidang hubungan industrial. Hal ini berbeda dengan dengan seorang Calon Mediator yang hanya perlu memenuhi persyaratan telah melaksanakan tugas di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun atau ikut mendampingi dalam  pembinaan dan penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial paling sedikit 10 kasus.

Jenis perselisihan yang dapat ditangani oleh Mediator lebih banyak jika di bandingkan dengan jenis perselisihan yang dapat ditangani oleh Konsiliator. Adapun jenis perselisihan yang dapat ditangani oleh Mediator yakni perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Adapun yang membedakan jenis perselisihannya antara Mediator dengan Konsiliator, yaitu Konsiliator tidak dapat menangani perselisihan hak. Dengan kewenangan yang lebih banyak tersebut seharusnya untuk menjadi Mediator tidaklah cukup hanya dengan dengan melaksanakan tugas di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun atau ikut mendampingi dalam pembinaan dan penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial paling sedikit 10 (sepuluh) kasus.

Lebih lanjut Iqbal menerangkan, dibandingkan dengan syarat pengalaman hakim ad-hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial mempersyaratkan pengalaman 5 (lima) tahun, syarat pengalaman Arbiter Hubungan Industrial mempersyaratkan pengalaman 5 (lima) tahun dan bahkan seorang Advokat saja harus membuktikan pengalamannya dengan magang secara terus menerus selama 2 (dua) tahun.

Dengan demikian yang menjadi pertanyaannya apakah mungkin dengan melaksanakan tugas di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya I (satu) tahun atau ikut mendampingi dalam pembinaan dan penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial paling sedikit 10 (sepuluh) kasus seorang calon mediator dapat memiliki kompetensi yang nyata dalam menyelesaikan suatu perselisihan industrial? Belum tentu, terutama apabila membandingkan dari segi pengalaman maka calon konsiliator lebih unggul dalam menyelesaikan suatu perselisihan industrial, meskipun memiliki keunggulan dari segi pengalaman namun mengapa sedemikian dipersulit dengan syarat umur minimal 45 (empat pulih lima) tahun? Tentu saja hal demikian bukan merupakan hal yang adil bagi Para Pemohon sebagai calon konsiliator yang telah memenuhi seluruh syarat untuk diangkat menjadi Konsiliator.

Dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 19 ayat (1) huruf c UU PPHI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk pula “calon konsiliator yang telah memenuhi seluruh syarat-syarat dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial”.

 

Rekonstruksi Permohonan

Sebelum memberikan nasihat perbaikan permohonan, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan permohonan cukup runut dan substantif. Akan tetapi, saran Suhartoyo, Pemohon perlu merekonstruksikan kembali permohonan sesuai dengan sistematika permohonan perkara pengujian undang-undang di MK yang meliput

“Jadi, tidak perlu dibuat seperti ini, memisahkan antara dasar pengujian, objek pengujian dengan argumentasi yuridis. Itu semua sebenarnya sudah merupakan posita atau alasan-alasan permohonan. Jadi nanti itu direkonstruksikan kembali,”urai Suhartoyo.

Hal yang sama dikatakan oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah yang mengatakan sistematika penyusunan permohonan tidak seperti yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK). “Tidak perlu berimprovisasi soal sistematika. Ikuti saja sistematika yang diatur dalam PMK.” tutur Guntur.

 

Selanjutnya, Guntur juga menyarankan Pemohon agar berhati-hati dalam memberikan tafsir. “Tadi pemohon menyampaikan bahwa untuk mediator itu yang tugasnya lebih banyak dibandingkan dengan konsiliator kok usianya lebih muda 18 tahun. Sementara konsiliator sampai 45 tahun. Itu sepertinya argumentasi ini tidak apple to apple untuk dijadikan argumentasi. Karena itu justru bisa bayes pemahaman di situ. Tidak harus yang banyak ruang lingkup tugasnya maka ia harus lebih tua usianya. Demikian juga sebaliknya. Ini bisa bayes penafsiran. Jadi kalau menurut saya itu harus hati-hati dalam memberikan tafsir,” tegasnya.

Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan para pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. “Perbaikannya adalah tanggal 8 Maret 2023 paling lambat diserahkan, baik itu hardcopy ataupun softcopy jam 13.30 WIB,” tandas Enny.

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Humas: Andhini SF.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi