Sejumlah Kurator Uji UU Kepailitan Perjelas Kerugian Konstitusional

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang atas pengujian Pasal 31 ayat (1) dan Penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) pada Rabu (22/2/2023). Perkara Nomor 11/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Umar Husin, Zentoni, Sahat Tambunan, dan Paulus Djawa yang berprofesi sebagai kurator.

Para Pemohon melalui Donny Tri Istiqomah menyampaikan beberapa perbaikan yang telah dilakukan pihaknya di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan M. Guntur Hamzah. Perbaikan tersebut, yakni menambahkan Peraturan MK Nomor 2/2021 terutama Pasal 4 ayat (2), memperkuat kedudukan hukum para Pemohon untuk mengukur hak konstitusional yang termuat dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Pada bagian kerugian konstitusional telah dijabarkan secara sistematis, kerugian potensial sebagai WNI adalah kurator dengan surat keputusan sebagai kurator dan berikutnya pada perbaikan ini jadinya Pemohon mengajukan dua pasal yakni Penjelasan Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan. Karena akibat penjelasan pasal a quo dengan tidak memasukkan pengecualian Pasal 59 UU Kepailitan rangkaian pelaksanaan eksekusi pada situasi putusan pailit maka ini merugikan para Pemohon,” jelas Donny.

Selanjutnya terkait dengan penambahan kerugian konstitusional yang bersifat aktual, Donny menyebutkan, para Pemohon telah mengalaminya secara konkret atas Putusan Kepailitan Nomor 1/2022 pada 7 April 2022. Bahwa pernyataan eksekusi dikeluarkan pada 15 Maret 2022, maka mengacu pasal a quo, maka hanya ada waktu dua bulan untuk melaksanakan eksekusi. Selanjutnya para Pemohon juga menambahkan pokok permohonan, bahwa Penjelasan pasal a quo tersebut telah mengurangi norma sehingga berdampak pada ketidakpastian hukum.

Baca juga: Berdampak Kurangi Kewenangan, Sejumlah Kurator Uji UU Kepailitan

Pada sidang terdahulu, Rabu (8/2/2023) para Pemohon menyebtkan keberadaan Pasal 31 ayat 1 UU Kepailitan menimbulkan ketidakpastian hukum karena para kurator harus selalu berhadapan dengan perdebatan hukum dengan para kreditor yang berstatus Kreditor Separatis yang debiturnya diputus pailit. Sebab, kreditor separatis akan menolak tunduk terhadap Pasal 31 ayat 1 UU Kepailitan dan hal ini berdampak pada hilang atau setidak-tidaknya berkurangnya kewenangan para Pemohon untuk mengambil alih dan menjual aset debitur yang telah diputus pailit. Padahal, kewenangan yang dimiliki para Pemohon merupakan kewenangan atributif yang diberikan undang-undang.

Terhadap keadaan pailit terdapat pemberlakuan bersifat khusus dan istimewa bagi Kreditor Separatis yang juga dapat mengeksekusi persoalan kepailitan sebagaimana diatur Pasal 55 UU Kepailitan. Namun ia tidak dapat secara serta-merta dapat mengeksekusi haknya begitu saja, tetapi harus melalui sebuah rangkaian proses eksekusi yang tidak terputus sebagaimana diatur Pasal 56 sampai dengan Pasal 59 UU Kepailitan.

Untuk itu, para Pemohon memohon pada Mahkamah untuk menyatakan Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU Kepailitan tidak sah secara hukum dan dinyatakan dihapus karena telah membuat ketidakjelasan norma yang terkanding pada Pasal 31 ayat (1) UU Kepailitan, sehingga merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon karena telah menyebabkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum serta bertentangan dnegan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.(*)

Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi