Seorang Advokat Persoalkan Penggantian Hakim Konstitusi oleh DPR
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1667804763_9e59248523b177f69e0a.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian materiil Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 57 angka 1 dan 2, dan Pasal 87 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU 7/2020), pada Senin (7/11/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak yang berprofesi sebagai advokat.
Dalam sidang yang digelar secara daring, Zico mengajukan permohonan provisi. Menurutnya, permohonan ini sangat urgen untuk diputus karena berkaitan dengan independensi Hakim Konstitusi. Semakin lama perkara bergulir, tekanan politik dari DPR sebagai sesama lembaga tinggi negara akan mengakibatkan ketidakstabilan sistem hukum di Indonesia. Terlebih, saat ini DPR sudah menegaskan tidak akan menganulir penggantian Hakim Konstitusi Aswanto, sehingga menjadi penting agar tindakan DPR tersebut segera diadili oleh kekuasaan kehakiman, in casu Mahkamah Konstitusi. Permohonan provisi akan pemeriksaan sangat prioritas dan juga supaya Mahkamah menangguhkan segala tindakan yang bertujuan untuk mengganti Hakim Konstitusi yang sedang menjabat dengan cara maupun prosedur di luar dari ketentuan dalam Pasal 23 UU MK, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan ketetapan yang mengesahkan tindakan tersebut sebagaimana Pemohon mintakan dalam petitum provisi. Permohonan Pemohon sangatlah didasari pada alasan yang kuat, sifatnya non nobis solum, sed omnibus (not for us alone, but for everyone), karena independensi MKi sebagai guardian of constitutional rights sedang menjadi pertaruhan.
“Oleh karena ini sesuatu yang genting dan mendesak dimana sudah sebulan lebih perkara a quo ini terjadi,” kata Zico.
Sementara alasan pengujian permohonan, Zico menyebutkan Pasal 87 huruf b UU MK yang ditafsirkan lain telah menggerus kemerdekaan dan independensi MK. Dengan demikian, MK sebagai final interpreter of the constitution, sebagai mekanisme check and balances, maka MK harus menegakkan keadilan dimana telah terjadi pelanggaran hak-hak konstitusional melalui penafsiran lain dari Pasal 87 huruf b UU MK yang ditafsirkan lain oleh DPR dan menggerus kemerdekaan dan independensi MK.
Dalam permohonannya, Zico menjelaskan DPR secara tenderang benderang menyatakan mengganti Hakim Konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah oleh karena murni pertimbangan politik, sebab Aswanto tidak memiliki komitmen dengan DPR. Ini menunjukkan bagaimana intervensi politik ke dalam ranah hukum kekuasaan kehakiman. “It is called a “pure” theory of law, because it only describes the law and attempts to eliminate from the object of this description everything that is not strictly law: Its aim is to free the science of law from alien elements. This is the methodological basis of the theory.
Menurutnya, tindakan DPR yang kemudian menafsirkan surat konfirmasi inilah yang kemudian dijadikan celah mengintervensi hakim konstitusi sehingga menggerus MK yang merdeka dan independen. Bagi DPR, mereka sebagai lembaga negara tidak terikat kepada pertimbangan hukum dalam Putusan MK sehingga kemudian menafsirkan sendiri surat konfirmasi tersebut untuk mengganti hakim sesuai keinginan mereka. Hal ini menurutnya akan menimbulkan preseden buruk karena di kemudian hari, lembaga yang mengajukan hakim konstitusi (MA, Presiden, dan DPR) akan bisa mengganti siapa pun hakim konstitusi kapan saja karena menggangap hakim konstitusi adalah “wakil” mereka.
Oleh karena itu, Zico dalam petitum provisi memohon kepada MK agar menyatakan menangguhkan segala tindakan yang bertujuan untuk mengganti hakim konstitusi yang sedang menjabat dengan cara maupun prosedur di luar dari ketentuan dalam Pasal 23 UU MK, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan ketetapan yang mengesahkan tindakan tersebut.
Sedangkan petitium dalam pokok permohonan, Zico memohon MK agar menyatakan Pasal 10 ayat (1) huruf a UU 24/2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint). Menyatakan frasa “amar putusan” dalam Pasal 57 angka 1 dan 2 UU 7/2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai memiliki kekuatan mengikat yang sama termasuk pula pertimbangan hukum. Selain itu, menyatakan Pasal 87 huruf b UU 7/2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ditafsirkan lain dari yang termaktub dalam pertimbangan Putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Paragraf [3.22] halaman 130 yakni hakim konstitusi yang sedang menjabat melanjutkan masa jabatannya tanpa mengenal periodisasi sehingga tidak dapat digantikan atau diberhentikan di luar dari ketentuan dalam Pasal 23 UU MK.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Zico, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menasihati Zico agar memperkuat permohonan dengan mencantumkan undang-undang lain yang dapat menguatkan kewenangan MK. “Mungkin undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan atau juga ditambahkan undang-undang kekuasaan kehakiman. Ini saudara juga tidak menyinggung tentang PMK Nomor 2 Tahun 2021, saya belum melihat. Karena jelas di situ MK sudah menentukan bagaimana pengujian formil dan materil bagaimana strukturnya, sistematika dari permohonan ini sehingga itu yang menjadi komentar saya atau saran saya di bagian kewenangan MK ini, ”jelas Manahan.
Kemudian Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menasihati Zico agar menguraikan kerugian konstitusionalnya. “Satu hal yang nanti perlu dicermati lagi kaitan dengan hak konstitusional yang dilindungi ini luput dicantumkan. Ini bagaimana. Pasal-pasal yang seharusnya dirujuk mengenai hak-hak konstitusional bagian kedudukan hukum ini tidak jelas, padahal saudara sudah mengutip yurisprudensi MK mengenai kerugian hak konstitusional. Dalam perbaikan nanti ditunjukan hak konstitusional yang dirugikan itu ya misalnya hak atas pekerjaan Pasal 28d ayat 2 karena kerugian yang pemohon dalilkan ada kaitannya dengan pekerjaan pemohon sebagai advokat. Di sini dicantumkan ya nanti,” kata Wahiduddin menasihati.
Sedangkan Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga menasihati Zico agar betul-betul dapat memperkuat legal standing. “Pembacaan saya, lemah sekali legal standing Anda mengajukan permohonan ini terutama berkaitan dengan Pasal 87 itu masa usia hakim, pensiun hakim dan masa jabatan hakim. Ini berkaitan dengan usia dan sebagainya juga masalah dengan pendidikan hakim itu saudara masih jauh dari persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam UU ini. Sehingga anda harus mampu menjelaskan keterkaitan kerugian konstitusional dengan menguji Pasal 87 ini,” jelas Arief.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menginformasikan batas waktu terakhir memasukkan perbaikan permohonan yaitu pada Senin 21 November 2022 pukul 10.00 wib.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi