Hukum Pemilu Berkembang Seiring Progresivitas Putusan MK

SURABAYA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional bertema “Upaya Penegakan Hukum Pemilu dalam Menangani Sengketa Perkara Perselisihan Hasil Pemilu-Pilkada Indonesia,” pada Jumat (30/9/2022) di Auditorium Ki H. Muhammad Saleh Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Surabaya. Suhartoyo yang hadir secara langsung dalam acara ini juga menyaksikan Penandatanganan Kerja Sama antara Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Unitomo yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dan Rektor Unitomo Siti Marwiyah.

Dalam kesempatan itu, Suhartoyo dalam paparannya mengatakan pemilihan umum (pemilu) merupakan bagian fundamental dari pemerintahan yang demokratis. Pemilu dapat dimaknai sebagai manifestasi kedaulatan rakyat. “Namun tidak semua negara yang telah menjalankan pemilu dapat disebut negara yang demokratis,” kata Suhartoyo.

Suhartoyo menjelaskan, dalam sistem politik yang demokratis terkait pemilu yakni adanya pemerintahan yang harus dipilih secara teratur melalui pemilihan yang adil, terbuka serta terdapat larangan terhadap tindakan yang bersifat pemaksaan. Berikutnya terdapat hak memilih dan dipilih bagi warga negara yang telah memenuhi syarat, termasuk pula hak untuk mengekspresikan kebebasan politik. Selain itu adalah adanya akses untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi alternatif yang tidak dimonopoli oleh pemerintah atau kelompok tertentu dan pada akhirnya semua warga negara memiliki hak yang sama untuk membentuk dan bergabung ke dalam kelompok yang otonom termasuk bergabung dengan partai politik, kelompok-kelompok kepentingan lainnya.

Suhartoyo menegaskan, tercapainya indikator sistem politik negara demokratis tidak terlepas dari konstruksi hukum pemilu yang mendasari sistem dari penyelenggaraan pemilu. Hukum pemilu di Indonesia berkembang pesat salah satunya terkait dengan progresivitas MK dalam melahirkan putusan hukum pemilu tidak hanya dilandaskan pada peraturan perundang-undangan saja melainkan juga bersumber dari berbagai yurisprudensi putusan-putusan yang dikeluarkan oleh MK melalui kewenangan konstitusionalnya baik dari pengujian undang-undang, perselisihan hasil pemilihan umum dan perselisihan hasil kepala daerah.

Sejak MK berdiri pada tahun 2003, ungkap Suhartoyo, MK telah menangani sengketa hasil pemilu sebanyak kurang lebih 676 putusan dan sengketa hasil pemilihan kepala daerah sebanyak kurang lebih 1.136 putusan.  Dalam perjalanannya MK telah beberapa kali menjatuhkan putusan landmark decision terkait hukum pemilu. Salah satu undang-undang yang paling banyak diuji konstitusionalitasnya adalah undang-undang terkait pemilu. Dari rangkaian tersebut, telah lahir beberapa prinsip hukum baru terkait pemilu. Prinsip baru itu lahir dari berbagai terobosan hukum baik menyangkut hukum materil maupun hukum formil dalam penyelesaian sengketa pemilu.

Putusan MK yang mempengaruhi aturan pemilu diklasifikasikan dalam kelompok terkait hak pilih dan persyaratan menggunakan hak pilih, peserta pemilu dan persyaratan calon, sistem pemilu, penghitungan suara dan penentuan calon terpilih, penyelenggaraan pemilu, mekanisme penyelesaian penyelenggaraan pilkada.

Model kelembagaan penyelenggara pemilu seharusnya berdiri secara independen dan terlepas dari intervensi pemerintah, partai politik (parpol) maupun kelompok kepentingan lain. Model kelembagaan pemilu yang mandiri meliputi aspek institusional, fungsional dan personal. Aspek institusional penyelenggaraa pemilu tidak tunduk dan bebas dari ketergantungan dari berbagai pihak. Aspek fungsional bermakna bahwa kewenangan penyelenggaraa pemilu dalam pelaksanaan pemilu harus bebas dari intervensi, sedangkan aspek personal dimaksudkan agar tiap individu yang terlibat dalam pemilu bersifat non participant dan tidak memihak.

 

Monitoring Penanganan Perkara

Guntur Hamzah pada kesempatan ini memaparkan tentang penanganan perkara di MK. Data penanganan perkara di MK secara realtime selalu update di MK. Masyarakat dapat mengikuti perkembangan perkara melalui laman MK. “Ini memperlihatkan bahwa publik atau masyarakat dapat memonitoring penanganan perkara di MK,” ujar Guntur saat memperlihatkan laman mkri.id kepada para peserta Seminar.

Guntur pun bercerita seputar pengalamannya di MK selama 10 tahun. Selama 7 tahun menjabat sebagai Sekjen MK hingga saat ini, Guntur memahami betul seluk beluk kerja supporting system, mulai dari permohonan masuk, diregistrasi dan seterusnya. Hal ini bisa dilihat di website MK. “Inilah sebagai implementasi transparansi, akuntabilitas bagaimana penanganan perkara di MK. Setiap perkara yang masuk kami langsung upload. Kalau kita tidak upload permohonan ini, ada wilayah para pegawai untuk bisa bermain-main,” jelas Guntur.

 

Penulis: Utami Argawati

Editor: Nur R.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi