Hukum dan Politik Hadapi Era Disrupsi Teknologi

PONTIANAK, HUMAS MKRI - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah memberikan kuliah umum bertema “Hukum dan Politik berdasarkan Pancasila di Era Society 5.0 yang diselenggarakan kerja sama MK dan Universitas Panca Bhakti (UPB), pada Jumat (9/9/2022). Kuliah umum ini merupakan rangkaian kegiatan masa orientasi mahasiswa baru sekaligus Road to Festival Konstitusi dan Antikorupsi Tahun 2022. Dalam kegiatan tersebut, turut hadir pula sebagai narasumber, Rektor UPB, Purwanto, dan Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak.

Mengawali paparannya, Guntur mengutip kata-kata dari John F. Kennedy: Change is the law of life. And those who look only to the past or present are certain to miss the future yang artinya, perubahan adalah hukum kehidupan. “Mereka yang hanya melihat masa lalu dan kini, maka pasti akan kehilangan masa depan.  Kita jangan melupakan sejarah tetapi kita dituntut untuk maju. Jangan sampai terlena dengan masa lalu, jadikan masa lalu sebagai pelajaran untuk mencapai masa depan yang lebih baik,”ujarnya di hadapan para mahasiswa.

Menurut Guntur, tantangan kita saat ini adalah menghadapi era kemajuan teknologi yang  semakin berkembang dengan adanya temuan-temuan yang memaksa kita menggunakan inovasi-inovasi yang ada di masyarakat kita. “Tidak terbilang inovasi-inovasi  yang terjadi tetapi di sisi yang lain juga mengalami yang namanya turbulensi satu sama lain. Inilah yang kita sebut era disrupsi. Era cara-cara kerja biasa dipaksa dengan cara baru (seperti biasanya),” terang Guntur.

Dikatakan Guntur, dalam konteks seperti inilah kita perlu memahami posisi seorang sarjana hukum, bagaimana sarjana hukum menyikapi era disrupsi teknologi. Biasanya, sambung Guntur, para sarjana hukum menyikapi persoalan-persoalan ini dengan cara apatis atau apriori bahkan membuat pembatas-pembatas atau aturan supaya perkembangannya tidak pesat.

“Saya ingin menyampaikan apa yang dikatakan oleh Steve Jobs, yakni bersahabatlah dengan teknologi. Barang siapa yang mencoba melawan teknologi, maka akan tergilas oleh perkembangan teknologi. Jadi kita orang hukum atau lainnya jangan sampai ketinggalan teknologi. Teknologi harus diterima dan kita harus bersahabat dengan teknologi. Karena teknologi itulah yang membuat kita bisa lebih produktif, inovatif, dan menghasilkan kerja kita menjadi praktis dan simpel,” imbuh Guntur.

Lebih lanjut Guntur mengatakan, era saat ini sangat memungkinkan persoalan-persoalan hubungan antara politik dan hukum dapat diatasi dan dicari benang merahnya yakni dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi dapat membuat sesuatu menjadi transparan, memisahkan yang menjadi domain bersifat politik dan mana yang bersifat hukum.

Penerapan teknologi yang konsisten  dalam era 5.0 menjadi salah satu cara menghadapi tantangan sekaligus kesempatan untuk dapat melihat sinergi antara aspek hukum dan aspek politik dapat berpadu tanpa saling menihilkan.

Di MK, sambung Guntur, ICT adalah singkatan dari Integrity, Clean, and Trustworthy. Integrity berarti Integritas sebagai modal insani agar tidak terjadi loss of human identity,. Clean adalah bersih dari upaya-upaya koruptif serta menguntungkan diri sendiri. Sedangkan Trustworthy berarti elemen terpenting untuk menghadapi pembentukan dan penegakan hukum di era disrupsi.

 

Budaya Antikorupsi

Sementara Yuyuk Andriati Iskak dalam paparannya mengatakan, sebagai lembaga negara KPK dan MK memiliki kepentingan yang sama untuk terus menggaungkan visi dan tugas masing-masing demi mencapai kepercayaan publik.

Yuyuk menjelaskan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam mengatasi permasalahan korupsi di negeri ini. Salah satunya dengan membangun budaya antikorupsi di lingkungan kampus. “Membangun budaya antikorupsi di lingkungan kampus selaras dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” kata Yuyuk.  

Melalui pendidikan, terang Yuyuk, kampus dapat melakukan insersi pendidikan antikorupsi, pelatihan, dan kaderisasi. Melalui penelitian, kampus dapat membentuk pusat kajian, perbaikan tata kelola, dan inovasi antikorupsi lainnya. Melalui pengabdian, kampus dapat melaksanakan KKN tematik antikorupsi dengan terjun langsung ke masyarakat.

Perilaku-perilaku korup, imbuh Yuyuk, nyatanya juga muncul di dunia pembelajaran kampus. Seperti mencontek, titip absen, plagiat, proposal palsu, gratifikasi ke dosen, mark up uang buku, penyalahgunaan beasiswa, hingga penyelewengan penerimaan mahasiswa baru. Oleh karenanya penting menyelenggarakan pendidikan antikorupsi pada kurikulum pendidikan perguruan tinggi.

“KPK mencatat sejumlah 1.479 dari 4.593 Perguruan Tinggi atau sekitar 32.2% telah mengimplementasikan pendidikan antikorupsi. KPK berharap angka ini terus meningkat demi mewujudkan kampus di seluruh Indonesia yang berbudaya antikorupsi”, kata Yuyuk kepada para mahasiswa baru dan dosen pengajar yang mengikuti kegiatan ini.

Menutup paparannya, Yuyuk berharap kampus dan mahasiswa punya komitmen yang sama dalam menginternalisasikan nilai-nilai integritas. “Kampus dan seluruh civitas akademika harus punya rasa memiliki yang tinggi untuk menjaga marwah kampus dengan membangun nilai-nilai integritas dan budaya antikorupsi,” tutup Yuyuk.

Sedangkan Purwanto melalui paparannya menambahkan bahwa tujuan dari dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan disebut sebagai politik hukum. Dimana produk hukum dihasilkan dari proses politik.

“Meskipun karakter hukum sangat dipengaruhi warna politik, namun harapannya hukum bisa menjadi garda terdepan dalam menghasilkan social engineering,” kata Purwanto.

Dalam sesi tanya jawab, ada pertanyaan mengenai produk hukum  yang ada saat ini apakah sudah berdasarkan nilai-nilai Pancasila? Menjawab pertanyaan tersebut, Guntur mengatakan, nilai Pancasila yang berkaitan dengan hukum terdapat dalam sila kedua.  Produk hukum kita ini mestinya inline dengan nilai Pancasila, yakni sila kedua itu. Tidak hanya menegakkan keadilan tetapi juga menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Kita berharap hukum dapat menjawab kebutuhan masyarakat. “Prinsip dasarnya hukum dibuat untuk kepentingan masyarakat. Hukum itu tidak bekerja di luar sosial tetapi selalu inline dengan kepentingan masyarakat,” tegas Guntur.

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi