Arief Hidayat: Masyarakat Indonesia Belajar dari Keteladanan "The Founding Fathers"
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1659888199_8866efe438b7318a1bd0.jpg)
DENPASAR, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjadi narasumber Seminar Nasional “Menjaga NKRI Berdasar Pancasila: Teladan dari The Founding Fathers” yang diselenggarakan Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar pada Sabtu (6/8/2022).
“Bangsa Indonesia saat ini kehilangan orientasi, ada disorientasi di semua lapisan masyarakat, baik elit politik nasional, lokal maupun seluruh masyarakat Indonesia. Orientasi itu harus diarahkan ke tujuan visi dan misi negara yang tercantum dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 sebagaimana diwariskan oleh the founding fathers,” jelas Arief membuka paparan.
Keteladanan The Founding Fathers
Oleh karena itu, Arief memohon kepada semua pihak, terutama terhadap generasi muda Indonesia agar membaca, memahami, menghayati dan mencari makna terdalam dari alinea keempat pembukaan UUD 1945, kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bila melihat salah satu kalimat dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 tertulis, “.. maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa …” Hal diartikan, kemerdekaan Indonesia diperoleh bukan sekadar perjuangan fisik dan pikiran semata, namun juga berkat Rahmat Allah SWT.
Ditegaskan Arief, seluruh bangsa Indonesia, apa pun agamanya, sukunya, bahasanya, lembaga kerja manapun yang memiliki tugas dan fungsi berbeda-beda, disatukan oleh visi dan misi negara yang sama seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
“Termasuk para mahasiswa, rektor, guru besar, dan seluruh masyarakat Indonesia mencapai tujuan visi dan misi yang sama. Demi mencapai tujuan visi dan misi yang sama, maka kita mendirikan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Karena Pancasila adalah alat pemersatu, memberikan keteladanan toleransi dan sebagainya. Hal itu sudah ditunjukkan oleh the founding fathers pada waktu sidang-sidang BPUPK dan PPK tentang keteladanan, sikap, perilaku, pikiran untuk bersama-sama menuju ke visi dan misi yang sama,” urai Arief.
Menurut Arief, ideologi Pancasila adalah ideologi yang paling tepat mendasari bangsa Indonesia dalam hidup berkeluarga, berkelompok, berpartai politik, berorganisasi masyarakat, maupun seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Bangsa Indonesia pernah jaya pada abad ke-7 di masa Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat kebudayaan dunia. Bangsa Indonesia pernah jaya pada abad ke-14 di masa Kerajaan Majapahit sebagai negara maritim terbesar. Bangsa ini akan jaya kembali pada abad ke-21 berdasarkan Pancasila. Itu keyakinan saya,” tegas Arief.
Lebih lanjut Arief juga menerangkan gambaran peradaban manusia. Dari peradaban yang sangat sederhana yang disebut dengan hunting society beralih pada agrarian society. Kemudian terjadinya revolusi industri dengan ditemukan mesin uap, listrik dan lainnya. Bertahun-tahun kemudian menuju pada information society dengan ditemukan komputer dan sebagainya, hingga peradaban saat ini yang disebut era 5.0 atau super smart society yang mengalami perkembangan sungguh luar biasa.
Virus Penegakan Hukum
Sementara itu Rektor Universitas Hindu Indonesia I Made Damriyasa, atas nama civitas kampus Universitas Hindu Indonesia menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya atas kehadiran Hakim Konstitusi Arief Hidayat secara daring sebagai narasumber seminar nasional yang diselenggarakan Universitas Hindu Indonesia. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para narasumber lainnya, termasuk pihak yang telah memfasilitasi terselenggaranya seminar maupun para peserta seminar.
“Kami sangat bersyukur acara ini bisa diselenggarakan di Universitas Hindu Indonesia. Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa. Atas Rahmat Tuhan lah, acara ini dapat kami laksanakan, Cuaca yang cerah hari ini diharapkan dapat menyebarkan virus-virus penegakan hukum dan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda seperti yang disampaikan Prof Arief dalam paparannya,” ucap Damriyasa.
Hal lain dan tak kalah penting, sambung Damriyasa, penandatanganan kerja sama (MoU) antara Mahkamah Konstitusi dan Universitas Hindu Indonesia yang merupakan kerja sama dalam kegiatan upaya peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara.
“Apalagi telah disampaikan bahwa nota kesepahaman ini seperti KTP, berlaku seumur hidup. Jadi selama Mahkamah Konstitusi dan Universitas Hindu Indonesia ada, maka nota kesepahaman ini tetap ada,” kata Damriyasa.
Keniscayaan
Kepala Biro Humas dan Protokol MK Heru Setiawan mengatakan bahwa kerja sama MK-UNHI melalui MoU adalah suatu keniscayaan dan kebutuhan. Karena Mahkamah Konstitusi lahir atas peran dan dukungan dari perguruan tinggi.
“Nota kesepahaman ini menjadi tonggak penting bagi MK-UNHI untuk senantiasa berkolaborasi, bersinergi, saling mendukung, saling menjaga dan saling melengkapi dalam koridor pelaksanaan tugas dan fungsi, tanggung jawab masing-masing,” ungkap Heru.
Dijelaskan Heru, setelah dilakukan penandatanganan MoU MK-UNHI secara elektronik, maka MoU ini akan berlaku seterusnya, tidak perlu diperbarui lagi dan berlaku selamanya. Kalau sebelumnya, MoU diperbarui setelah lima tahun sekali, namun sekarang berlaku selamanya.
“Karena nota kesepahaman diniatkan dalam kebaikan dan untuk aspek kehidupan, maka tidak ada alasan untuk memberhentikan nota kesepahaman ini. Meski suatu ketika bila ada satu pihak yang ingin mengakhiri nota kesepahaman, itu ada waktu untuk menyampaikan permohonan untuk mengakhiri,” terang Heru.
Sebelumnya pada Sabtu (6/8/2022) bertempat di Universitas Hindu Indonesia (UNHI), dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara MK dan UNHI. Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan oleh Rektor UNHI I Made Damriyasa dan Sekjen MK M. Guntur Hamzah yang hadir secara daring dari Makassar. Nota kesepahaman tersebut bertujuan untuk dan demi tercapainya peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara dan mutu pendidikan tinggi hukum.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P
Source: Laman Mahkamah Konstitusi