Sekjen MK: Kepemimpinan Birokrasi Harus Kompak dan Solid
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1659917603_10c4416333b32ee67760.jpg)
MAKASSAR, HUMAS MKRI - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan selayang pandang dalam bedah buku “Birokrasi Modern; Hakikat, Teori dan Praktik” karya M. Guntur Hamzah bersama Ria Mardiana Yusuf. Acara ini terselenggara atas kerja sama MK dengan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan, pada Jumat (5/8/2022) di Ruang Promosi Doktor FH Unhas.
Guntur yang hadir secara langsung mengatakan, sebuah lembaga atau organisasi jika tidak ditunjang birokrasi atau sumber daya manusia yang bagus maka hanya selesai pada diskusi yang tidak ada tindak lanjutnya.
“Oleh karena itu, perlu yang namanya membangun sumber daya manusia yang adaptif,” ujar Guntur di hadapan penanggap bedah buku serta para peserta yang hadir secara daring maupun luring.
Guntur dalam buku tersebut memberikan gambaran tentang birokrasi modern yaitu sistem penyelenggaraan negara atau organisasi yang berbasis ICT2 (information, communication, and technology/integrity, clean, and trustworthy). Birokrasi modern juga juga memiliki pengertian yang memenuhi prinsip METACORD (meritocracy, empowerment, transparent, adaptive, collaborative, obedient, responsive, dan digitalize). Metacord ibarat birokrasi yang terjalin dengan tali kawat yg kuat dan tidak terikat oleh jarak dan waktu.
Dikatakan Guntur, inti dari buku Birokrasi Modern adalah salah satu cara untuk membangun dua pondasi yakni lembaga dan sumber daya manusianya. Kepemimpinan birokrasi harus kompak dan solid. “Birokrasi itu harus kuat, harus strong, leadershipnya harus kompak, harus solid,”
Dalam era birokrasi modern ini tidak boleh menafikan peran dari digital. Guntur menegaskan, Presiden RI telah menggariskan pemanfaatan transformasi digital untuk peningkatan layanan publik sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance). Prinsip good governance menghendaki transparansi dan akuntabilitas.
“Buku ini merupakan kolaborasi antara praktisi di bidang birokrasi dengan hukum manajemen. Kami persembahkan buku ini, mudah-mudahan buku ini mudah dibaca dan dapat dipahami dengan baik,” harap Guntur.
Problematika Birokrasi
Dalam sesi bedah buku, hadir dua penanggap yaitu Erwan Agus Purwanto (Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI) dan Ahmad Ruslan (Guru Besar FH Unhas).
Menanggapi buku tersebut, Erwan yang hadir secara daring mengatakan, pada bagian pertama buku ini mendiskusikan hakikat birokrasi modern termasuk reasoning mengapa pemerintah melalui birokrasi perlu campur tangan urusan publik dan bagaimana karakteristik perilaku birokrasi tersebut dalam menjalankan perannya.
Lebih lanjut Erwan mengatakan, penulis kemudian menjelaskan problematika yang dihadapi birokrasi selama ini termasuk persoalan korupsi. Kemudian diajukan pertanyaan mengapa birokrasi yang digagas oleh Max Weber dengan prinsip rasionalitas justru menciptakan ruang terjadinya korupsi; Apakah birokrasi modern mampu menghilangkan penyakit tersebut?
Erwan juga menjelaskan, penulis buku ini secara implisit mengatakan bahwa adopsi teknologi modern (terutama ICT) diharapkan akan mampu menyelesaikan persoalan korupsi yang dihadapi oleh birokrasi. Untuk membuktikan hal tersebut, dalam paparan di bagian dua buku ini kemudian digambarkan bagaimana praktik birokrasi modern tersebut di MK.
“Pada bagian ketiga buku ini, di bab 4 dan 5 penulis menjelaskan bagaimana praktik birokrasi modern di MK. Jadi banyak deskripsi di bab 4 bagaimana memodernkan birokrasinya dengan menggunakan berbagai macam aplikasi untuk memberikan pelayanan publik. Pada bagian ketiga ditutup refleksi dan komparasi praktik birokrasi modern di berbagai negara,” ulas Erwan.
Bicara birokrasi modern, Erwan menyebut selalu menghadirkan tantangan metodologi. Hal tersebut dikarenakan ketika mengklaim sesuatu pasti diperhadapkan dengan sesuatu yang dianggap kuno atau tradisional atau dalam buku ini disebut konvensional.
“Secara metodologi pasti akan menimbulkan perdebatan,” lanjut Erwan.
Sementara penanggap kedua yakni Ahmad Ruslan mengatakan dalam buku ini telah dituliskan mengenai waktu berkembangnya birokrasi. Kunci modern dalam buku ini adalah ICT tetapi bukan hanya ICTnya saja tetapi juga staf atau sumber daya manusia di belakangnya.
Ruslan menyebutkan buku ini berfungsi untuk memberikan bahan mengenali, memahami serta mengubah pola pikir dan pola pelaku para aparatur. Dari tujuh bab buku tersebut, Ahmad Ruslan menegaskan bahwa buku ini telah lengkap mulai dari nilai-nilai pelayanan yang memanusiakan manusia.
“Bergunalah buku ini sebagai bahan bacaan. Saya senang sekali jika buku ini dijadikan buku wajib mulai dari S1, S2 dan seterusnya terkhusus bidang hukum administrasi dan lainnya,” tandas Ruslan.
Penulis: Utami Argawati
Editor: Nur R.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi