Arief Hidayat Ungkap Keteladanan The Founding Fathers
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1652519377_cda1e4ffc413878ed865.jpg)
TARAKAN, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah menjadi narasumber Kuliah Umum “Internalisasi Ideologi dalam Dinamika Demokrasi Indonesia” kerja sama Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Borneo Tarakan pada Sabtu (14/5/2022).
Memulai kegiatan, Arief Hidayat menjelaskan peran the founding fathers di masa kemerdekaan sebagai ‘Indonesia Kecil’ yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPK) dari berbagai daerah Indonesia dan beragam ras maupun penganut bermacam agama di nusantara.
“Apa yang dihasilkan beliau-beliau sungguh luar biasa. Kalau beliau-beliau tidak mengutamakan berdirinya NKRI, tidak bersatu padu menghasilkan ideologi negara yang menjadi dasar bernegara Indonesia, memikirkan ego dan rasnya sendiri, maka tidak akan terbentuk Undang-Undang Dasar 1945 terutama pembukaannya yang sedemikian penuh kasih sayang, penuh cinta tanah air dan penuh rasa kebangsaan yang luar biasa,” jelas Arief.
Keteladanan The Founding Fathers
Proses pembentukan UUD 1945, ungkap Arief, tidak berdasarkan ‘menang-menangan’ melalui suara mayoritas. The founding fathers telah memberikan keteladanan kepada bangsa Indonesia dalam bernegara, harus saling menghormati, proses ‘memberi dan menerima’ yang luar biasa, saling menghargai dan menerima, supaya menjadi satu bangsa dari Sabang sampai Merauke atau sebaliknya.
“Jadi itu contoh-contoh bagaimana saling toleransi, menghargai, penuh kasih sayang, menerima kelebihan dan kekurangan sebagai sesuatu anak bangsa yang sudah tercermin dalam BPUPK dan PPK. Ada situasi kosmologi yang harus kita temukan di situ. Tiap kali kita membahas sesuatu yang krusial dan kelihatannya akan mengalami suatu deadlock, maka kemudian pimpinan sidang mengatakan mari sejenak mengheningkan cipta, memohon kepada Tuhan yang Maha Kuasa, Allah SWT, meminta petunjuk supaya tidak terjadi konflik tajam yang akhirnya menghasilkan rumusan-rumusan hasil musyawarah yang bisa diterima semua pihak tanpa adanya voting,” urai Arief.
Oleh karena itu, kata Arief, generasi muda Indonesia agar dapat meniru keteladanan dari the founding fathers. Namun demikian, menurut Arief, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia memang tidak mudah. Saat ini bangsa Indonesia hidup dalam era disrupsi teknologi. Media sosial seringkali digunakan untuk menyebarkan berita yang bersifat hoaks, ujaran kebencian dan sebagainya.
Karena itulah Arief mengajak masyarakat, khususnya generasi muda untuk mulai mengisi media sosial dengan konten positif yang mengandung budaya luhur Indonesia sehingga intervensi ideologi dan budaya asing dapat dilawan. Meskipun demikian, lanjut Arief, tetap ada sisi positif dari kemajuan teknologi, misalnya penggunaan zoom untuk kegiatan di masa pandemi, membuat kegiatan tanpa harus bertemu secara langsung.
Negara Modern
Sementara itu, M. Guntur Hamzah menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam berbagai bidang, baik geografis dan letak Indonesia yang strategis, sumber daya alam dan sebagainya. Dalam kesempatan ini, Guntur mengutip pendapat pakar Henk Addink terkait negara modern.
“Bahwa untuk dikatakan sebuah negara sebagai negara yang modern, maka harus memiliki tiga pilar atau tiga syarat. Pertama, dia harus mengusung prinsip demokrasi. Kedua, dia harus mengusung prinsip rule of law. Ketiga, tata kelola birokrasinya harus berbasis pada good government,” papar Guntur.
Sejatinya, ucap Guntur, kalau merefleksikan negara Indonesia dengan tiga syarat negara modern tersebut, sudah tercermin dalam konsep bernegara Indonesia maupun dalam Pancasila yang dipahami bangsa Indonesia saat ini.
Oleh karena itu, kalau melihat dari aspek demokrasi sebagai salah satu syarat negara modern, menurut Addink, pertama harus memperlihatkan kebebasan kepada masyarakat yang mendapat basis legitimasi pada konstitusinya. Tidak sekadar kebebasan yang seluas-luasnya, namun kebebasan yang harus dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian, kebebasan di Indonesia lebih bersifat impresif ketimbang kebebasan yang terjadi di negara-negara barat.
“Kemudian rule of law-nya harus berbasis pada negara hukum. Artinya, tindak-tanduk dan semua aspek kehidupan kita harus berdasarkan negara hukum. Addink menyebut ada empat syarat negara hukum yaitu mengusung prinsip legalitas, ada pemisahan kekuasaan, melindungi hak konstitusional warga negara, serta peran Mahkamah Konstitusi dalam sistem negara hukum,” ujar Guntur.
Berikutnya, Guntur menjelaskan pentingnya tata kelola birokrasi yang baik, good government. Dikatakan Guntur, tata kelola birokrasi di negara Indonesia kini semakin maju, seiring dengan Kementerian PANRB yang senantiasa mencanangkan tata kelola bernegara dan memperkuat sistem bernegara. Tugas memperkuat sistem bernegara juga dilakukan oleh lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, seperti Presiden, MPR, DPR, BPK, MA, termasuk MK dan KY. (*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi