Sekjen MK Paparkan “Birokrasi Modern” dalam Kuliah Umum Pascasarjana FH UNS
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1647313201_c005589a4e62a29d44d3.jpg)
SURAKARTA, HUMAS MKRI – Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan kuliah umum kepada para mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Surakarta pada Sabtu (12/3/2022). Tema yang diangkat adalah “Birokrasi Modern - Hakikat, Teori dan Praktik” yang merupakan judul salah satu buku karya M. Guntur Hamzah bersama Ria Mardiana Yusuf.
“Bicara birokrasi modern sebetulnya bukan hal baru. Kita mengenal birokrasi modern dari pemikiran Max Weber. Meskipun banyak yang mengkritik pemikiran, teori, konsep Max Weber, namun peletak birokrasi modern adalah Max Weber. Oleh karena itu, buku ini juga banyak mengulas pandangan Max Weber,” ujar Guntur memulai pertemuan.
Guntur menerangkan, birokrasi modern adalah sistem penyelenggaraan negara atau organisasi yang berbasis ICT (information, communication & technology). Menurut Guntur, ICT juga memiliki makna yang lebih penting yakni sebagai akronim dari Integrity (Integritas), Clean (Bersih), Trustworthy (Dapat dipercaya).
Dikatakan Guntur, birokrasi modern juga memiliki pengertian yang memenuhi prinsip Metacord (meritocracy, empowerment, transparent, adaptive, collaborative, obedient, responsive, digitalize). Birokrasi hendaknya dipahami tidak hanya dilihat sebagai sistem kerja yang berbasis ICT, lebih dari itu birokrasi hendaknya konsisten menerapkan prinsip-prinsip Metacord. Penerapan prinsip-prinsip Metacord diyakini akan membedakan cara kerja birokrasi model lama dengan birokrasi modern.
“Metacord ibarat organisasi yang terjalin dengan tali kawat yg kuat dan tidak terikat oleh jarak dan waktu,” ungkap Guntur.
Mendahulukan Kemauan
Dalam buku “Birokrasi Modern - Hakikat, Teori dan Praktik” tersebut, Guntur tidak hanya menyampaikan teori-teori, namun juga memberikan berbagai macam perspektif praktik untuk memperlihatkan hakikat birokrasi modern itu bukanlah hal yang sulit, sepanjang ada kemauan. “Justru yang susah itu adalah kemauan, meskipun ada kemampuan dan kesempatan. Kemauan yang harus didahulukan,” jelas Guntur.
Guntur bertutur ketika Buku “Birokrasi Modern - Hakikat, Teori dan Praktik” telah rampung, Guntur merasa ketinggalan karena dirinya menemukan fakta ternyata sekarang ada birokrasi yang super modern yakni penanganan suatu layanan publik sejatinya tidak terlihat tapi terasa.
Lebih lanjut, Guntur menguraikan perkembangan praktik birokrasi di dunia yang sudah berjalan selama empat generasi. Generasi pertama terjadi pada abad ke-19 di negara-negara Amerika Latin. Para birokrat hanya bekerja dalam konteks individual decision. Generasi kedua terjadi pada abad ke-20. Selain melaksanakan individual decision, juga sudah mengombinasikan dengan pentingnya regulasi sebagai rambu-rambu dalam proses pengambilan keputusan.
Selanjutnya, generasi ketiga ditandai adanya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik, bahkan dibutuhkan umpan-balik (feedback) yang juga bermakna substantif. “Sedangkan generasi keempat terjadi pada abad ke-21 sampai saat ini, ditandai dengan penerapan prinsip-prinsip good governance dan penggunaan teknologi informasi,” ucap Guntur.
Komparasi Birokrasi Negara Lain
Guntur juga menerangkan komparasi birokrasi negara lain. Misalnya, Amerika Serikat yang memiliki birokrasi berbasis customer, trust & technology. Selain itu menerapkan desentralisasi dan delayering sebagai jiwa birokrasi serta menjalankan kompetisi dan semangat kewirausahaan.
“Birokrasi perkantoran sifatnya lebih fleksibel. Malah yang lebih rigid adalah birokrasi perusahaan,” ucap Guntur yang.
Jepang menerapkan value administrasi publik yang mencakup legality, harmony, seniority. Birokrasi Jepang lebih mengedepankan harmonisasi, memadukan birokrasi Eropa dan Asia. Selain itu, Jepang lebih memprioritaskan senioritas. Lain pula di Inggris yang memiliki birokratisasi terkendali dan rigid serta lebih banyak kendali pada sistem monarki.
Peradilan Berbasis ICT
Dalam kuliah umum, Guntur juga mengungkapkan peradilan dengan sistem kerja berbasis ICT (Information, Communication, and Technology) dan memiliki mindset dan culture set yang maju. “Lantas, apa yang menjadi tujuan peradilan berbasis ICT, memangkas biaya dan waktu, meminimalisir terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, mewujudkan proses kerja yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel serta meningkatkan kualitas pelayanan publik,” kata Guntur.
Selain itu, Guntur juga menguraikan karakter lembaga peradilan untuk mendukung pembelajaran berbasis digital/elektronik yakni lembaga peradilan harus mengadopsi perkembangan ICT; lembaga peradilan harus aktif mendorong rasionalitas dan keadilan substantif dalam proses dan pencapaian tujuan; lembaga peradilan mampu mendeteksi kebutuhan regulasi dari masyarakat pencari keadilan; lembaga peradilan harus mempertimbangkan “roh” hukum, bahwa hukum ada untuk masyarakat.
Selanjutnya mengenai pemanfaatan ICT di MK. Guntur mengungkapkan, MK merespons perkembangan ICT melalui Integrated System yang meliputi Sistem Manajemen Perkara (SIMPP), Sistem Verifikasi Keuangan (SIVIKA), e-Kinerja, e-SKP, Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD), SIMPEL, e-Perisalah, e-Minutasi, e-BRPK, case tracking, video conference.
MK juga merenspons perkembangan ICT melalui Sistem Online 24/7 untuk pelayanan publik dan pencari keadilan. Berikutnya, MK merespons perkembangan ICT melalui Single-sign-on yang cukup melakukan proses otentikasi sekali saja untuk mendapatkan ijin akses terhadap semua layanan dalam jaringan. Selanjutnya, MK merespons perkembangan ICT melalui Digital Mindset dan M-KIT.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi