Sekjen MK Bicara Pengelolaan SDA dalam Kuliah Konstitusi FSH UIN Alauddin

MAKASSAR, HUMAS MKRI - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah menjadi pemateri dalam Kuliah Konstitusi bertema “Pokok-Pokok Kebijakan Konstitusi Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam” yang diselenggarakan Fakultas Syariah dan Hukum  (FSH) UIN Alauddin, Makassar pada Rabu (2/3/2022). Dalam Kuliah Konstitusi yang digelar secara daring dan luring dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat ini, Guntur mengenalkan kepada mahasiswa tentang konsepsi Pasal 33 UUD 1945.

Guntur mengatakan MK adalah penafsir akhir terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945. Terkait hal ini, MK telah banyak menangani perkara pengujian norma dalam undang-undang yang tidak sesuai dengan konstitusi. Beberapa di antaranya, pengujian UU Ketenagalistrikan, UU Sumber Daya Air, UU Minyak dan Gas Bumi, UU Kehutanan, UU Perkebunan, UU Pertambangan Mineral dan Batubara, dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sehubungan dengan ini, Putusan MK Nomor 64/PUU-XVIII/2020 dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba) MK menilai inkonstitusional terutama pada frasa “diberikan jaminan” dan “dijamin” pada Pasal 169 UU Minerba.

Terhadap perkara ini, jelas Guntur, MK mengabulkan sebagian permohonan dengan alasan pemberian jaminan tersebut akan menutup dan menjauhkan implementasi penguasaan sumber daya alam oleh negara. Selain itu, sambung Guntur, hal ini juga menutup peluang badan usaha dalam negeri untuk berperan dalam memajukan perekonomian sesuai dengan semangat Pasal 33 UUD 1945.

“Dengan kata lain, MK memberikan pembatasan guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karenanya, MK melakukan perubahan dan penafsiran akhir dengan menambahkan kata “dapat”. Dengan ini, MK telah menjalankan tugasnya dalam mengawal konstitusi,” kata Guntur yang juga merupakan Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar.

 

Hajat Hidup Orang Banyak

Terkait dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) ini, Guntur menyebutkan negara dan rakyat Indonesia haruslah sejahtera dengan kekayaan yang ada di dalam alamnya. Untuk itu, pengelolaan SDA yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak haruslah dikembalikan kepada negara. Dengan demikian, dalam memaknai Pasal 33 UUD 1945 tersebut, MK perlu melakukan klasifikasi terhadap cabang-cabang produksi yakni cabang-cabang produksi itu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, atau penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak.

Untuk ini, sambung Guntur, MK mengembalikan kepada pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat untuk menilai apa dan kapan suatu cabang produksi itu dinilai penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak. Selain itu, cabang produksi yang pada suatu waktu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, pada waktu yang lain dapat berubah menjadi tidak penting bagi negara dan/atau tidak lagi menguasai hajat hidup orang banyak.

“Maka makna ‘dikuasai oleh negara’ dapat diartikan jika pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam hal pengaturan, pengelolaan, kebijakan, pengurusan, dan pengawasan terhadap cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak,” tutur Guntur.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi