Sekjen MK: Tantangan Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Peraturan Perundang-Undangan Semakin Kompleks
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/berita_1624265793_9ae5d8ead73d488378fc.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI – Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah menjadi narasumber Talkshow “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Peraturan Perundang-undangan” pada Senin (21/6/2021) siang di Jakarta. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam peraturan perundang-undangan intinya adalah bagaimana kita menerapkan prinsip-prinsip good regulation government, yang pada dasarnya mengarah pada bagaimana kita membuat peraturan perundang-undangan yang baik. Di dalamnya, salah satu kompenen utama adalah sedapat mungkin menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam seluruh produk peraturan perundang-undangan di negara kita,” urai Guntur yang menyampaikan paparan secara daring.
Berbicara nilai-nilai Pancasila dalam produk peraturan perundang-undangan, ujar Guntur, bangsa Indonesia sudah memiliki banyak atribut yang berkaitan dengan Pancasila. Ada yang mengatakan bahwa Pancasila adalah jiwa bangsa, pandangan hidup bangsa, dan lainnya. Ini semua, kata Guntur, menandakan begitu mulia dan karismatiknya Pancasila sehingga Pancasila harus diturunkan dalam tataran yang lebih praktis.
“Hendaknya Pancasila itu diturunkan, diinternalisasikan, dibumikan ke dalam tiga aspek kehidupan kita. Aspek pertama, dalam perilaku kehidupan sehari-hari baik dalam sikap maupun tingkah laku kita. Saya mengapresiasi BPIP yang membuat animasi tentang perilaku sehari-hari yang disebut dengan perilaku Pancasila. Aspek kedua, bagaimana membumikan Pancasila di level legislasi dan regulasi. Aspek ketiga, membumikan Pancasila di level kebijakan. Tiga aspek ini perlu disinergikan untuk mengetahui sejauhmana nilai-nilai Pancasila apakah sudah membumi di tanah air kita,” papar Guntur.
Pada kesempatan ini, Guntur memfokuskan pada pembahasan aspek kedua untuk membumikan Pancasila di level legislasi dan regulasi. Sejak dari tahap pembentukan undang-undang, harus sudah adaptif dengan nilai-nilai Pancasia. Kemudian di tahap penerapan hukum juga harus bermuatan nilai-nilai Pancasila. Setelah itu, pada tahap penegakan hukum, juga harus bermuatan nilai-nilai Pancasila.
“Pada tahap penegakan hukum ini bukan diartikan menjatuhkan sanksi. Namun penegakan hukum dalam arti review, baik dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi maupun oleh Mahkamah Agung,” jelas Guntur.
Hal lain dan yang tak kalah penting, lanjut Guntur, dalam rangka akselerasi internalisasi nilai-nilai Pancasila ke dalam peraturan perundang-undangan adalah menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. Utamanya kalau sudah menggunakan teknologi artificial intelligence untuk mendeteksi sejauhmana nilai-nilai Pancasila sudah tertuang dalam produk peraturan perundang-undangan di Indonesia.
“Selain mengadopsi Pancasila, bagian lain yang tidak terpisahkan adalah mengakomodir Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi,” ungkap Guntur.
Guntur menambahkan, di era Society 5.0 sebagai respons sikap peradaban terhadap Revolusi Industri 4.0, teknologi diperankan untuk ‘memanusiakan manusia melalui teknologi’ dan bukan malah sebaliknya, ‘teknologi menjajah manusia’. Tantangan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam peraturan perundang-undangan akan semakin kompleks. Tantangan yang dihadapi itu berupa kontemporarisasi tafsir terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka yang kompatibel dengan situasi terkini.
Pada talkshow ini hadir pula Kepala Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul yang mengatakan Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, sesuai Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. “Ini menjadi dasar rasionalitas kami agar internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam peraturan perundang-undangan diberlakukan. Teori mengatakan bahwa norma dalam suatu negara bersumber pada norma yang di atasnya. Komitmen kami di Badan Keahlian DPR adalah menjaga asas-asas pembentukan undang-undang,” kata Inosentius yang juga menjelaskan tahap-tahap dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Sementara Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Rahman Hadi menyampaikan bahwa Pancasila adalah dasar dan ideologi negara, sebagai pandangan hidup bangsa, pemersatu bangsa dan sebagainya. “Kalau kita memaknai Pancasila sebagai falsafah, maka dia adalah sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan negara dan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila bersifat universal sehingga harus diinternalisasi di setiap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” ungkap Rahman.
Selanjutnya Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan bahwa posisi pemerintah daerah selama ini hanya mengikuti peraturan maupun norma dari pemerintah pusat. “Pemerintah menyiapkan aturan, norma, regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan sebagainya. Masyarakat daerah patuh dengan aturan-aturan atau regulasi-regulasi tersebut. Lantas siapa eksekutornya? Tak lain adalah pemerintah daerah itu sendiri. Ada Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta anggota DPRD. Kami menjembatani agar nilai-nilai Pancasila dalam aspek pendidikan dilaksanakan dengan baik di daerah,” ucap Akmal.
Berikutnya, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Benny Riyanto menegaskan bahwa secara norma Pancasila sudah menjiwai kehidupan bangsa Indonesia, termasuk dalam aspek regulasi. Benny juga menyebut visi pembangunan nasional adalah menuju Indonesia yang maju, mandiri, adil, dan makmur.
“Hal ini termaktub dalam UU No.17 Tahun 2007,” imbuh Benny dalam talkshow yang juga dihadiri narasumber Deputi Bidang Perundang-undangan dan Administrasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara Lydia Silvanna Djaman, serta Deputi Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP K.A. Tajuddin.
Penandatanganan MoU DPR-BPIP
Sebelumnya pada Senin (21/6/2021), DPR dan BPIP telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding, MoU) di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta. Melalui MoU tersebut, DPR dan BPIP sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila, khususnya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Ketua DPR Puan Maharani memandang nota kesepahaman tersebut sebagai hal positif. Dikatakan Puan, terdapat tantangan bagi pembentuk undang-undang yaitu menempatkan Pancasila bisa beraktualisasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. “Di samping tidak bertentangan dengan Pancasila, norma-norma yang dibuat harus menjiwai dan mencerminkan nilai-nilai dalam Pancasila,” tegas Puan.
“Bahwa semangat dari nota kesepahaman ini adalah untuk memastikan ada nafas Pancasila dalam setiap peraturan perundang-undangan yang akan lahir dari Gedung Senayan ini,” tambah Puan.
Sementara Kepala BPIP Yudian Wahyudi menekankan pentingnya membumikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila kepada seluruh masyarakat Indonesia. “Pancasila merupakan pemersatu bangsa Indonesia yang lahir dari rahim ibu pertiwi. Sudah selayaknya lembaga negara, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya mendorong pemahaman yang kuat dan menyeluruh bagi seluruh masyarakat Indonesia agar pemikiran-pemikiran dan warisan luhur para pendiri bangsa dapat selalu dipelajari dan diamalkan dari generasi ke generasi,” tandas Yudian.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
https://youtu.be/7b75Vws3xkU
Source: Laman Mahkamah Konstitusi