Sekjen MK: Kontrol Yudisial untuk Melindungi Hak Warga Negara
JAKARTA, HUMAS MKRI – Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah menjadi narasumber webinar dengan tema “Kontrol Yudisial Terhadap Penyalahgunaan Wewenang Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan Pasca Undang-Undang Cipta Kerja”, pada Rabu (7/4/2021). Kegiatan ini diselenggarakan Mahkamah Agung dalam rangka Tridasawarsa Peradilan Tata Usaha Negara.
“Satu kehormatan bagi saya dapat hadir dalam acara yang membahas mengenai kontrol yudisial terhadap penyalahgunaan wewenang badan dan atau pejabat pemerintahan dari berbagai perspektif,” ucap Guntur.
Guntur menjelaskan hakikat kontrol yudisial terhadap pejabat pemerintah dalam perspektif hukum administrasi negara. Menurutnya, kontrol yudisial mutlak dilakukan oleh peradilan untuk melakukan koreksi atas praktik penggunaan wewenang dan untuk menegakkan prinsip-prinsip good government.
“Dalam konteks ini kita harus memastikan bahwa hukum administrasi merupakan instrumen yuridis bagi pengadilan dalam memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat atas tindakan penggunaan wewenang yang menyimpang,” tegas Guntur.
Kontrol yudisial memiliki beberapa aspek. Di antaranya, kontrol yudisial merupakan sarana mencegah timbulnya segala bentuk penyimpangan tugas pemerintahan. Kontrol yudisial merupakan salah satu ciri pokok dari tugas badan peradilan yaitu melakukan penilaian tentang sah tidaknya suatu perbuatan pemerintah.
Selanjutnya, sambung Guntur, kontrol yudisial merupakan kewenangan badan di luar kekuasaan pemerintahan atau pengadilan untuk menjaga tindakan administratif dalam batas-batas hukum. Kemudian, kontrol yudisial mengawasi tindakan pemerintah bukan saja terhadap keputusan yang dibuatnya, tetapi juga hal- hal di luar keputusan itu termasuk di dalamnya judicial review. Selain itu, kata Guntur, kontrol yudisial mengimplikasikan warga negara dapat ‘menantang’ tindakan administrasi yang salah di forum pengadilan.
Adapun tujuan utama kontrol yudisial adalah untuk melindungi hak dan kebebasan warga negara dengan memastikan legalitas tindakan administratif. Sedangkan tujuan akhir kontrol yudisial atas tindakan administratif adalah memastikan legalitas mereka dan dengan demikian, melindungi warga dari pelanggaran hukum, hak konstitusional, dan hak-hak lainnya.
Lebih lanjut Guntur mengatakan, pengadilan di negara-negara demokrasi konstitusional dirancang sebagai ‘wasit’ yang bermanfaat bukan hanya mencegah dan menghukum pihak-pihak yang melanggar hukum, melainkan juga melindungi hak-hak warga negara.
Pilar Negara Modern
Terkait pentingnya kontrol yudisial terhadap pejabat pemerintah, Guntur mengutip pendapat pakar Henk Addink yang mengutarakan tiga pilar dalam negara modern. Pilar pertama, negara harus mengusung prinsip rule of law. Pilar kedua, negara harus mengusung prinsip demokrasi. Pilar ketiga, negara harus memiliki good government.
Masih menurut Henk Addink, ada beberapa unsur dari negara hukum, yaitu negara harus menegakkan prinsip legalitas, negara harus dibangun dengan division of powers, negara harus menegakkan komitmen terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia. Kemudian, negara menjadi lembaga peradilan sebagai judicial control.
“Kalau kita bicara judicial control berarti bicara rule of law. Kalau kita bicara rule of law berarti kita bicara peraturan perundang-undangan. Kalau kita bisa memahami ini, segala langkah dari pemerintah harus tetap dalam bingkai rule of law karena di situ ada judicial control lembaga peradilan,” ungkap Guntur.
Bicara mengenai UU Administrasi Pemerintahan di berbagai negara, tutur Guntur, semuanya mengarah pada empat aspek yakni memastikan masyarakat mendapatkan informasi mengenai persyaratan, prosedur dan biaya untuk setiap urusan pemerintahan, kemudian membuka partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan pemerintahan. Selain itu, memastikan adanya standar atau perlakuan yang sama dalam setiap proses pembuatan keputusan pemerintahan dan penanganan komplain administrasi pemerintahan. Aspek terakhir, membuka kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pemerintahan untuk ditinjau kembali (judicial review).
Moralitas Pemerintahan
Guntur juga menyampaikan gagasan tentang moralitas pemerintahan dari pakar bernama Maurice Haurio. Menurut Haurio, gagasan tentang pemerintahan yang baik juga dikembangkan sebagai pelengkap dari gagasan pemerintahan deontologis dengan nilai etika dan moralitas publik yang kuat. Pemerintahan yang baik mampu mengantisipasi perluasan cakupan dari penyalahgunaan wewenang (recours pour excès de pouvoir/REP) yang secara langsung terkait dengan gagasan moralitas administratif, yaitu sebuah cara introspeksi pemerintahan untuk mengevaluasi moralitas administratifnya.
Terkait penyalahgunaan wewenang, menurut Guntur, dapat dikendalikan melalui empat level. Pertama, administrative control yakni dibuat sistem dalam satu lembaga untuk setransparan mungkin mengarah pada bisnis yang berbasis pada ICT. Berikutnya, ada level management control, level self control dan level judicial control.
“Sebaik-baiknya pengendalian terhadap pejabat pemerintah yang menyalahgunakan wewenang, harus dibangun melalui sistem yang tidak bersifat menghukum, memidana tapi lebih kepada agar pejabat pemerintah itu tumbuh kesadaran sekaligus dilakukan perbaikan. Oleh karena itu, saya mengedepankan melakukan pemulihan ketimbang menghukum,” tandas Guntur.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi