Sekjen MK Bicara Sejarah Pengujian UU dalam Dies Natalies FH Unhas

JAKARTA, HUMAS MKRI - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah menjadi narasumber kuliah umum dalam rangka Dies Natalies ke-69 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas), pada Jumat (12/3/2021). Kegiatan yang diikuti oleh 300 peserta ini diselenggarakan secara daring dan luring dari Baruga Prof. DR. H. Baharuddin Lopa, SH. Fakultas Hukum Unhas.

Dalam kegiatan ini Guntur memaparkan presentasi berjudul “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Guntur bertutur ihwal judicial review yang pada praktiknya dipopulerkan oleh Amerika Serikat melalui kasus Hylton vs US Government pada 1796. Namun pada pengujian ini, MA Amerika memutuskan tidak membatalkan regulasi pajak atas gerbong kereta api yang tertuang dalam Tax on Carriages Act 1794. Menurut Pemohon dalam perkara a quo, norma tersebut dipandang bertentangan dengan UU AS terkait larangan pajak berganda. Akan tetapi, pandangan ini ditolak oleh Hakim William Paterson karena Amerika dalam kondisi membutuhkan sumber daya keuangan.

“Akhirnya, putusan masa itu adalah ditolak dan UU tersebut tetap berlaku karena secara dampaknya norma tersebut tidak dipandang sebagai sebuah peristiwa hukum yang monumental. Barulah pada kasus Marbury vs Madison pada 1803, MA Amerika membatalkan UU yang berkaitan dengan pengangkatan hakim. Sehingga inilah produk hukum pertama kali yang dibatalkan oleh Hakim John Marshall pada MA Amerika,” terang Guntur dalam kegiatan yang turut dihadiri Dekan FH Unhas Farida Patittingi dan Dosen FH Unhas Ahsan Yunus.

Selanjutnya dalam perkembangan pada 1919, Austria melalui Hans Kelsen memperkenalkan dan mempopulerkan lembaga sejenis Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini didirikan secara resmi pada 1920.

Mengenai eksistensi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Guntur menerangkan bahwa Indonesia merupakan negara ke-86 yang membentuk MK. Sejatinya, ide mendirikan MK telah ada sebelum kemerdekaan RI melalui gagasan M. Yamin yang disebut Balai Agung. Namun, hal ini ditentang oleh tokoh nasional lainnya pada sidang BPUPK. Barulah pada 19992002 saat dilakukannya amendemen UUD 1945, ide mendirikan MK disetujui oleh MPR dan pendirian lembaga ini dikonkretkan pada 2003. Adapun kewenangan yang diberikan kepada MK yaitu melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, menyelesaikan sengketa lembaga negara, pembubaran partai politik, dan menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum serta MK berkewajiban memberikan pendapat apabila ada dugaan Presiden/Wakil Presiden melakukan pelanggaran.

“Di samping itu, MK juga diberikan kewenagan tambahan berupa penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah hingga terbentuknya lembaga peradilan khusus yang menangani perkara ini,” jelas Guntur.

Pada kuliah umum ini, Guntur juga membahas lebih lanjut mengenai payung hukum, fungsi, statistik putusan, dan karakteristik peradilan MK sebagai lembaga peradilan konstitusi di Indonesia. Berikutnya, para peserta kuliah umum pun diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan pendapat yang berkaitan dengan materi yang telah dijabarkan dalam kuliah umum ini.

Perlu diketahui, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin berdiri pada 3 Maret 1952 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3399/Kab bertanggal 30 Januari 1952 dengan nama Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat. Pada 2021, fakultas ini telah memasuki angka tahun ke-69 dalam kiprahnya di dunia pendidikan hukum. Saat ini, kampus hukum ini dipimpin oleh Farida Patittingi selaku Dekan untuk periode 2014–2022.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi