Berbagai Materi Bagi Para Peserta Diklat Penanganan PHP Kada Tahun 2020

JAKARTA, HUMAS MKRI – Kegiatan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Persiapan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) dan Pegawai Mancadaya di lingkungan Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual diisi dengan beragam materi dari para narasumber pada Senin hingga Selasa, 7-8 Desember 2020.

 

Wakil Ketua MK Aswanto menyajikan materi “Hukum Acara Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020.” Aswanto menerangkan cara mengajukan permohonan perkara penanganan perselisihan hasil pilkada di MK dapat melalui luring (offline) maupun daring (online). “Salah satu perbedaannya, kalau melakukan secara offline, maka Pemohon harus memasukkan permohonan empat rangkap. Sedangkan kalau melakukan secara online cukup satu rangkap saja,” kata Aswanto.

 

Mengenai sistematika permohonan perkara perselisihan hasil pilkada hampir sama dengan perkara pengujian undang-undang. “Identitas Pemohon harus jelas. Harus diperiksa betul, nama dan alamat serta mencantumkan alamat surat elektronik. Harus ada KTP dan Nomor Induk Kependudukan juga dicantumkan. Kalau Pemohonnya diwakili oleh kuasa, maka kuasa juga harus mencamtumkan kartu tanda anggota sebagai advokat,” ujar Aswanto.

 

“Selain itu, apakah memungkinkan Pemohonnya lebih dari satu. Pengalaman kami, ada pemilihan bupati di Papua yang jumlah pasangan calonnya lima. Semua pasangan calon yang kalah, mengajukan permohonan karena merasa dirugikan dengan apa yang diputuskan KPU,” tambah Aswanto.

 

Selain identitas Pemohon, sambung Aswanto, dalam permohonan harus mencantumkan Kewenangan Mahkamah. Dalam permohonan harus diuraikan bahwa yang dipersoalkan adalah hasil pemilihan kepala daerah sehingga berdasarkan norma yang ditentukan, Mahkamah mempunyai kewenangan untuk memeriksa.

 

“Putusan MK menegaskan, penanganan perkara pilkada bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Penanganan perkara pilkada menjadi kewenangan peradilan khusus. Tapi dalam Putusan MK ada klausul ‘sepanjang peradilan khusus belum dibentuk, kewenangan mengadili dan memutus perkara pilkada tetap ada pada Mahkamah Konstitusi’,” kata Aswanto yang juga menerangkan dalam permohonan harus dijelaskan kedudukan hukum Pemohon, alasan permohonan atau posita, kemudian petitum.

 

Lebih lanjut Aswanto menyinggung masalah barang bukti Pemohon. Ketika Pemohon mempersoalkan hasil perolehan suara di tingkat TPS, maka barang bukti yang bisa dijadikan pembuktian adalah hasil rekapitulasi di tingkat TPS yang dituangkan dalam formulir C1 hologram atau C1 Plano. “Itu yang menurut Mahkamah jadi barang bukti untuk bisa dijadikan pembuktian,” jelas Aswanto yang  mengungkapkan bahwa seringkali dalam penanganan perkara, ada PPS yang membuka kotak suara, padahal hal itu tidak diperbolehkan dan merupakan pelanggaran.

 

Nilai Sikap Integritas

 

Materi “Implementasi Nilai-Nilai Integritas dalam Penanganan Perkara Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020” dipaparkan Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah. Guntur menjelaskan bahwa nilai integritas merupakan kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku.

 

Dikatakan Guntur, nilai sikap integritas mencakup berani, peduli, adil. Orang yang berani adalah yang tidak takut menunjukkan kebenaran dan keadilan. Mereka berani melaporkan ketidakjujuran dan korupsi di sekitarnya. “Kita harus berani mengatakan tidak pada gratifikasi, apalagi pada korupsi. Harus konsisten, jangan menerima apa-apa. Kalau Anda berani menolak, berarti nilai integritasnya sudah semakin tinggi. Kalau kita tidak bisa menolak pemberian dari seseorang, laporkan saja ke Unit Pengendalian Gratifikasi. Tidak ada orang yang tidak butuh duit. Tapi kita juga harus memberikan penilaian pada diri kita,” kata Guntur.  

 

Selanjutnya Guntur menjelaskan makna peduli yang memiliki pengertian mereka yang terpanggil melakukan sesuatu dalam rangka memberikan inspirasi, perubahan dan kebaikan kepada lingkungan sekitar. “Kalau ada teman yang sedang bekerja keras, kita saling membantu. Peduli terhadap orang lain yang mengalami keadaan sulit,” ucap Guntur.

 

Sedangkan adil, ungkap Guntur, berarti lurus menempatkan sesuatu pada tempatnya, sesuai dengan koridornya atau sesuai dengan aturan. Untuk itu, kita terlebih dahulu harus mengetahui aturan yang seperti apa yang dapat menunjukkan bahwa itu adil.

 

Hal yang diungkapkan Guntur merupakan tata krama untuk menghindari segala bentuk pemberian. “Karena apa? Di MK sudah ada yang namanya pemberian secara resmi dalam bentuk HDPP. Sehingga kita bersyukur alhamdulillah, selain gaji, juga ada HDPP yang kita terima,” jelas Guntur.

 

 

Kondisi Sangat Istimewa

 

Selanjutnya Panitera MK Muhidin menampilkan materi “Mekanisme, Tahapan dan Kegiatan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020.”

“Kegiatan penanganan perkara Perselisihan Hasil Pilkada Tahun 2020 dilaksanakan dalam kondisi yang sangat istimewa. Kalau boleh saya sebut extra ordinary. Mahkamah akhir-akhir ini menghadapi tugas yang sangat menantang karena menghadapi hasil pilkada serentak. Juga kita mengatur strategi supaya penanganan perkara berlangsung aman dan kita semua sehat. Selesai putusan Mahkamah dengan putusan yang akuntabel, kita semua sehat dan selamat, para pihak puas dengan putusan-putusan Mahkamah,” ujar Muhidin.

 

Muhidin juga mengungkap data pemilihan kepala daerah tahun 2020 dilakukan di 270 daerah pemilihan. Rinciannya terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Termasuk mengenai bakal pasangan calon pemilihan tahun 2020, dari jenis pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota yang dinyatakan memenuhi syarat 739 orang. Sementara untuk seluruh pasangan calon yang ikut serta dalam pemilihan tahun 2020, baik jenis pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota. berdasarkan jenis kelamin, jumlah total kaum lelaki jumlah mencapai 1323 orang. Sedangkan kaum wanita berjumlah 159 orang yang menjadi pasangan calon. 

 

Selanjutnya Muhidin menguraikan tahapan penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur,

Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020 yang dimulai dengan pengajuan permohonan Pemohon, kemudian melengkapi dan memperbaiki permohonan Pemohon. Setelah itumelakukan pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan Pemohon.

 

Sesudah itu, kata Muhidin, dilakukan pengumuman hasil pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan Pemohon, berlanjut dengan pencatatan permohonan Pemohon dalam e-BRPK. Kemudian melakukan penyampaian salinan permohonan kepada Termohon dan Bawaslu. Lalu, pengajuan permohonan sebagai Pihak Terkait dan pemberitahuan sidang kepada para pihak. Tahapan berikutnya, melakukan pemeriksaan pendahuluan, sidang pembuktian dan Rapat Permusyawaratan Hakim. Hingga akhirnya dilakukan pengucapan putusan/ketetapan sertapenyerahan dan penyampaian salinan putusan/ketetapan.

 

Terkait persidangan MK, terdiri dari sidang pemeriksaan pendahuluan, sidang pembuktian dan sidang pengucapan putusan yang terbuka untuk umum. Jadwal hari sidang Mahkamah dapat diketahui dan diakses melalui laman Mahkamah. Persidangan dengan kehadiran para pihak, saksi, dan ahli digelar di ruang sidang Gedung Mahkamah dan/atau dapat melalui persidangan jarak jauh dengan fasilitas video conference dan/atau media elektronik lainnya.

 

 

Problematik pada Pilkada 2020

 

Kemudian ada Komisioner KPU Hasyim Asy’ari dan Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar yang membawakan materi “Sistem Penyelenggaraan, Pengawasan, dan Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020.”  Hasyim menjelaskan bahwa KPU dalam konteks pilkada, posisinya sebagai Termohon. Karena konstruksi undang-undang menyatakan KPU sebagai penyelenggara pemilu yang berperan memasukkan warga negara dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), menetapkan pasangan calon dalam pilpres dan pilkada, parpol peserta pemilu maupun daerah pemilihan.

 

“Yang paling menentukan, proses rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan hasil, tugas dan wewenangnya diberikan kepada KPU. Mengingat tugas dan wewenang KPU yang begitu besar dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan kemudian dalam melaksanakan tugas KPU ada yang mengontrol secara ketat, maka disediakan banyak lembaga untuk mengontrol KPU. Ada Bawaslu, DKPP, Peradilan Pidana, Peradilan Tata Usaha Negara, kemudian Mahkamah Konstitusi,” papar Hasyim.

 

Hasyim juga mengatakan ada tiga jenis hasil pemilu yakni perolehan suara, perolehan kursi, penetapan calon terpilih. Dalam konteks pemilu presiden, pemilu DPD, dan pilkada terdapat dua hasil pemilu yaitu perolehan suara dan calon terpilih. “Kalau membaca konstruksi UU MK, pokok perkara yang menjadi ranah MK adalah perselisihan hasil dalam konteks pilkada yang memengaruhi penetapan calon terpilih. Namun dalam perkembangannya melalui putusan-putusan MK, banyak topik yang dibahas MK dan dijadikan perkembangan. Hasil pemilu bukan sekadar suara, tetapi juga hal-hal yang memengaruhi perolehan suara juga menjadi topik pembahasan,” urai Hasyim.

 

Lebih lanjut Hasyim memaparkan hal-hal yang menjadi problematik yang akan muncul pada Pilkada Tahun 2020. Di antaranya, problematik Daftar Pemilih yang tidak valid dan tidak rasional. Informasi dalam Daftar Pemilih harus ditulis dengan benar, seperti nama, alamat, tanggal lahir, alamat dan sebagainya. Selain itu, ada pemutakhiran Daftar Pemilih. Data dalam Daftar Pemilih harus menggambarkan situasi paling akhir mendekati hari pemungutan suara. Sedangkan problematik lainnya dan seringkali terjadi adalah isu pencalonan. Ada orang yang dinilai tidak memenuhi syarat sejak awal, tapi ditetapkan menjadi peserta pilkada, sebagai pasangan calon.

 

Sementara Fritz Edward Siregar mengatakan, dalam upaya mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, Bawaslu telah melakukan bimbingan teknis kepada Bawaslu Provinis, Bawaslu Kabupaten/Kota di Jakarta untuk me-refresh berbagai materi yang telah disampaikan MK melalui bimtek-bimtek penanganan pilkada. Salah satunya mengenai cara menulis keterangan tertulis dari Bawaslu, mulai dari bahasanya, format, penomoran alat bukti dan lain-lain. “Kami menyelenggarakan bimtek sebanyak 9 Angkatan,” kata Fritz.

 

Fritz menyinggung persoalan dalam menulis keterangan tertulis dari Bawaslu, yaitu mencari alat bukti dan berikutnya penomoran. Saat ini Bawaslu dalam proses mengumpulkan data hasil pengawasan. “Sehingga saatnya nanti kita bersidang, saat kami harus menyampaikan keterangan tertulis, dokumen keterangan tertulisnya sudah kami kumpulkan,” jelas Fritz.

 

Sedangkan praktisi komunikasi, Ika H.P. Sastrosoebroto menampilkan materi “Pelayanan Prima kepada Para Pihak”. Kenapa harus mengadakan pelayanan prima? “Pertanyaan yang menggelitik. Dari sisi komunikasi, saya melihat bahwa kenapa semua orang peduli dengan pelayanan prima? Karena orang ingin terlihat citranya menjadi baik, citranya menjadi positif sebagai satu lembaga yang profesional. MK adalah lembaga profesional. Lalu kenapa hal-hal yang terlihat remeh temeh harus diperhatikan? Kata orang bijak, orang itu tersandung bukan oleh batu besar tapi oleh kerikil kecil yang tidak kelihatan,” ujar Ika.

 

Ika memberikan apresiasi kepada para pejabat MK yang concern pada pelayanan prima. Bahwa MK ingin menjalankan secara profesional dalam mengawal tegaknya Konstitusi melalui peradilan yang modern dan terpercaya. “Orang ke MK untuk mendapatkan keadilan. Paling tidak, dalam benaknya ada satu sisi dia sudah memberikan kepercayaan bahwa ke MK untuk mendapatkan keadilan,” ucap Ika.

 

Terkait penanganan sengketa hasil pilkada, Ika menyebut perbedaan atau sengketa adalah hal positif. Jika melihat perbedaan maka berasal dari satu hal yang sama yaitu masing-masing menghendaki kebaikan berdasarkan keadilan semesta. Menurut Ika, persamaan persepsi antara masyarakat Indonesia dengan berbagai stakeholder lainnya dengan MK merupakan katalisator strategis dan kunci pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya karena menjadi penggerak dan bergerak dalam satu tujuan, satu irama, satu keberhasilan bersama. (*)

 

Penulis            : Nano Tresna Arfana

Editor              : Lulu Anjarsari

Source: Laman Mahkamah Konstitusi